Layaknya series Netflix, transfer Kylian Mbappe akhirnya memasuki episode terakhir. Di final scene, kita disuguhkan dengan ending yang sangat plot twist. Ya, Mbappe justru memilih untuk bertahan di PSG ketimbang menghidupkan mimpinya untuk bermain di Real Madrid.
Apakah Mbappe sudah bisa dinyatakan pensiun dari perebutan juara Liga Champions? Hmmm… sepertinya belum. Klub seperti PSG pasti akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan trofi Si Kuping Besar. Seperti yang telah mereka lakukan untuk mempertahankan Mbappe.
Bahkan, menurut Presiden La Liga, Javier Tebas, penawaran PSG untuk mencegah kepindahan Mbappe sangat tidak masuk akal. Bahkan beberapa klausul dalam kontrak Mbappe bisa merusak citra sepakbola Eropa.
Namun, fenomena ini bukan kali pertama PSG merendahkan martabat sepakbola di mata dunia. Berikut beberapa hal yang membuktikan kalau PSG telah merusak citra sepakbola Eropa.
Daftar Isi
Fakta Bahwa PSG Itu Milik Qatar
Tak bisa dipungkiri, sejak PSG diakuisisi Qatar Sport Investment pada 2011, mereka jadi salah satu klub sepakbola terkaya di dunia. PSG dimiliki kelompok investasi asal Timur Tengah, Qatar Investment Authority (QIA). Otoritas investasi negara kaya minyak itu pun menunjukkan keseriusan untuk merambah dunia sepakbola sebagai lahan investasinya.
Untuk mengelola PSG, maka QIA membentuk Qatar Sports Investments (QSI) dan menunjuk Nasser Al-Khelaifi sebagai presiden klub. PSG sendiri merupakan produk penggabungan dari uang dan sebuah klub lokal yang telah berdiri sejak tahun 70-an. Sebelum itu, mereka hanya klub sepakbola biasa.
QSI sendiri didirikan oleh Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, yang mana ia merupakan seorang Emir Qatar. Ia sekaligus menjadi Panglima Angkatan Bersenjata dan penjamin konstitusi. Ini adalah posisi paling kuat di Qatar.
Selama ini, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani telah menggunakan uang minyak negara untuk menyokong keuangan PSG melalui QSI, dan perusahaan milik negara lainnya seperti Qatar Tourism Authority dan Qatar National Bank. Oleh karena itu, PSG ini bisa dibilang sebagai klub plat merah atau klub sepakbola milik negara.
Tentu hal semacam ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai sepakbola. PSG yang dimiliki oleh suatu negara memberikan kesan bahwa, PSG pasti akan selalu mendukung kebijakan Qatar entah itu baik atau buruk.
Padahal menurut Fox Sport, Qatar ini memiliki hubungan diplomatik yang cukup buruk dengan negara tetangganya seperti Arab Saudi dan Uni Emirates Arab, lantaran Qatar terindikasi menjadi pendana bagi kelompok-kelompok ekstrimis.
PSG Jadi Klub yang Dibenci
Di tengah kelesuan bursa transfer liga-liga Eropa menjelang dimulainya musim 2012/13, Paris Saint-Germain dengan congkaknya justru melakukan gebrakan transfer yang melibatkan dana puluhan juta euro.
Mereka mendatangkan pemain-pemain kaliber Ezequiel Lavezzi dari Napoli, Marco Verratti dari Pescara, bahkan hingga duo Milan, Thiago Silva dan Zlatan Ibrahimovic. Total, PSG mengucurkan dana tak kurang dari 100 juta euro atau sekitar Rp1,5 triliun untuk mendatangkan empat bintang Serie A tersebut.
Geliat PSG seperti sebuah ironi. Lantaran Eropa sedang dilanda kegelisahan karena nilai kurs mata uang yang terus menurun. Perekonomian memburuk di Yunani, Spanyol, dan Italia sehingga berimbas pada klub-klub sepakbola.
Sontak penggemar klub yang sedang kesusahan dana seperti Lyon atau Marsielle, geram dengan apa yang dilakukan PSG. Terlebih, dengan anggaran yang tidak merata ini menyebabkan penggemar sepak bola di Prancis sangat tidak menyukai PSG.
Sebelum menjadi klub kaya, PSG setara dengan klub-klub lainnya yang tidak memiliki banyak uang. Namun, setelah uang minyak datang, mereka telah menempatkan PSG di dimensi lain sepakbola. PSG menjadi klub kaya yang sombong.
Merusak Harga Pasar Pemain
PSG juga melanggar nilai-nilai sepakbola yang menjunjung tinggi bahwa sepakbola merupakan olahraga yang merakyat, dengan merusak harga pasar pemain. Hal itu terjadi ketika mereka mendatangkan Neymar dari Barcelona pada 2017.
Les Parisiens mengaktifkan klausul pembelian Neymar yang mencapai 222 juta euro atau setara Rp3,4 triliun. Bahkan angka itu dua kali lipat dari pemain termahal sebelumnya, Paul Pogba yang didatangkan United dari Juventus pada tahun 2016.
Tak cukup dengan satu pemain, PSG mendatangkan Kylian Mbappe dari AS Monaco dengan harga yang juga tak kalah tinggi. Ia didatangkan sebagai pemain pinjaman dan dipermanenkan semusim berikutnya, dengan biaya sekitar 145 juta euro atau setara Rp2,2 triliun.
Neymar dan Mbappe memanglah pemain hebat. Namun, dengan harga segitu merusak harga pasar dan hal itu akan menimbulkan sepakbola yang tidak sehat.
Pembelian gila itu pun menimbulkan efek domino bagi sepakbola Eropa. Harga pemain pun semakin melonjak tinggi sehingga membuat klub-klub lain tak sungkan untuk membanderol pemainnya dengan harga yang tak masuk akal.
Contohnya saja, Barca dipaksa untuk menembus pemain berusia 20 tahun yang belum teruji dengan harga 105 juta euro atau sekitar Rp1,6 triliun dari Dortmund, dan Aston Villa yang berani memasang harga 100 juta euro lebih hanya untuk seorang Jack Grealish.
Mengakali FFP
PSG yang mengeluarkan dana sangat besar untuk mendatangkan Neymar, memancing kecurigaan dari Football Leaks. Website yang biasa membongkar sisi gelap sepakbola itu menduga, PSG telah melanggar Financial Fair Play.
Seperti kita ketahui, aturan FFP dibuat dengan tujuan bukan untuk mencekik klub secara finansial. Melainkan sebagai pengendali keuangan yang lebih sehat dan sepakbola Eropa yang lebih kompetitif.
Setiap kesebelasan di Eropa tidak boleh membelanjakan lebih dari yang mereka hasilkan di musim tersebut, dan investor eksternal hanya boleh menanggung defisit sebesar 30 juta euro (Rp460 miliar) per tahun.
Namun, PSG dengan lihainya mengakali peraturan yang sudah ditetapkan oleh UEFA tersebut. FIFA menetapkan bahwa defisit PSG masih menunjukan angka aman, meski telah ditemukan bahwa saat itu PSG mengalami kerugian 218 juta euro (Rp3,4 triliun).
Football Leaks, sebagaimana dikutip media Jerman, Deutsche Welle, menduga QSI telah melakukan transaksi kotor dengan menyuntikkan dana sekitar 1,8 miliar euro (Rp28 triliun) ke kas PSG. Dengan dana segitu, PSG menggelembungkan dana sponsor guna menutupi kerugian klub.
Bahkan, dilansir dari Bleacherreport, Dokumen yang dikeluarkan Football Leaks mengungkapkan bahwa Presiden FIFA, Infantino juga terlibat dalam lolosnya PSG dari sanksi FFP.
Infantino sempat mengadakan pertemuan rahasia dengan para petinggi PSG. Ia memberikan rincian rahasia untuk mengakali proses audit, sehingga pada saat audit dilakukan, PSG bisa terhindar dari sanksi FFP.
Kontrak Mbappe yang Tak Masuk Akal
Dosa teranyar PSG adalah ketika mereka mempertahankan Kylian Mbappe. Kabarnya, dalam rincian kontrak Mbappe, ia akan mendapat 300 juta euro hanya untuk bonus penandatanganan. Lalu ia juga akan mendapat gaji sebesar 100 juta euro per tahun.
✍️ Kylian Mbappé signing a new 3-year contract at PSG:
👉 €300M signing bonus
👉 €100M a year salary AFTER tax
👉 He will help decide the coach.
👉 He will have a say on the sporting director.
👉 He can approve signings and sales🤯🤯🤯🤯 pic.twitter.com/i6EW5R4ywO
— Football Tweet ⚽ (@Football__Tweet) May 21, 2022
Selain itu, Mbappe juga akan mendapat hak istimewa seperti, memilih siapa pelatih PSG selanjutnya, memiliki suara terhadap direktur olahraga, dan berpengaruh dalam memilih siapa saja pemain yang boleh masuk dan keluar dari PSG.
Fenomena ini menunjukkan bahwa sepakbola sudah tak ada artinya dimata PSG. Mereka hanya memikirkan tentang uang dan menyelamatkan wajah sang tuan rumah Piala Dunia 2022 di kancah Eropa. PSG bahkan rela menurunkan harga diri mereka hanya untuk mempertahankan satu pemain. Kylian Mbappe.
https://youtu.be/0CsnS_GBCKE
Sumber: Bleacherreport, Panditfoorball, Deutsche Welle, Foxsport, Goal