Sanksi FIFA dan Suporter Ditembak Polisi! Kronologi Kisruh PSIS Semarang

spot_img

Bagi klub sepak bola, suporter hanya komoditi. Kirain kredo semacam itu cuma berlaku bagi klub-klub di Eropa yang, kebanyakan dari mereka sudah profitable. Namun ternyata klub-klub Indonesia juga terjangkiti penyakit serupa. Starting Eleven Story pernah membahas bagaimana Persib Bandung berkonflik dengan suporter sendiri.

Seakan-akan tidak belajar dari sana, belakangan ini cerita yang lebih kurang sama juga terjadi pada PSIS Semarang. Penurunan prestasi PSIS, yang justru dimanfaatkan oleh CEO menjadi kendaraan politik melahirkan protes dari kalangan suporter. Yang menyedihkan, protes itu justru dibalas dengan tindakan represif dari aparat.

Yang menyedihkan lainnya lagi, itu bukan satu-satu kisruh yang tengah terjadi di tubuh PSIS. Laskar Mahesa Jenar juga mendapat sanksi FIFA. Apa yang melatarbelakangi PSIS mendapat sanksi FIFA dan bagaimana kronologi kekisruhan lain yang terjadi, Starting Eleven Story akan mengulasnya secara mendalam.

Laporan Flavio Beck Junior

Baru-baru ini PSIS Semarang muncul di daftar FIFA Registration Ban List atau Daftar Larangan Registrasi FIFA. Daftar itu kebetulan sudah tidak bisa dilacak lagi. Soal kenapanya, nanti akan dijelaskan. Yang jadi pertanyaan, kenapa PSIS sampai mendapat larangan registrasi dari FIFA?

Selidik punya selidik, munculnya nama klub PSIS Semarang di daftar tersebut adalah buntut dari laporan mantan pemain mereka sendiri, Flavio Beck Junior. Pemain yang berseragam Laskar Mahesa Jenar pada musim 2021/22 tersebut menyeret nama mantan klubnya itu ke otoritas tertinggi di dunia sepak bola.

Mengutip laporan Detik, tidak jelas sengketa apa yang terjadi antara Flavio dan PSIS. Namun, berkaca pada kasus-kasus yang pernah menimpa klub-klub Indonesia, biasanya terkait penundaan pembayaran hak pemain. Suara Merdeka, media yang berbasis di Semarang, juga mengklaim demikian. Bahwa Flavio melaporkan PSIS ke FIFA karena klub tersebut diduga menunggak gajinya.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Flavio berseragam PSIS pada musim 2021/22. Namun, ia hanya memainkan 13 pertandingan, dan memutuskan pulang ke negara asalnya pada putaran kedua musim tersebut. Gugatan yang dilancarkan oleh Flavio lalu diproses otoritas sepak bola dunia itu. Setelah memprosesnya, FIFA mengabulkan gugatan Flavio.

PSIS Semarang pun dikenai sanksi. Laskar Mahesa Jenar dilarang melakukan aktivitas transfer pada putaran kedua musim 2024/25. Sanksi ini berlaku mulai Kamis, 19 Desember 2024 lalu. Demikian menurut laporan Suara Merdeka. Sanksi bagi tim yang masih menjalani musim buruk di kompetisi domestik tentu saja menjadi pukulan telak.

FIFA Langsung Mencabut Sanksi Itu

Tidak hanya berdampak pada aktivitas transfer, sanksi ini juga membuat PSIS mesti menghadapi tantangan berat di sisa musim. Sebab mereka tak bisa memperkuat timnya. Jelas sanksi ini langsung membuat manajemen PSIS Semarang bergegas mengambil tindakan.

CEO PSIS Semarang, Alamsyah Satyanegara Sukawijaya atau orang mengenalnya Yoyok Sukawi mengatakan, pihaknya segera berkomunikasi dengan pihak-pihak yang terlibat dalam keputusan sanksi ini. PSIS juga mengutus kuasa hukum untuk menyelesaikan sengketa dengan Flavio.

“Pengacara kami di FIFA dan pengacara Flavio sudah saling berkomunikasi. Insya Allah minggu depan beres,” kata Yoyok pada 19 Desember 2024.

Gusti Allah mengabulkan harapan manajemen PSIS. Belum genap seminggu sejak sanksi dikeluarkan, FIFA mencabutnya. Persis menjelang Natal pada 25 Desember lalu. PSIS berhasil mengurus segala bentuk administrasi, termasuk memenuhi kewajiban pada Flavio. Akhirnya mereka kembali diizinkan untuk melakukan registrasi pemain di bursa transfer paruh musim ini.

Nama PSIS Semarang dalam daftar sanksi FIFA sudah dicabut. Namun, masih ada beberapa klub Indonesia yang ada di daftar, seperti Persiwa Wamena, SADA Sumut FC, Kalteng Putra, dan PSS Sleman. Soal apa sanksi dari klub-klub itu mungkin bisa dibahas di lain waktu.

Kekecewaan Suporter

Di saat yang sama ketika PSIS diseret ke FIFA oleh Flavio, kemarahan para suporter tengah mendidih. Para suporter muak dengan PSIS Semarang yang mengalami penurunan prestasi sangat drastis. Sudah lebih dari dua dekade Laskar Mahesa Jenar tak mendapat trofi apa pun.

Yang bikin tambah ironis, PSIS yang sedang terpuruk itu malah menjadi kendaraan politik sang CEO. Yoyok Sukawi maju di kontestasi Pilkada Kota Semarang 2024, mencalonkan diri sebagai walikota. Namun, Yoyok kalah perolehan suara dari politikus PDIP, Agustina Wilujeng Pramestuti.

Balik lagi ke suporter PSIS. Kekecewaan yang teramat dalam pada klub kesayangan membuat para suporter memboikot laga kandang PSIS. Salah satunya saat Laskar Mahesa Jenar menjamu Bali United pada 11 Desember 2024 lalu. Di laga tersebut, dua kelompok suporter PSIS: Snex dan Panser Biru kompak tidak hadir di Jatidiri sebagai bentuk protes kepada manajemen.

Namun manajemen PSIS seakan tak punya kuping. Walau laga diboikot suporter, mereka tetap bergeming. Di situlah kemarahan suporter kembali memuncak. Enak saja, dapat uang dari suporter tapi ketika diprotes, suporter tak didengar.

Jadilah pada laga melawan Malut United, 22 Desember lalu, tribun utara dan selatan Jatidiri yang biasanya diisi kelompok suporter PSIS, kosong melompong. Kabarnya di laga tersebut, stadion yang berkapasitas 24 ribu penonton itu dihadiri kurang dari dua ribu pasang mata.

Protes Berujung Represi Aparat

Walau di dalam stadion kosong, di luar stadion para suporter PSIS Semarang terus melakukan protes dan menyanyikan yel-yel. Mereka menuntut agar hak-hak para pemain, pelatih, dan mantan pemain PSIS seperti gaji dan bonus segera dibayarkan. Suporter juga menuntut tim yang gagal finis di empat besar Liga 1 tersebut segera berbenah.

Para suporter juga menuntut agar Yoyok Sukawi yang dinilai sekadar dompleng nama PSIS untuk kontestasi politik, secepatnya mundur. Ada pula tuduhan bahwa manajemen klub mengintervensi keputusan pelatih, khususnya dalam memilih pemain. Suporter menilai itu menghambat profesionalisme tim.

PSIS juga dianggap tidak transparan dan tidak responsif terhadap aspirasi yang berasal dari suporter. Skema distribusi tiket yang diubah oleh manajemen juga disinyalir malah memecah belah internal organisasi suporter PSIS Semarang, dan terindikasi untuk menjauhkan peran suporter dalam tubuh PSIS Semarang. Singkatnya, seperti kalimat pertama: suporter cuma dianggap komoditi saja.

Namun alih-alih mendapat respons dari manajemen, aksi protes suporter PSIS ini justru kena represi aparat. Mengutip laporan Pandit Football, tak lama aksi digelar, polisi dengan cepat menembakkan gas air mata dan water canon ke massa aksi, yang akhirnya mengakibatkan korban berjatuhan. Bahkan diduga ada polisi yang menembakkan peluru karet pada dua suporter.

Dua korban itu lantas dilarikan ke Rumah Sakit Roemani Semarang dengan tim ambulans Panser Biru, dari kelompok suporter. “Seorang korban pingsan, dan korban lainnya mengalami luka di bagian tangan sebelah kiri,” kata Maul, suporter PSIS Semarang kepada Pandit Football.

Itu yang terdata oleh tim medis Panser Biru. Sementara mengutip laporan Pandit Football, ada ratusan korban yang dievakuasi menggunakan sepeda motor. Kebanyakan dari mereka menderita gejala akibat gas air mata, seperti asma, pingsan, dan sesak nafas.

Sampai dengan naskah ini ditulis, Starting Eleven Story belum mendapatkan update informasi terbaru dari kejadian itu. Hanya saja, saat ditulisnya naskah ini, ribuan suporter PSIS kabarnya akan kembali menggelar aksi.

Kali ini akan digelar di depan Polda Jateng. Aksi tersebut juga ditambah tuntutannya. Suporter tidak hanya mengajukan tuntutan pada PSIS, tapi juga memprotes pendekatan berbasis kekerasan yang dilakukan aparat terhadap massa aksi.

Sumber: Detikcom, SuaraMerdeka, Bolacom, PanditFootball, TribunJateng, Jawapos

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru