Hampir tidak ada yang menarik dari sepak bola di Polandia. Kecuali mungkin kita bisa menaruh perhatian khusus pada Lechia Gdansk yang mau menerima dua pemain Indonesia. Pun kita juga tak mungkin mengabaikan sosok Lewandowski yang kerap luput dari hoki, dan kalah pamor dari Lionel Messi.
Namun, Polandia yang Timnasnya saja jarang-jarang mengesankan itu, ternyata menyimpan persaingan sengit di liganya, seperti yang terjadi di Kota Krakow. Walaupun itu tidak cukup tampak di permukaan. Orang ketika datang ke Kota Krakow pasti seketika terkesan.
Sebab, kota itu tertata dan nyaman dihuni tak seperti Bekasi yang penuh kemacetan. Meski luasnya tak sampai 400 meter persegi, Kota Krakow menawarkan keindahan bangunan-bangunan yang mirip Hogwarts.
Sungguh sangat indah jika membahas Kota Krakow dari sudut seorang darmawisata. Namun ingat, ini bukanlah presentasi jasa tour and travel. Soal membahas keindahan Kota Krakow biar dilanjut agen pariwisata saja.
Kini, kita beralih ke persaingan paling berdarah di kota ini. Wisla Krakow dan KS Cracovia, dua klub asal Krakow yang memunculkan persaingan tak berkesudahan. Total, sudah 18 gelar liga yang diraih keduanya. 13 gelar untuk Wisla, sedangkan Cracovia meraih 5 gelar liga.
Awal Persaingan
Persaingan kedua klub tersebut kerap disebut “Derby Krakow” atau “Perang Suci”. Namun, Derby Krakow ini tidak seperti Derby Wina di Austria yang muncul karena kelas sosial yang berbeda. Ultras Wisla dan Cracovia justru lahir dari kelas yang sama, yaitu kelas pekerja.
Itu berkelindan dengan Kota Krakow yang diketahui sebagai kota terbesar ketiga di Polandia. Kota yang berbatasan dengan Slovakia dan Republik Ceko itu, lahir saat paham komunisme yang berkembang di Polandia runtuh, sekitar tahun 1980.
Keruntuhan komunisme jelas pertanda kemerdekaan. Akan tetapi, runtuhnya paham komunisme membuat perekonomian di Kota Krakow ikut merosot. Sementara, angka pengangguran justru naik cukup signifikan. Anak-anak muda yang paling terpukul karena kemunduran ekonomi ini.
Maka, masih pada sekitar 1980-an, warga setempat melakukan pelarian ke dunia sepak bola. Dua tim Krakow tersebut jadi yang paling penting bagi masyarakat sana. Hal itu pula yang mengawali kemunculan hooliganisme yang terpengaruh dari hooligan di Inggris.
Hooligan kedua klub pun mulai bergeliat. Pelan namun pasti jumlahnya makin bertambah banyak. Namun, yang jadi soal, ada yang aneh dari Derby Krakow.
Selain tidak ada perbedaan kelas antara dua pendukung, juga sesungguhnya jarak markas keduanya hanya sepelemparan batu. Hal itu berbeda dengan misalnya, Derby London di Inggris.
#Krakow derby #Wisla v #Cracovia pic.twitter.com/PSiEWMoVER
— Casual Mind (@CasualMind_) March 21, 2015
Kedua stadion hanya berjarak sekitar 700 meter saja. Satu-satunya yang memisahkan Estadio Henryka Reyman (Wisla) dan Stadion Marshal Jozef Pilsudski (Cracovia) hanyalah hamparan hijau. Penduduk sana menyebutnya Taman Blonia.
Jadi, apa yang membuat persaingan keduanya muncul? Rivalitas Wisla Krakow dan KS Cracovia tak jauh berbeda dengan hidup bertetangga di Indonesia. Sebab dekat bukan jaminan akur. Apalagi kalau beda afiliasi politik.
Ini serius, karena kebencian yang terpupuk antara kedua klub penyebabnya adalah beda afiliasi. Wisla Krakow berafiliasi pada polisi komunis di Polandia, sedangkan KS Cracovia lebih dekat kepada komunitas Yahudi.
Tanda yang bisa dilihat adalah pendukung KS Cracovia sering menamai diri mereka sebagai “Yudas Geng”, sedangkan afiliasi polisi komunis Wisla Krakow terlihat pada bintang putih di logonya. Kedua kubu sering cekcok dengan mengata-ngatai rivalnya.
scenes at the #Krakow derby #Wisla #Cracovia pic.twitter.com/qW21kHtBul
— Fucking love a derby (@footyderbydays) December 10, 2016
Ultras Wisla tak jarang mencemooh pendukung Cracovia dengan julukan “Yahudi Kotor”, sedangkan pendukung Cracovia mencibir pendukung Wisla sebagai “anjing”.
Persaingan makin memanas pada tahun 2004. Tapi masalahnya justru bukan berasal dari kedua belah pihak. Keduanya bahkan bersepakat untuk tidak sepakat dengan aturan Liga Ekstraklasa Polandia yang dikenal sebagai Perjanjian Poznan. Isi perjanjian itu melarang penggunaan senjata bagi para hooligan yang pengin berkelahi.
Entah siapa yang memulai. Tapi yang pasti pada akhirnya hooligan dari kedua tim tidak terikat dengan aturan tersebut. Jika perselisihan pecah, kedua pendukung bisa mengeluarkan senjata andalan mereka masing-masing.
Apa yang Berbahaya?
Persaingan keduanya sudah bukan lagi adu bacot layaknya netizen Indonesia. Andai konfliknya sampai meletus, pertikaian kedua ultras hampir mirip Perang Bubat. Karena sudah pasti senjata itu tidak cuma digantung di dinding rumah.
Senjata yang paling sering digunakan, sih, pisau. Tak ayal Kota Krakow jadi sering disebut sebagai “Kota Pisau”.
Kasus yang paling parah pernah terjadi pada tahun 2013. Kala itu, delapan pendukung Wisla Krakow yang tergabung kelompok penggemar, Wisla Sharks dijatuhi hukuman 8-10 tahun bui. Delapan anggota Wisla Sharks ini divonis setelah menusuk salah seorang pimpinan hooligan Cracovia dan menyebabkan 64 luka pada orang tersebut hingga tewas.
Mirisnya, keganasan kelompok suporter, khususnya Wisla Sharks juga pernah dirasakan pemain dari liga lain. Pada tahun 1998, ketika melawat ke markas Wisla Krakow, kepala pemain Parma, Dino Baggio terkena lemparan pisau bukannya kue tart.
Tentu saja yang mengucur dari kepala Dino Baggio adalah darah, bukan selai strawberry. Setelah kena lemparan pisau, pemain Parma itu harus dikawal keluar lapangan, dan ia mendapat lima jahitan untuk mengobati lukanya.
Decent day out at the Krakow derby, European support is mental🤯 pic.twitter.com/lmiItwxPrC
— Sam (@SamPhilpot_) September 29, 2019
Kedua fans memang terkenal anarkis. Mereka tidak hanya enteng melukai, tapi juga merusak fasilitas umum, serta menembakkan suar ke lapangan dan tribun rival. Karena itulah bahkan sesekali “Perang Suci” harus terselenggara tanpa penonton.
Lantaran persaingan itu, Kota Krakow pun jadi mencekam. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan ketika ke sana, seorang penulis dari Bleacher Report telah memberi semacam tips.
Ketika jalan-jalan ke Kota Krakow, Polandia dan tiba-tiba didatangi segerombolan laki-laki yang bertanya “Tim apa yang kamu dukung?” pastikan kamu menjawab, “Saya mendukung kedua tim dari Kota Krakow”.
Ini tampak lucu dan sepele, tapi banyak juga orang yang dipukuli secara brutal oleh sekelompok orang laki-laki, hanya karena memberi jawaban yang keliru.
Uniknya, kedua suporter tidak hanya bertikai, tapi juga menjalin persahabatan dengan klub lain di luar Polandia. Pendukung Cracovia misalnya, yang menjalin hubungan baik dengan penggemar Ajax yang juga mempunyai akar Yahudi.
Sementara penggemar Wisla terlihat membaur dengan fans Lazio ketika berada di Roma, karena keduanya memiliki pandangan politik yang sama.
Bagaimana dengan Prestasi?
Kini kedua klub, entah KS Cracovia atau Wisla Krakow sama-sama klub medioker. Wisla masih bertengger di posisi 13 Liga Polandia, sedangkan Cracovia unggul empat peringkat di atasnya.
Terlepas dari itu, prestasi Wisla Krakow jauh lebih membanggakan. Selain mengoleksi 13 trofi liga, Wisla juga meraih 4 piala domestik dan 1 Piala Super Polandia. Sementara, KS Cracovia hanya meraih 5 gelar liga, itu pun terakhir pada tahun 1948.
Ditilik dari head to head, Wisla jauh lebih unggul dengan 17 kali menang, 6 kali kalah, dan 10 laga berakhir imbang.
https://youtu.be/r2PvLUaUbBM
Sumber referensi: boxtoboxfootball.uk, bleacherreport.com, through-the-turnstiles.com, soccerbase.com