Pertandingan antara Manchester United menghadapi Brighton and Wove Albion pada pekan ketiga Premier League musim lalu berjalan sengit. Neal Maupay dan kawan-kawan sanggup merepotkan Tim Setan Merah. Bahkan skuad asuhan Ole Gunnar Solskjaer nyaris gagal memetik kemenangan dalam lagi tersebut.
Namun, untungnya skuad Setan Merah mendapat belas kasihan dari VAR (Video Assistant Referee). Pada menit ke-90+7 menit, Manchester United nyaris membuat Brighton malu dikandangnya sendiri. Sayang, sundulan Harry Maguire berhasil dihalau pemain Brighton and Wove Albion. Dan peluang itu adalah peluang terakhir sebelum akhirnya wasit meniup peluit panjang.
Boleh jadi karena tidak terima dengan keputusan wasit, pemain MU protes dan meminta pemutaran VAR. Meski pada waktu itu wasit sudah meniup peluit panjang. Well, pada akhirnya wasit pun mengabulkan permintaan itu. Dan sungguh mujur nasib The Reds Devils, lewat tayangan ulang VAR wasit pun memutuskan MU mendapat hadiah penalti karena Maupay yang menghalau sundulan Maguire dianggap melakukan hand ball.
Bruno Fernandes yang dipercaya menjadi eksekutor tak menyia-nyiakan penalti tersebut dan sukses mengonversinya menjadi gol. Berkat penalti di menit ke-90+10 menit itu, Manchester United berhasil memenangkan pertandingan dengan skor 3-2. Lain ceritanya dengan Liverpool. VAR seolah hampir tidak pernah berpihak pada The Reds.
Buktinya, di musim lalu, The Reds menjadi tim yang lumayan dirugikan dengan adanya VAR. Seperti saat Liverpool dikalahkan Chelsea 0-1. Pada pertandingan yang berat itu, Liverpool sejatinya berpeluang mendapatkan hadiah penalti. Operan Roberto Firmino mengenai lengan N’Golo Kante. Namun VAR tidak menyatakan itu sebagai pelanggaran.
Tim jagoanmu diuntungkan atau dirugikan oleh VAR? pic.twitter.com/YIr0mFXjRq
— PanditFootball.com (@panditfootball) February 5, 2020
Benar sekali, disamping lawan yang tengah dihadapi, VAR memang menjelma sebagai musuh kedua bagi tim-tim di Premier League musim lalu. Tak kurang dari 20 gol dianulir setelah wasit melihat VAR. Keputusan-keputusan sang pengadil di lapangan pun kerap menimbulkan kontroversi gara-gara VAR ini.
Barangkali lantaran hal tersebut, Direktur Manajemen Professional Game Match Official Limited (PGMOL) sekaligus kepala wasit Premier League, Mike Rilay menginisiasi untuk mengubah aturan VAR. Terobosan itupun disambut semua pihak dengan suka cita. Kabarnya perubahan peraturan VAR Liga Inggris akan diberlakukan di musim depan. Apa saja perubahan tersebut?
Meminimalisir Penalti
Gelaran Premier League musim lalu telah berhasil mencetak rekor sebagai musim yang paling banyak menghasilkan penalti. Jumlahnya mencapai 125 penalti dan 29 di antaranya datang dari tayangan VAR. Jumlah ini jauh lebih banyak daripada musim 2019/20 yang hanya 92 penalti, dan musim 2018/19 yang hanya ada 103 penalti.
Hal yang membuat penalti di Liga Inggris musim lalu banyak adalah karena keputusan wasit diambil setelah melihat tayangan VAR. Musim lalu, walaupun kontak antar pemain di kotak penalti minim, tetap bisa ketahuan lewat VAR dan berbuah penalti. Nah, aturan semacam itulah yang akan berubah pada gelaran Premier League musim depan.
The Premier League are set to change VAR rules for the new season, meaning players will no longer win ‘soft penalties’ for minimum contact. pic.twitter.com/DaV7ftplDV
— Paddy Power (@paddypower) August 3, 2021
Pada peraturan VAR yang baru pelanggaran tidak hanya dilihat dari kontak fisik. Pada peraturan VAR Liga Inggris musim depan, wasit harus mempertimbangkan konsekuensi dan motivasi pemain. Itu artinya, kalau yang terjadi di kotak penalti hanyalah kontak minimal, wasit tidak bisa memutuskan langsung penalti kendati terlihat pada tayangan VAR.
Wasit harus memperhatikan apa yang terjadi usai adanya kontak fisik di kotak penalti. Jika karena kontak tersebut membuat pemain terjatuh, njungkel, dan bahkan cidera, bisa diputuskan penalti. Namun wasit Premier League musim depan juga harus bisa mengindikasi apakah sang pemain memanfaatkan kontak itu dan terjatuh atau sekadar “mencari posisi untuk jatuh”.
Apabila pemain sengaja memanfaatkan kontak itu, tidak bisa diputuskan begitu saja sebagai penalti. Dan jalannya pertandingan tidak bisa dihentikan oleh wasit. Maka peristiwa Raheem Sterling yang dianggap dijatuhkan Maehle di semifinal Euro 2020 saat England menghadapi Denmark tidak bakalan terulang kembali.
Meminimalisir Offside
Aturan baru VAR Liga Inggris ini bukan hanya meminimalisir terjadinya penalti, tapi juga offside. Kita tahu, di musim sebelumnya VAR berperan penting untuk menganulir 32 gol lewat offside. Misalnya, saat Jordan Henderson gagal mencetak gol kemenangan Liverpool usai rekan setimnya, Sadio Mane dianggap telah masuk posisi offside hanya karena sikunya melebihi garis pada VAR. Lalu, upaya Patrick Bamford yang gagal menjebol gawang Crystal Palace lantaran terperangkap offside.
Peraturan VAR yang baru ini akan menguntungkan tim yang sedang menyerang. Pasalnya, kita tidak akan lagi melihat offside yang tipis-tipis, misalnya seujung kuku, siku, atau hidung pemain yang melewati garis. Garis pada tayangan VAR akan dibuat lebih jelas sehingga tak membuat penonton bingung.
Ketika di garis terdapat dua pemain yang berjajar dan kemungkinan offside-nya sedikit, ya kira-kira beberapa milimeter saja, maka itu akan dihitung onside. VAR tidak akan lagi menampilkan penarikan garis offside. Nanti penonton hanya akan disuguhkan hasilnya saja. Mudahnya, nanti bakalan seperti tayangan Euro 2020 kemarin.
Ketika di garis offside 2 pemain terlihat sejajar (yang offside-nya mungkin beberapa milimeter aja), maka situasi itu akan diputuskan menjadi ONSIDE.
Jadi, offside harus jelas banget situasinya. Tipis-tipis banget sampai kita nggak tau di mana offside-nya itu udah nggak berlaku. pic.twitter.com/gzwvUrjfcg
— The Flanker (@theflankerID) August 3, 2021
Perubahan Peraturan Hand Ball
Peraturan VAR Premier League di musim depan juga menyasar ke soal hand ball. Pertama, jika dalam situasi membangun serangan atau build-up, hand ball akan dihitung apabila secara langsung menciptakan peluang atau bahkan membuahkan gol. Namun bila itu bukan secara langsung menciptakan peluang atau dengan kata lain ada beberapa aksi sebelum akhirnya gol, maka tidak dihitung hand ball. Peraturan itu berbeda dengan sebelumnya.
So this ISNT a hand ball ?! #var #lcfc #leicester #leicestercity pic.twitter.com/4V6D779X0c
— Leicester Fan Tv (@LeicesterFanTV) February 22, 2020
Namun peraturan ini masih abu-abu alias bisa saja menghasilkan kontroversi. Apalagi wasit acap kali enggan mengesahkan hand ball apabila tangan pemain berada di posisi natural. Maksudnya, pemain tidak membesarkan bentuk tubuhnya dengan melebarkan tangan. Jika gerakan pemain dianggap “tidak wajar”, wasit bisa memutuskan itu hand ball.
Lain lagi andai pemain dalam posisi sulit, umpamanya ketika terjatuh. Kalau pemain menggerakkan tubuhnya, terutama tangan dengan sengaja atau dengan kata lain bukan akibat dari efek terjatuh, akan dinyatakan hand ball. Namun, hal itu masih belum pasti, karena semua balik lagi ke subjektivitas seorang pengadil di lapangan.
Terlepas dari segala kontroversinya, VAR memang terbukti bisa membantu wasit untuk memutuskan perkara-perkara yang krusial, apalagi di laga-laga penting. Ajang Euro 2020 kemarin dianggap lebih baik ketimbang Premier League karena aturan VAR yang lebih fair. Lantas, apakah dengan berubahnya aturan VAR di Liga Inggris musim depan bakalan lebih fair?
Sumber referensi: espn.com, givemesport.com, detik.com