Pesepakbola itu layaknya publik figur. Punya banyak fans, tapi juga punya banyak haters. Jika mereka melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh publik, maka haters akan dengan senang hati mencibir, mencaci, bahkan menyanyikan nyanyian berisi ujaran kebencian kepada sang pemain.
Namun, dari banyaknya pesepakbola ada beberapa yang tidak bisa dibenci. Sebut saja seperti Ricardo Kaka, Gianluigi Buffon, hingga Son Heung-min. Di luar nama-nama itu, kita juga mengenal sosok N’Golo Kante. Pemain yang murah senyum dan memiliki pribadi menyenangkan. Semua fans bola pasti sepemikiran dengan pernyataan itu.
Mau bagaimanapun, Kante tetap manusia biasa. Dirinya pernah mengalami masa sulit selama berkarir di sepakbola. Dirinya pernah diremehkan bahkan dibuang oleh klubnya. Tapi, Kante tetap menghadapinya dengan senyuman. Euro 2024 kemarin jadi ajang pembuktian. Dirinya telah membuktikan bahwa anggapan miring tak akan pernah cukup untuk menghentikan laju seorang N’Golo Kante.
Daftar Isi
Kemunculan di Leicester City
N’Golo Kante pertama kali muncul ke permukaan kala berseragam Leicester City musim 2015/16. Sebagai putra dari kedua orang tua imigran dari Mali yang sedang mencoba peruntungan di Prancis, tentu tak pernah terbayangkan oleh Kante bisa bermain di Liga Inggris. Bermain di kompetisi nomor satu di Eropa itu adalah sebuah mimpi yang menjadi kenyataan baginya.
Meski berstatus debutan di Liga Inggris, Kante tak pernah menunjukan rasa minder sedikit pun. Yang ia tahu hanya bermain sepakbola. Dirinya tidak begitu menghiraukan kehidupan dan hingar-bingar sepakbola Inggris di luar lapangan. Dikelilingi pemain-pemain bintang dan bergaji tinggi, Kante tetap menjunjung tinggi hidup sederhana yang sudah tertanam di dirinya sejak kecil.
Bersama Leicester, Kante tampil memukau. Meski posturnya sangat kecil, Kante mampu mendominasi lini tengah setiap pekannya. Dirinya mungkin tidak banyak mencetak gol atau menciptakan peluang di pertahanan lawan. Tapi Kante selalu sukses menunaikan “pekerjaan kotor” yang ditugaskan oleh Claudio Ranieri.
Pekerjaan kotor yang dimaksud adalah merebut bola dari kaki lawan sehingga dapat memperkecil kemungkinan Leicester untuk kebobolan lebih banyak gol. Layaknya Uzumaki Naruto yang punya kage bunshin, Kante seperti ada di segala sudut lapangan. Di mana ada bola, di situ ada Kante.
Kecemerlangannya di lini tengah pun menghasilkan prestasi yang luar biasa. Bukan Piala FA atau Carabao Cup, tapi Kante langsung membantu Leicester City menuliskan kisah dongeng tatkala menjuara Liga Inggris musim 2015/16. Bersama Jamie Vardy dan Riyad Mahrez, Kante jadi salah satu pemain paling berpengaruh dalam prosesnya.
Back To Back Juara Liga Inggris
Tampil mempesona di musim perdananya bersama The Foxes, N’golo Kante langsung menarik banyak perhatian klub-klub top Eropa pada musim panas 2016. Sebagian dari mereka memandang Kante sebagai mesin pengejar bola yang bisa menciptakan pertahanan berlapis di lini tengah. Namun, dari berbagai klub, hanya Chelsea yang menunjukan pandangan berbeda.
Alhasil, Kante pun menyebrang ke London dengan biaya 35 juta euro. Chelsea menawarkan proyek yang menjanjikan bersama Antonio Conte. Selain itu, Chelsea memandang Kante lebih dari sekadar mesin pengejar bola.
Manajemen The Blues memproyeksikan Kante sebagai kepingan penting di lini tengah. Klub asal London itu memang sedang mengalami kemerosotan kualitas lini tengah ketika Cesc Fabregas dan Nemanja Matic tidak mampu tampil sesuai ekspektasi.
Dan janji manis Chelsea pun langsung terbukti di akhir musim. Kante kembali meraih gelar Liga Inggris musim 2016/17. Ini jadi gelar Premier League kedua secara beruntun baginya. Kante yang tak pernah tergantikan di lini tengah selalu menampilkan performa apik. Entah itu dipasangkan dengan Fabregas atau Matic, Kante selalu bisa menyesuaikan diri.
Menggaet Banyak Fans di Chelsea
Musim 2016/17 yang sukses membuktikan bahwa kedatangan N’Golo Kante ke Stamford Bridge telah menyelesaikan masalah di lini tengah Chelsea. Kemampuannya yang baik dalam melakukan tekel dan intersep memberikan perlindungan yang lebih bagi lini pertahanan The Blues yang begitu carut marut pada musim-musim sebelumnya.
Meski begitu, ada sedikit perbedaan antara sosok Kante di Chelsea dengan sosok Kante di Leicester. Jika di Leicester ia menjadi pemutus serangan lawan, di Chelsea ia lebih banyak memegang bola. Poin inilah yang dimaksud dengan lebih dari sekadar mesin pengejar bola. Chelsea ingin Kante lebih terlibat dalam permainan.
Selain tugas merebut bola, ia mendapat tugas tambahan dari Antonio Conte berperan sebagai deep-lying midfielder. Dirinya berpasangan dengan Matic yang sering menjadi gelandang box-to-box. Semakin banyak Kante terlibat dalam permainan, maka semakin meningkat juga kualitas permainan Chelsea.
Nama Kante kian tenar saat berseragam Chelsea. Bukan cuma karena prestasi-prestasinya bersama Chelsea, tapi kepribadian dan akhlak mulianya di luar lapangan. Gaji selangit dan prestasi mentereng tidak lantas membuat Kante tampil glamor. Tidak pernah ada perhiasan mewah yang menempel di tubuh pemain kelahiran Paris, Perancis, itu.
Mobil yang dipakai sehari-hari untuk menempuh perjalanan dari apartemennya di London menuju kompleks latihan Chelsea di Cobham, Inggris, adalah sebuah Mini Cooper bekas. Kante membelinya ketika baru pindah ke London, pertengahan 2016 lalu. Kante sempat mengalami kecelakaan dengan mobil itu pada 2018, tetapi ia tetap tidak berpikir untuk membeli mobil baru.
Kesederhanaannya baik di dalam maupun di luar lapangan itulah yang membuat Kante disukai oleh publik penggemar sepakbola. Terlebih, senyumannya yang khas selalu berhasil membuat hati para fans adem. Kante minim celah, personal branding yang dibangunnya selama di Inggris membuat dirinya begitu disegani kawan dan lawan. Sangat sulit untuk membenci sosok sepertinya
Juara UCL 2020/21
Puncak karir N’Golo Kante di Chelsea terjadi pada musim 2020/21. Saat itu, Chelsea jadi tim terbaik di Eropa setelah menaklukan Manchester City dengan skor 1-0 di final Liga Champions. Keberhasilan Chelsea dalam menyabet gelar UCL untuk kedua kalinya tak lepas dari pengaruh Kante di lini tengah.
Meskipun tidak mencetak gol atau assist di laga final, Kante menjadi pemain paling sukses menjalankan peran bersih-bersih di zona pertahanan Chelsea. Catatan 11 kali memenangi duel dengan pemain City, 10 kali merebut bola, serta 4 kali unggul dalam duel udara adalah bukti dominasi Kante di laga final itu.
Uniknya, Kante yang merupakan pemain terpendek di final itu, justru menjadi pemain dengan kemenangan duel udara terbanyak. Pemain setinggi 1,68 meter itu mengalahkan para ”raksasa” dari tim lawan seperti Ruben Dias dan John Stones. Selain itu, meski menjadi pemain yang paling banyak melakukan duel dengan pemain lawan, ia tidak sekali pun melakukan pelanggaran.
Itu karena Kante merebut bola, bukan menekel. Itu dua hal yang berbeda. Kapten Chelsea saat itu, Cesar Azpilicueta juga sampai kebingungan. Azpi terheran-heran karena Kante mampu menutup setiap jengkal sisi lapangan. Stamina Kante begitu luar biasa. Berkat penampilannya itu, Kante dianugerahi gelar pemain terbaik di laga final. Total, empat kali Kante jadi pemain terbaik di Liga Champions edisi 2020/21.
Dibuang ke Arab Saudi
Namun, roda kehidupan Kante pun akhirnya berputar. Usai menjuarai Liga Champions bersama Chelsea, kebugaran pemain internasional Prancis itu mulai terganggu. Dirinya dinyatakan positif virus Corona dan membutuhkan beberapa pekan untuk kembali mengembalikan kebugarannya.
Namun, setelah kembali dari masa karantina, Kante jadi mudah mengalami cedera. Cedera yang cukup mengganggu adalah cedera otot bagian pangkal paha. Menurut diagnosa dokter klub, otot pangkal paha Kante bekerja terlalu keras dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu membuatnya absen hampir satu bulan penuh.
Semenjak itu, senyumnya yang manis pun mulai jarang terlihat di musim 2021/22. Kante jadi gampang sakit dan rentan cedera sehingga memerlukan istirahat lebih banyak dari pemain-pemain lain. Menit bermainnya pun menurun drastis di musim itu. Namun, yang terparah baru terjadi di musim 2022/23.
Setelah cedera otot di berbagai tempat dan ada gangguan di lututnya, Kante mengalami cedera hamstring yang parah pada awal musim 2022/23. Absen sejak Agustus, pemulihan Kante terbilang lambat. Itu dikonfirmasi langsung oleh manajer Chelsea kala itu, Graham Potter. Pelatih asal Inggris itu mengatakan ke media bahwa Kante membutuhkan tindakan operasi.
Dengan begitu, Kante harus absen cukup lama di musim 2022/23. Perkiraan awal, Kante hanya membutuhkan sekitar empat bulan untuk pulih. Tapi karena imun Kante sudah dibuat berantakan oleh Covid, pemulihan Kante terhambat. Setidaknya membutuhkan enam bulan untuk kembali berlatih.
Setelah pulih, apakah Kante langsung kembali bermain untuk Chelsea? Tidak, dirinya justru kembali mengalami cedera di otot pangkal pahanya. Dari paha, terus menyerang lutut, dan kemudian kebugarannya bermasalah. Begitu terus hingga akhir musim. Karena disibukan dengan masa pemulihan, Kante hanya tampil sebanyak tujuh kali di Liga Inggris musim 2022/23.
Melihat kondisi Kante yang semakin sulit untuk menemukan level kebugaran maksimal, manajemen Chelsea yang kala itu sudah dipimpin Todd Boehly akhirnya memutuskan untuk melepas Kante secara cuma-cuma. Kontraknya yang berakhir di Juli 2023 tidak diperpanjang oleh Chelsea.
Performa di Al-Ittihad
The Blues menyerah pada Kante, mereka enggan untuk lebih bersabar dengan kondisi kebugarannya. Padahal, di era Roman Abramovich, Kante adalah pemain paling berharga bagi klub. Berkatnya, Chelsea banyak meraih kesuksesan di level domestik maupun Eropa. Chelsea bahkan rela memberikan gaji tinggi, meski sang pemain tidak meminta.
Tapi di era Todd Boehly Kante tak ubahnya buah yang sudah terlalu matang. Dijual tidak laku, mau dimakan pun sudah tidak sedap rasanya. Setelah dipersilakan pergi meninggalkan London, Kante tak sulit untuk mendapatkan klub baru. Klub kaya dari Arab Saudi, Al-Ittihad pun akhirnya menampung mantan pemain Caen tersebut.
Menariknya, selama berseragam klub Arab Saudi itu Kante belum pernah mengalami cedera. Kebugarannya kembali ke level yang baik. Selama musim 2023/24, dirinya tampil prima di setiap laga. Kante selalu jadi bagian penting skuad asuhan Nuno Espirito Santo. Kante bahkan mengantongi lebih dari 3.800 menit bermain di semua kompetisi musim lalu.
Kembali Dipanggil ke Timnas Prancis
Kembali tampil prima, nama Kante langsung dimasukan skuad Prancis di Euro 2024. Seperti yang kita ketahui, Didier Deschamp sangat menggemari gaya bermain Kante. Deschamp berhasil menghadirkan trofi Piala Dunia pada tahun 2018 juga karena bantuan Kante. Pemain murah senyum itu membangun koneksi yang solid dengan Paul Pogba di lini tengah Les Blues kala itu.
Namun, kondisi Kante sudah tidak sama lagi dengan era itu. Saat dipanggil kembali oleh Deschamp, usia Kante sudah menginjak 33 tahun. Itu sudah terlalu tua untuk bersaing dengan pemain-pemain lain di kompetisi empat tahunan itu. Terlebih Kante sudah lama tidak membela Prancis.
Ya, Kante terakhir kali bermain untuk Timnas Prancis pada Juni 2022 lalu. Setelah itu, namanya tidak pernah masuk skuad racikan Didier Deschamp, termasuk di Piala Dunia 2022 saat Prancis kembali mencapai partai final. Beberapa pengamat pun mulai meragukan keputusan Deschamp untuk kembali memanggil Kante.
Riwayat cedera dan usianya yang sudah uzur jadi dua poin yang sangat diperhatikan. Para pengamat sepakbola membaca situasi itu sebagai perjudian. Karena sebetulnya Prancis tidak kekurangan talenta di lini tengah. Di situ ada Aurélien Tchouaméni, Adrien Rabiot, Eduardo Camavinga, Youssouf Fofana, hingga Warren Zaïre-Emery.
Melihat keputusannya diragukan dan anak asuhnya diremehkan, Didier Deschamp pun angkat bicara. Menurutnya, meski sudah tidak bermain di Eropa, Kante telah mampu untuk mengembalikan level kebugarannya. Selain itu, etos kerja, daya jelajah, kecocokan taktik dan pengalamannya juga jadi pertimbangan Deschamp.
Pembuktian Diri Seorang Kante
Meski diremehkan, N’Golo Kante tetap tenang seperti biasanya. Tanpa respons dan hanya tersenyum. Kante memilih untuk fokus dan memanfaatkan kesempatan kedua yang telah diberikan oleh sang pelatih. Ada gap yang mesti dikejar Kante. Karena di Euro 2024, yang jadi partnernya bukan lagi Paul Pogba, melainkan pemain-pemain yang jauh lebih muda darinya.
Walaupun pada akhirnya Prancis tak juara, di bawah asuhan Didier Deschamp potensi Kante kembali terpancar. Kante tampil maksimal di ajang yang diselenggarakan di Jerman itu. Dirinya terus dimainkan di enam pertandingan yang dimainkan Les Blues. Kembalinya performa Kante sampai-sampai membuat Deschamp harus mencadangkan pemain Real Madrid, Camavinga.
Salah satu performa terbaiknya ditunjukan kala menghadapi Timnas Belgia. Menurut Fotmob, di laga yang berakhir dengan skor 1-0 untuk Prancis itu, Kante tampil 90 menit dan mencatatkan 92% umpan sukses dan 100% tekel sukses. Selain itu, di laga melawan Belanda, dirinya juga berhasil mengcover area seluas 11 kilometer.
Yang makin bikin kagum, kepercayaan yang diberikan Deschamp dibayar tuntas oleh Kante dengan dua gelar Man of The Match. Penghargaan itu didapat kala menghadapi Belanda dan Austria. Performa Kante di Euro 2024 nyatanya bukan cuma untuk membayar kepercayaan Deschamp, tapi juga membungkam mulut-mulut yang meremehkannya.
Sumber: BBC, Independent, Eurosport, The Guardian, Panditfootball