Hmmm, Mimin curiga Gareth Southgate ini kayaknya diem-diem ngefans sama Cristiano Ronaldo. Soalnya, pelatih Timnas Inggris itu meresapi betul salah satu petuah yang kalau tidak salah, berbunyi, “Your love makes me strong, your hate makes me unstoppable” dari mega bintang Portugal tersebut.
Jika diartikan dalam bahasa Indonesia, maka berbunyi “Cintamu akan membuatku kuat, kebencianmu akan membuatku tak terhentikan.” Kalimat tersebut seperti menjadi motto hidup bagi pria berusia 53 tahun itu. Kebencian, hujatan, dan hinaan yang diterimanya justru dijadikan bahan bakar untuk terus melaju kencang di Euro 2024.
Meski diremehkan dan dianggap nggak ngerti bola, Southgate nyatanya membawa The Three Lions ke partai final Euro. Lantas, bagaimana dia melakukannya? Dan apakah Inggris mampu mengalahkan Spanyol juga di final nanti? Sebelum kita cari jawabannya, kalian bisa subscribe dan nyalakan lonceng terlebih dahulu agar tak ketinggalan konten terbaru dari Starting Eleven Story.
Daftar Isi
Inggris Tampil Beda
Permainan Timnas Inggris sebetulnya sama membosankannya dengan acara gosip di televisi. Saking membosankannya, sampai ada fans Inggris yang tertidur pulas saat menonton tim kesayangan menghadapi Slovenia. Itu artinya, menonton permainan Inggris tak ubahnya mendengarkan podcast Rintik Sedu.
Tapi, hal yang sama justru tak terlihat di babak semifinal. Melawan Belanda, Inggris tampil beda. Mereka lebih atraktif dan efisien dalam membangun serangan. Yaaa, setidaknya lebih bisa dinikmati lah ya. Tercatat, Inggris telah melepaskan sembilan tembakan yang mana lima diantaranya tepat sasaran. Itu jadi jumlah tertinggi yang pernah dilakukan Inggris selama Euro 2024.
Biasanya sih cuma dua atau tiga tembakan yang menyasar gawang lawan. Sisanya, ada yang diblok lawan, ada juga yang terbang menyapa penonton di tribun. Kabarnya, adaptasi permainan dan pemilihan formasi jadi faktor utama Inggris bisa memenangkan duel ini.
Mengganti formasi dari 4-3-3 ke 3-4-2-1 membuat Inggris lebih mudah mengubah-ubah bentuk permainan. Seusai laga, Southgate mengaku bahwa pertandingan melawan Belanda merupakan laga yang rumit. Inggris terus dipaksa mengubah cara bertahan dan beradaptasi dengan pola permainan lawan. Untungnya pemain Inggris memiliki stamina dan tingkat konsentrasi yang bagus untuk tetap selangkah lebih maju dari Belanda.
Southgate Mastermind
Selain itu, Gareth Southgate juga menunjukan kecerdasannya dalam mengelola tim. Keputusan-keputusannya di pinggir lapangan terlihat tepat dan bijaksana. Itu seakan mematahkan stigma yang menganggap dirinya sama sekali nggak ngerti sepakbola. Salah satu yang ketara adalah bagaimana Southgate memilih pemain.
Di pertandingan-pertandingan sebelumnya, Southgate dikritik soal bagaimana dirinya menyusun starting line up. Banyak yang kurang sreg karena ia menyimpan Cole Palmer dan Kobbie Mainoo di bangku cadangan. Padahal semua orang tahu bahwa Trent Alexander-Arnold tidak berfungsi dengan baik di lini tengah dan Inggris sedang membutuhkan pemain yang bisa menunjang kreativitas tim seperti Palmer.
Nah, kesalahan yang sama tidak dilakukan Southgate di laga melawan Belanda. Southgate berani menduetkan Declan Rice dengan Mainoo sejak menit awal demi meningkatkan stabilitas dan penguasaan bola di lini tengah. Keputusan ini pun membuahkan hasil. Menurut Fotmob, Inggris mengantongi 58% penguasaan bola atas De Oranje.
Tak berhenti di situ, keputusan Southgate menarik keluar Harry Kane dan Phil Foden yang mengalami kebuntuan di lini depan, menggantinya dengan Ollie Watkins dan Cole Palmer di menit 81 dinilai brilian. Kedua pemain yang masih segar itu bekerja sama dalam menciptakan gol kemenangan Inggris di penghujung laga.
Pengakuan Koeman
Gareth Southgate berhasil membaca situasi dengan tepat. Di saat konsentrasi dan stamina lini pertahanan Belanda mulai menurun, Southgate memasukan Watkins. Pemain yang memiliki etos kerja tinggi itu menang adu lari dengan Stefan De Vrij. Dan di situlah gerakan khas seorang penyerang muncul. Kontrol, putar badan, and boom!
Lucunya, hal itu diakui oleh pelatih Timnas Belanda, Ronald Koeman. Dikutip dari UEFA.com, menurutnya, laga dimulai dengan baik oleh Belanda. Mereka bahkan bisa unggul cepat melalui gol Xavi Simons. Tapi, di babak kedua konsentrasi tim mulai menurun. Kehilangan Memphis Depay jadi salah satu faktor.
Tanpa Depay, intensitas menyerang Belanda turun drastis. Apalagi penggantinya cuma Joey Veerman yang merupakan gelandang tengah. Dari sini, Koeman sudah kalah strategi dari Southgate. Mengurangi intensitas serangan saat skor masih 1-1 adalah ide yang buruk.
Selain itu, materi pemain di lini tengah juga jadi kendala bagi Koeman. Mantan pelatih Everton itu menyebut lini tengah Belanda kalah jumlah dan kalah kualitas dengan lini tengah Inggris. Perbedaan kualitas yang cukup signifikan membuat pemain-pemain macam Jude Bellingham dan Phil Foden sesekali bisa mengancam gawang Bart Verbruggen melalui sepakan luar kotak penalti.
Riwayat Buruk Belanda di Semifinal
Di luar permainan tadi malam, De Oranje ternyata memang punya riwayat buruk di babak semifinal Euro. Menurut sejarahnya, Belanda tercatat sudah enam kali masuk semifinal Euro. Hasilnya tak cukup bagus karena cuma menang sekali, yakni saat mengalahkan tuan rumah Jerman Barat 2-1 di edisi 1988.
Dalam edisi itu pula, Belanda akhirnya keluar sebagai juara kompetisi setelah mengalahkan Uni Soviet dengan skor 2-0. Sampai sekarang, trofi Euro 1988 jadi satu-satunya trofi Euro yang didapat oleh Tim Oranye.
Inggris Tantang Spanyol
Memulangkan Timnas Pusat membuat Inggris akan menantang Spanyol di partai puncak. La Roja diprediksi bakal jadi cobaan terberat Inggris di Euro kali ini. Bagaimana tidak? Timnya Lamine Yamal ini sedang on fire. Mereka mampu mempecundangi tim tuan rumah Jerman, dan memulangkan finalis Piala Dunia 2022, Prancis.
Ini bukan kali pertama kedua tim bertemu. Secara head to head, kedua tim ternyata saling sikut. Namun The Three Lions lebih unggul empat kemenangan ketimbang Spanyol. Dikutip dari situs Transfermarkt, Inggris telah memenangkan 14 pertandingan, sementara Spanyol baru menang 10 kali dalam 27 pertemuan.
Inggris juga tercatat lebih produktif daripada Spanyol. Dari 27 pertemuan, Inggris berhasil menjebol gawang La Roja sebanyak 49 gol. Sedangkan Spanyol baru bisa menjebol gawang Inggris sebanyak 34 kali. Gareth Southgate juga punya statistik cukup oke jika menghadapi Spanyol. Dari tiga pertemuan, ia baru kalah sekali.
Duel ini kemungkinan besar akan menjadi panggung bagi para pemain muda. Karena kedua tim sama-sama mengandalkan pemain muda. Di Spanyol ada Lamine Yamal dan Nico Williams. Jangan lupakan Dani Olmo yang berstatus sebagai top skor sementara Euro 2024. Inggris tentu akan kembali mengandalkan Jude Bellingham, Phil Foden, dan Kobbie Mainoo.
Beda Nasib Inggris dan Spanyol di Final
Walaupun begitu, fans Inggris tak boleh sombong dulu. Ini memang jadi final kedua secara beruntun bagi Timnas Inggris. Tapi Harry Kane cs punya riwayat buruk di laga final. The Three Lions akan datang ke Stadion Olimpiade Berlin dengan rasa sakit yang belum sembuh sempurna. Inggris kini dihantui kegagalan di final Euro edisi lalu.
Hal itu berbanding terbalik dengan Timnas Spanyol. Ini bakal menjadi final keempat Spanyol di ajang Euro. Di tiga edisi sebelumnya, yakni pada tahun 1964, 2008, dan 2012, La Roja yang masuk final selalu bisa memenangkannya. Dengan riwayat ini, Spanyol jelas diunggulkan dalam pertemuan 15 Juli mendatang.
Setali tiga uang, cenayang asal Inggris, Nicolas Aujula yang pernah meramalkan kedatangan pandemi Covid-19 dan protes Black Lives Matter juga menyebut Inggris tidak akan juara Euro kali ini. Dirinya bahkan terang-terangan mendukung Spanyol di laga final nanti. Dilihat dari track record ramalan Nicolas sih boleh juga ya, tapi Wallahualam.
Sumber: Al Jazeera, The Athletic, Squawka, Bola