Dengan Erling Braut Haaland yang sebentar lagi kabarnya akan merapat ke Manchester City, membuktikan bahwa Borussia Dortmund memang sering menjual pemain pilarnya. Minimal jika tidak berkali-kali, Dortmund sudah menjual pemain pilarnya lebih dari sekali.
Haaland hanyalah nama kesekian yang dijual Dortmund. Sebelumnya nama-nama seperti Jadon Sancho, Pierre-Emerick Aubameyang, Ilkay Gundogan, sampai Ousmane Dembele sudah Dortmund jual. Ini menjadi semacam ironi.
Apalagi Dortmund, sebagai klub papan atas, setidaknya beberapa kali masuk Liga Champions, kekuatan skuad mestinya diperhitungkan. Tapi apa yang terjadi dengan Dortmund?
Padahal tanpa menjual pemain pilarnya, bisa jadi misi mereka untuk menggulingkan Bayern Munchen di tangga pertama, akan lebih mulus. Atau seminimalnya, Dortmund dengan pemain pilarnya tidak hanya menjadi partisipan di Liga Champions. Jadi, mengapa Die Borussen kerap menjual pemain pilarnya?
Daftar Isi
Bukan Klub Kaya
Dortmund sering menjual pemain pilarnya, karena kalau dilihat faktanya Die Borussen bukanlah klub kaya. Minimal kualitas finansial Borussia Dortmund tidak sekaya Bayern Munchen, PSG, Manchester City, atau bahkan boleh jadi masih lebih melarat daripada Newcastle United.
Sebuah laporan The Daily Bee bahkan menyebutkan, Borussia Dortmund sangat begitu kesulitan ingin membeli seorang Sebastian Haller. Dortmund memiliki minat pada striker Ajax tersebut.
🚨🚨 The favourite to succeed Haaland is Sébastien Haller! Dortmund bosses have agreed that they want to buy permanently (no loan). Good talks are underway. The Ajax star costs around €35m. But: first a player [Manuel Akanj] has to leave.
(🌕) | 🗞 @berger_pj #BVB pic.twitter.com/keONmysCtO
— BVB Newsblog (@bvbnewsblog) May 12, 2022
Namun, kondisi keuangan mereka tak memenuhi untuk memboyong pemain yang konon dihargai 35 juta euro (Rp543 miliar) itu. Jika Dortmund benar-benar berminat dan memaksakan diri membeli Haller, resikonya mereka harus menjual pemainnya.
Bahkan tak tanggung-tanggung, Dortmund tidak hanya perlu menjual satu pemain, tapi sekadar untuk mendatangkan Haller, Dortmund perlu menjual beberapa pemainnya. Dari sini kita bisa ambil kesimpulan, betapa Dortmund tidak punya kondisi finansial yang perkasa.
Dalam sebuah laporan lain dari BVB Buzz, bahwa Dortmund acap kali menjual pemain pilarnya karena kekurangan dana. Dortmund sering terpaksa menjual para talenta muda ke klub top Eropa lainnya untuk menyelamatkan finansial klub.
Bukan hanya di Eropa, kesenjangan juga terjadi antara klub Jerman. Ketika klub lain bermanuver untuk naik kelas, seperti RB Leipzig dan Hoffenheim, Dortmund masih harus menjual pemain pilar demi ekonomi yang lebih stabil.
Proyek
Dortmund adalah klub yang punya kebijakan cukup unik. Menjual para pemain pilar salah satunya. Ini memang menjadi proyek Dortmund setiap musimnya. Die Borussen awalnya mencari bibit-bibit muda untuk direkrut dan kemudian dijual. Ini adalah kebijakan menarik yang tidak semua klub melakukan itu.
Direktur Eksekutif Borussia Dortmund, Hans-Joachim Watzke mengatakan, Dortmund punya nilai tawar yang unik. Watzke menjelaskan bahwa Dortmund memberi kesempatan pada pemain yang berusia di bawah 17 tahun untuk dibawa dan bermain di skuad utama.
“Kami jelas memiliki nilai jual yang unik,” kata Watzke. Pria tua itu memang benar. Mempercayai pemain muda, bahkan mereka yang belum 17 tahun adalah hal yang harusnya penuh dengan pertimbangan. Resikonya lantaran pemain muda sering angin-anginan.
Namun, Dortmund tetap konsisten betul akan hal itu. Jadi mereka tetap merekrut pemain muda di bawah 17 tahun untuk langsung bermain di skuad utama. Itulah mengapa kita bisa melihat bakat Erling Haaland, Jadon Sancho, sampai Jude Bellingham secepat itu.
🚨 Real Madrid will target a move for Dortmund midfielder Jude Bellingham in 2023.
(Source: @SPORTBILD) pic.twitter.com/dsCPupO74U
— Transfer News Live (@DeadlineDayLive) June 1, 2022
Ya, begitulah Dortmund. Die Borussen sangat masyhur sebagai pabriknya para wonderkid. Mereka membeli pemain muda, tentu dengan harga ekonomis hanya untuk menjualnya kembali tapi dengan harga yang mahal.
Menguntungkan
Dengan membeli pemain muda, lantas mengembangkannya bahkan memberikan kesempatan di skuad utama, jelas proyek yang sangat menguntungkan. Borussia Dortmund selama ini bertahan dengan sistem seperti itu.
Die Borussen sangat jitu dalam membidik pemain. Mereka sangat mudah mencari bibit-bibit unggul untuk kemudian dikembangkan. Mari kita ambil beberapa contoh. Dortmund pernah mendatangkan Shinji Kagawa saat usianya masih cukup belia.
Dortmund spent £32m on Sancho, Dembele, Aubameyang and Pulisic.
They’ve made £309m. That’s how you run a football club 🤑 pic.twitter.com/JXReqIAxRn
— ESPN FC (@ESPNFC) July 1, 2021
Dortmund membeli Kagawa hanya dengan biaya 300 ribu pounds (Rp5 miliar) saja. Namun, Die Borussen mengembangkan Kagawa sehingga ia begitu memikat Manchester United. The Red Devil pun terpincut dan mengangkut Kagawa dengan banderol 50 kali lipat, yaitu 15 juta pounds (Rp271 miliar kurs sekarang).
Nama lain seperti Ilkay Gundogan dibeli Dortmund dengan harga 4 juta poundsterling (Rp72 miliar) saja. Namun Die Borussen berhasil menjualnya hingga mencapai harga 20 juta poundsterling (Rp361 miliar). Aubameyang juga sama. Striker Gabon itu datang ke Dortmund hanya dengan mahar 11 juta pounds (Rp198 miliar), tapi berhasil dijual seharga 58 juta pounds (Rp1 triliun).
Rencana Jangka Panjang
Borussia Dortmund bukanlah klub yang mengejar prestasi. Ya, tidak menampik memang kalau setiap klub menginginkan prestasi. Tapi gelar bagi Dortmund bukanlah kewajiban. Menguntit Bayern Munchen di peringkat kedua dan berkompetisi di Liga Champions sudah cukup.
Dortmund bagaimanapun mahir mengatur posisi mereka. Jajaran Die Borussen tahu apa yang mesti dilakukan apa yang tidak. Dortmund telah menciptakan target yang tidak berlebihan, tapi sangat tepat, sistematis, dan terukur.
Untuk mencapai target itu, Dortmund butuh rencana. Dan rencananya adalah menstabilkan keuangan. Direktur Olahraga Dortmund, Michael Zorc mengerti ada kesenjangan pendapatan antara Dortmund dengan klub lain, terutama Bayern Munchen.
Maka untuk mengejar jarak itu, mengatur keuangan sebaik mungkin adalah solusi. Langkah salah satunya dengan mengurangi beban gaji. Dortmund tidak akan menahan pemain yang merengek meminta gaji mahal. Die Borussen akan suka rela melepas pemainnya, sekalipun mereka telah susah payah mengembangkannya.
Erling Haaland: “[The last few months] have been tough. The club situation, it hasn’t been simple, at the same time I have been doing the best that I can for Borussia Dortmund for two and a half years. It wasn’t easy, but I’ve done the best I can for the club. [@Reuters]#BVB pic.twitter.com/HpooOiAUdS
— BVB Express (@BVBExpress) May 30, 2022
Toh bagi Dortmund dengan menjual pemain akan membuka peluang bagi mereka untuk membeli pemain lagi. Membuka peluang merekrut pemain muda kembali dan mengembangkannya, untuk selanjutnya dijual lagi. Karena Zorc sendiri mengatakan, Dortmund adalah tempat yang pas untuk pemain muda memiliki kesempatan bermain.
Ada yang Mau Beli
Visi Dortmund jelas, mengembangkan pemain dan menjualnya. Tapi bagaimana kalau tidak ada yang membeli? Sayangnya Dortmund selalu punya nilai jual. Pemainnya acap kali selalu ada yang menginginkan. Maka dari itu, Dortmund kerap menjual para pemainnya.
Dalam hal jual beli pemain, Dortmund tidak pernah bermain kotor. Die Borussen memasang harga sejujur mungkin. Artinya tidak ada harga ganda. Kalau soal ada yang menawar lebih tinggi, itu perkara lain dan sah-sah saja. Seperti Haaland yang beberapa kali ditawar lebih tinggi.
Namun yang pasti, Dortmund jarang mengobral pemainnya dengan harga murah atau bahkan cuma-cuma. Die Borussen justru lebih sering mematok harga tinggi untuk setiap pemain. Tapi perlu dicatat, meski harganya selangit, Dortmund sudah pasti memberi garansi kualitas.
Apa Tidak Beresiko?
Pertanyaan berikutnya muncul. Jika Dortmund terus menjual pemain pilarnya, apakah ini tidak beresiko? Jawabannya: tentu. Resiko akan selalu mengiringi setiap keputusan, dan penyesalan akan selalu datang belakangan.
Dortmund juga beberapa kali kesulitan mencari pengganti pemain pilarnya yang dijual dengan pemain baru yang kualitasnya 12-13. Tidak semua pemain pengganti yang direkrut Dortmund cocok, atau setidaknya butuh adaptasi lebih lama.
#AFC| ♻️
The best transfer domino ever.Giroud->Chelsea
Batshuayi->Dortmund
Aubameyang->Arsenal pic.twitter.com/etCGzYiFRs— 🦖 𝔾𝕦𝕟𝕟𝕖𝕣𝕤𝕠𝕟 🦋 (@FuTlurker) September 4, 2020
Semisal ketika Aubameyang hengkang. Dortmund kesulitan mencari penggantinya. Die Borussen bahkan hanya bisa meminjam Michy Batshuayi dan itu pun tidak lama, dan tidak memberi efek apa-apa selain sumbangan 9 golnya. Lalu datang Paco Alcacer yang cukup bagus di lini depan Dortmund. Dari 17 laga Alcacer mengantongi 23 gol.
Kesuksesan Jadon Sancho di Dortmund juga tak bisa ditiru, atau minimal belum sanggup ditiru penerusnya, Donyell Malen. Pemain yang datang dari PSV Eindhoven itu belum memiliki dampak yang berarti untuk Borussia Dortmund.
Sumber referensi: BVBBuzz, INews, DW, Squawka, FearTheWall


