Kisah Klub Yang Hilang Ditelan Bumi Setelah Capai Final Europa League

spot_img

Pada tahun 2015 di stadion Warsawa Polandia, Carlos Bacca mencetak gol kemenangan untuk Sevilla di menit ke-73. Itu adalah gol yang membuat Sevilla mengangkat trofi Europa League ke-4. Dengan jumlah itu, Sevilla telah memecahkan rekor peraih trofi Europa League terbanyak.

Well, pencapaian itu memang cukup hebat. Saking hebatnya sampai kadang kita melupakan siapa tim yang dikalahkan Sevilla di final tersebut.

Mereka adalah klub dari Ukraina, FC Dnipro. Melaju ke final kompetisi Eropa bukan hal yang biasa untuk mereka. Itu bahkan final Eropa pertama mereka setelah bertahun-tahun lamanya hanya jadi tim penggembira saja. Tapi, final itu juga lah yang jadi penanda kehancuran FC Dnipro. Bagaimana kisahnya?

Klub Kecil di Eropa

Perlu diketahui Dnipro bukanlah tim kemarin sore. Dnipro didirikan pada tahun 1918. Mereka pernah punya kejayaan masa lalu. Dnipro pernah dua kali jadi juara kasta teratas Uni Soviet di tahun 1980-an. Tapi setelah Uni Soviet dibubarkan, performa Dnipro malah turun.

Sejak pembentukan Liga Ukraina di tahun 1991, Dnipro tidak kebagian jatah peta kekuatan. Ukraina didominasi oleh dua klub besar, yaitu Dynamo Kiev dan Shakhtar Donetsk. Sedangkan tim-tim lain di Ukraina harus puas hanya bisa berada di bawah bayang-bayang dua klub raksasa tersebut. Termasuk juga FC Dnipro.

Sementara itu, di luar Ukraina sejarah Dnipro tidak terlalu buruk. Mereka sering masuk ke putaran final Europa League di dekade 2000-an. Tapi baru di 2010, Dnipro mulai jadi penantang serius di Eropa. Begitu pula di liga domestik.

Ini berkat datangnya pelatih asal Spanyol, Juande Ramos. Ia adalah pelatih kawakan di Spanyol bahkan sempat melatih Real Madrid di akhir tahun 2008 sampai pertengahan 2009. Sayangnya Ramos hengkang di 2014 setelah keluarganya mengaku tidak betah di Ukraina. Tapi setidaknya di tahun terakhirnya 2014, Juande Ramos berhasil membawa Dnipro finis di peringkat 2 Liga Ukraina.

Posisi tersebut membuat mereka dapat slot ke Eropa. Sebenarnya itu adalah tiket untuk ke Champions League. Tapi setelah mereka kalah di babak kualifikasi lawan FC Copenhagen, Dnipro terlempar ke Europa League.

Di luar sepak bola, Ukraina di tahun 2014 itu sedang terjadi perang. Ini akibat dari konflik di wilayah Donbas dengan pihak Rusia. Konflik antar gerakan pro-pemerintah dan pro-rusia pun pecah.

UEFA yang melihat situasi ini, akhirnya tidak membolehkan Dnipro menggelar pertandingan kandang di kota mereka sendiri karena dianggap terlalu dekat dengan daerah konflik. Alhasil mereka harus memainkan laga kandang di Olympic Stadium di ibukota Kiev, sekitar 490 km jauhnya dari rumah mereka. Kira-kira enam jam perjalanan darat.

Lolos Fase Grup

Situasi tersebut sudah seharusnya jadi pukulan telah untuk tim yang membutuhkan dukungan penuh dari fans tuan rumah. Apalagi Dnipro masuk di Grup F, dimana disitu ada raksasa Italia Inter Milan, tim kuat Prancis St. Etienne, dan juara liga Azerbaijan Qarabag.

Bermain tanpa pendukung saat laga kandang terbukti jadi pukulan. Dnipro langsung kalah di pertandingan pembuka lawan Inter Milan dengan skor 1-0. Kemudian masih bisa mengambil satu poin dari kunjungan mereka ke kandang St. Etienne. Tapi kembali kalah saat menjamu Qarabag di kandang dengan skor 1-0.

Dnipro yang dilatih pelatih baru mereka, Myron Markevych bisa bangkit di leg kedua penyisihan Grup. Setelah hanya mengemas satu poin dari tiga pertandingan pembuka, Dnipro bisa menyelesaikan tiga pertandingan selanjutnya dengan dua kali menang dan sekali kalah. Dnipro pun bisa melaju ke babak gugur setelah finis di posisi kedua dibawah Inter Milan dengan torehan 7 poin.

Perjalanan Menuju Final

Meski punya banyak masalah di luar lapangan, sejatinya Dnipro saat itu adalah tim yang cukup kuat dan diisi oleh talenta berbakat. Dnipro saat itu masih diperkuat oleh bintang Kroasia Nikola Kalinic yang bertugas sebagai ujung tombak. Didukung oleh bakat asli didikan Dnipro, Yevgen Konoplyanka di sisi sayap. Dan legenda klub Ruslan Rotan di lini tengah.

Perjalanan fase gugur mereka diawali cukup mudah ketika mengalahkan Olympiakos di babak 32 besar dengan skor agregat 4-2. Di fase ini Dnipro mulai nyaman bermain di Kiev yang berjarak sangat jauh dari rumah.

Fans Dnipro yang kampung halamannya masih terlibat perang juga menyulitkan mereka untuk datang ke Kiev. Ada nuansa aneh saat Olympic Stadium di Kiev yang berkapasitas 70 ribu orang tapi hanya diisi beberapa ribu pendukung tuan rumah saja. Tapi kesuksesan Dnipro yang bisa menembus ke 16 besar membuat mereka bersemangat dan penonton pun bertambah setiap babaknya.

The Warriors of Light pun bisa menghindari kekalahan di semua pertandingan kandang mereka di fase gugur. Setelah Olympiakos, mereka mengalahkan Ajax Amsterdam, kemudian menyingkirkan Club Brugge.

Sampai di babak semifinal, stadion Kiev sudah dipenuhi oleh pendukung tuan rumah. Di leg kedua tersebut, Dnipro bisa mengalahkan Napoli asuhan Rafael Benitez dengan skor 1-0. Membuat total agregat jadi 2-1 sekaligus memastikan langkah mereka ke partai final. Para pendukung pun tumpah ruah di atas lapangan merayakan keberhasilan mereka.

Kekalahan di Final

Di final, tentu saja pertandingan tidak digelar di rumah mereka, melainkan di Warsaw Stadium Polandia. Tapi bukan itu yang membuat anak asuh Myron Markevych was-was. Melainkan Sevilla yang sudah menunggu di Final.

Sevilla adalah juara bertahan Europa League 2014. Dan mereka punya misi untuk buat rekor gelar Europa League terbanyak dengan memenangkan yang ke empat. Sevilla musim itu juga sejatinya tim yang kuat. Mereka masih dilatih oleh Unai Emery. Di posisi ujung tombak, Sevilla juga punya Carlos Bacca.

Meskipun begitu Dnipro masih bisa berikan kejutan. Baru 7 menit pertandingan final berlangsung, Nikola Kalinic mencetak gol pembuka. Dnipro yang jadi underdog pun memimpin sementara. Namun di menit ke-28, Sevilla membalas lewat gol dari Grzegorz Krychowiak.

Kemudian pasukan Unai Emery malah membalikkan kedudukan di menit 31 lewat gol dari Carlos Bacca. Sebelum babak pertama berakhir, Ruslan Rotan melengkungkan tendangan bebas untuk memasukan bola ke gawang Sergio Rico. Babak pertama pun berakhir dengan skor imbang 2-2.

Meski di babak kedua Dnipro bisa menahan gempuran Sevilla dengan cukup baik, tapi akhirnya Carlos Bacca mencetak gol kemenangan di menit ke-73. Sevilla pun keluar sebagai juara. Meski begitu, Dnipro masih bisa bangga karena mereka adalah satu-satunya tim Ukraina selain Shakhtar Donetsk yang bisa menembus final Europa League.

Awal Kehancuran

Ditambah lagi, perjalanan mereka di musim itu bisa jadi bekal berharga Dnipro untuk menghadapi musim selanjutnya. Atau itu yang seharusnya terjadi. Tapi nyatanya tidak. Retakan dari pondasi kokoh musim 2015/16 mereka sudah mulai terlihat.

Diawali dengan Sevilla yang makin memukul Dnipro dengan mencomot bintang mereka, Konoplyanka dengan status bebas transfer. Selain itu bintang lain juga pergi. Seperti Nikola Kalinic yang ke Fiorentina dan kiper andalan Denys Boyko yang ke Besiktas.

Tapi yang lebih mengherankan adalah Dnipro tidak mendatangkan para pemain yang sepadan untuk menggantikan para bintang yang keluar itu. Pemilik klub, Igor Kolomoisky pun jadi kambing hitam karena pelit dalam mengeluarkan anggaran belanja pemain.

Apalagi ia juga menjabat sebagai gubernur kota Dnipro, tapi malah lebih sering bepergian setelah sudah tidak menjabat lagi di tahun 2015. Di saat-saat itu Igor lebih sering terlihat berlibur di luar negeri ketimbang mengurus klub.

Meski dengan para bintang yang sudah pergi dan tidak ada lagi pemain yang bisa diandalkan, hasil yang Dnipro peroleh tidak terlalu buruk. Di musim 2015/16, mereka finis di peringkat ke-3. Tapi Dnipro gagal lolos fase grup Europa League musim itu.

Dampak Perang Ukraina-Rusia

Terlepas dari prestasi mereka di lapangan, kehancuran Dnipro tak terhindarkan dengan dampak perang yang terjadi di Ukraina. Atau lebih tepatnya, dampak perang yang dialami oleh Igor Kolomoisky sendiri.

Sebagai pemilik klub, Igor sebenarnya sering tercatat sebagai orang terkaya di Ukraina. Tapi saat perang pecah dan Rusia menduduki wilayah Krimea, kekayaan Igor semakin menyusut. Ini karena selama perang, Igor juga sering menggelontorkan uang untuk membantu militer Ukraina melawan Rusia. Tapi lebih terpuruk saat aset-aset perusahaan yang ia miliki di Krimea diambil alih oleh pemerintahan Rusia.

Kekayaan Igor yang dilaporkan pada tahun 2010 mencapai 6,2 miliar dolar, berkurang jadi 3,6 miliar dolar di tahun 2015. Akhirnya di tahun 2016, saat protes para pendukung Dnipro semakin lantang, Igor malah menghentikan aliran dana ke klub secara total. Igor menunjukkan secara jelas kalau ia sudah tidak memiliki komitmen dan tak peduli lagi dengan Dnipro.

Degradasi ke Liga Amatir

Saat musim 2016/17 mulai bergulir, pondasi yang sudah retak itu runtuh ke tanah. Penandanya adalah manajer Myron Markevych mengundurkan diri. Tapi ia tidak pergi sendiri. Ada 17 pemain tim utama yang juga memilih hengkang menyusul tak jelasnya nasib klub.

Ini juga diperparah dengan hukuman dari Federasi Sepak Bola Ukraina. Diketahui kalau Dnipro masih punya utang gaji yang belum terbayarkan dari era kepelatihan Juande Ramos. Dengan itu, Dnipro diberi sanksi tidak boleh membeli pemain baru untuk musim 2017/18.

Itu baru sanksi dari FA Ukraina. Sanksi dari UEFA beda lagi. Karena aliran dana dari pemilik klub berhenti, staf pun tidak bisa digaji. Akhirnya UEFA melarang Dnipro mengikuti kompetisi Eropa selama satu musim. Tidak berhenti sampai situ. Di bulan Oktober sampai April 2016, Dnipro juga kembali kena sanksi pengurangan 9 poin di Liga. Ini membuat mereka finis di peringkat 11 dari 12 tim di Liga Ukraina musim 2016/17.

Situasi tersebut membuat Dnipro harus di degradasi ke kasta kedua. Tapi sebegitu buruknya kondisi keuangan Dnipro dan kacaunya manajemen klub, federasi sepakbola Ukraina malah memutuskan Dnipro turun ke kasta ketiga untuk musim 2017/18. Dimana disitu mereka menghadapi klub tetangga yang baru dibentuk, SC Dnipro-1.

Parahnya itu bukan degradasi terakhir Dnipro. Di tahun 2018, mereka kembali mendapat hukuman dari FIFA dengan kembali turun kasta. Padahal itu tepat satu abad perayaan berdirinya klub, dan hanya tiga tahun sejak mereka main di final Europa League, Dnipro sudah bermain di liga amatir.

Dinyatakan Bangkrut

Bertahun-tahun masalah keuangan yang diabaikan, dengan berbagai kegagalan untuk membayar kompensasi ke pemain, manajer, dan staff akhirnya mendapat imbas yang terlalu berat untuk dipikul. FIFA pun menyatakan Dnipro bangkrut. Para staf dan pemain juga dialihkan ke SC Dnipro-1. Di tahun 2019, Dnipro dinyatakan bubar.

Dua tahun kemudian, Jaba Kankava, salah satu pemain yang membawa Dnipro sampai final di tahun 2015 lalu, mengajukan permohonan kepada FIFA untuk mengakui SC Dnipro-1 sebagai penerus dari FC Dnipro. Dengan harapan gajinya bisa cair dengan cara tersebut. Tapi nyatanya permohonan itu ditolak oleh FIFA. Entah ada berapa pemain yang bernasib serupa.

Sampai sekarang masih ada kelompok fans yang menolak SC Dnipro-1 sebagai pengganti FC Dnipro. Mereka pun membentuk klub sepak bola sendiri bernama FK Dnipro 1918. Di masa depan mungkin Dnipro 1918 akan bisa bernasib sama seperti AFC Wimbledon, sebuah klub di Inggris yang dibentuk oleh para pendukung Wimbledon FC.

Terlepas dari itu, kisah Dnipro ini menunjukkan bagaimana kehebatan sebuah klub bisa hilang bak ditelan bumi hanya karena ulah pemilik yang tidak bertanggung jawab. Dnipro bisa mencapai final Europa League ditengah kondisi perang. Dimana mereka harus memainkan laga kandang jauh dari rumah.

Dan setelah mencapai final tersebut, Dnipro juga punya pondasi kuat untuk jadi penantang dominasi Liga Ukraina yang dipegang oleh Shakhtar Donetsk dan Dynamo Kiev. Tapi karena Igor Kolomoisky terlalu lalai dalam mengelola keuangan klub, FC Dnipro kini sudah tidak ada.

Klub dengan 101 tahun sejarah dan dongeng perjalanan di Eropa telah hilang dan tidak ada orang di luar kota Dnipropetrovsk yang peduli. Tidak ada membantu klub itu saat sekarat dan tidak ada pemakaman dan penghormatan saat sudah mati.

Sumber referensi: FBH, TFT, UEFA, Vox, Marca, Transfermarkt, Btl, False90s.

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru