Pemain Berbakat Era Luis Milla yang Bisa Dipanggil Patrick Kluivert ke Timnas Indonesia

spot_img

Delapan tahun lalu, PSSI menunjuk Luis Milla sebagai pelatih Timnas Indonesia. Namun, Milla hanya sebentar melatih. Walau sebentar, ada sejumlah pemain yang berhasil ia poles dan beri kesempatan di Timnas Indonesia. Sayangnya, pemain-pemain itu tak lagi diperhatikan di era Shin Tae-yong.

Kebanyakan dari mereka tidak kapabel dengan taktik yang diusung pelatih asal Korea Selatan. Namun kini, ketika pelatih asal Eropa kembali ditunjuk, para pemain era Luis Milla punya peluang untuk dipanggil lagi. Strategi Patrick Kluivert tak jauh berbeda dari Luis Milla.

Mengedepankan penguasaan bola dan strategi menyerang, membuat beberapa pemain era Milla bisa saja nyetel di tangan Kluivert. Lantas, siapa saja pemain berbakat era Luis Milla yang bisa dipanggil lagi ke Timnas Indonesia?

Septian David Maulana

Nama pertama adalah Septian David Maulana. Pemain yang mengawali karier dari SSB Bhaladika di Semarang ini, pertama kali terlacak bakatnya oleh Yeyen Tumena saat melakukan seleksi untuk tim SAD yang akan dikirim ke Uruguay. 

Tapi namanya baru mulai jadi perhatian publik kala bergabung ke Timnas Indonesia U-19 asuhan Indra Sjafri. Setelah dari sana, ia bergabung ke Mitra Kukar pada 2015. Di klub berjuluk Naga Mekes ini karier Septian makin cemerlang.

Pada 2017, ia dilirik Luis Milla untuk memperkuat Timnas Indonesia U-22 di ajang SEA Games. Kepercayaan Milla ia bayar lunas. Milla dibuat kesengsem dengan kemampuannya. Apalagi setelah posisinya digeser dari gelandang sayap ke gelandang serang.

Pemain berpostur 174 cm ini cakap mengatur tempo serangan dan punya akselerasi bola yang bagus. Ia pun jadi andalan Luis Milla. Salah satunya ketika Indonesia meraih medali perunggu SEA Games 2017.

Kini Septian David berseragam PSIS, klub yang dibelanya sejak 2019. Kesetiaannya pada Laskar Mahesa Jenar diganjar ban kapten. Musim ini ia masih jadi andalan dengan catatan 16 kaps dan mencetak 3 gol serta 2 asis di Liga 1. Catatan yang tentu menggiurkan bagi Patrick Kluivert.

Hanif Sjahbandi

Hanif Sjahbandi menghuni Skuad Garuda di era Luis Milla. Namun, petualangannya di timnas sebenarnya dimulai bukan di era Milla. Hanif pernah dipanggil Timnas U-19 di Piala AFF U-19 2014 di Vietnam. Siapa pelatihnya waktu itu? Ada yang ingat? Bukan, bukan Indra Sjafri. Melainkan Eduard Tjong.

Saat itu, Timnas U-19 menyapu bersih laga di fase grup dengan kekalahan. Hanif tidak bermain sepanjang turnamen. Namun kemudian sering dipanggil ke timnas kelompok umur. Sebelum Luis Milla datang, Hanif sudah memperkuat Timnas U-23. Waktu itu pelatihnya masih Indra Sjafri.

Ketika tapuk kepelatihan beralih ke Luis Milla, Hanif masih dipertahankan. Malahan, Hanif diberi kesempatan untuk membela tim senior, juga di era Luis Milla. Debutnya di tim senior terjadi pada laga persahabatan melawan Myanmar pada 21 Maret 2017, dan ini juga debut Milla di Timnas Indonesia. Hanif sendiri tipikal gelandang bertahan pekerja keras.

Dulu, ia tahu untuk masuk timnas peluangnya kecil. Tapi lewat dorongan dari Luis Milla, Hanif bisa melampaui batas. Dan itu membuat penampilannya kian matang. Terbukti Hanif dua kali meraih gelar Piala Presiden saat berseragam Arema.

Di Timnas U-23, Hanif meraih gelar Piala AFF U-23. Pengalaman ini menjadi daya tawar Hanif buat dilirik Patrick Kluivert. Apalagi musim ini, Hanif masih kerap jadi andalan di Persija.

Stefano Jantje Lilipaly

Nama berikutnya sering kamu dengar. Tiada lain dia adalah Stefano Jantje Lilipaly. Hampir setiap kali Timnas Indonesia merilis daftar skuad yang dipanggil, nama Lilipaly selalu muncul. Bukan, bukan karena namanya dipanggil, melainkan justru sebaliknya. Sebab memang, secara kemampuan, Lilipaly layak dipanggil ke tim nasional.

Di tangan Luis Milla, Fano adalah pemain timnas yang sangat cemerlang. Salah satu panggung terbaiknya adalah di Asian Games 2018. Fano membuat jarak antara lini tengah dan lini depan timnas hidup. Milla waktu itu memakai formasi 4-2-3-1, dan Fano mengisi pos gelandang serang atau second striker. Tugasnya jadi penghubung lini tengah dan depan.

Fano yang punya mobilitas tinggi juga ikut menekan lawan. Selain itu, ia juga seorang poacher. Lolosnya tim asuhan Milla ke babak 16 besar pun tak lepas dari sumbangsihnya. Tahun ini, Fano memang sudah berusia 35 tahun, tapi tenaganya seolah belum habis. Di Borneo, pemain kelahiran Arnheim, Belanda, ini masih menjadi andalan.

Setidaknya 19 kaps ia catatkan di Liga 1 musim ini. Dari sana 4 gol dan 4 asis tercipta. Kluivert ingin memberi peluang buat pemain yang punya menit bermain banyak di liga, dan Fano rasanya cocok untuk itu. Daripada mencari pemain keturunan yang belum pasti untuk lini serang, Fano bisa jadi alternatif.

Saddil Ramdani

Sama seperti Fano, Saddil Ramdani sering kamu dengar namanya. Dan memang, Saddil masih layak membela Timnas Indonesia. Ia mungkin tidak dipakai oleh STY, tapi di era Kluivert, Saddil punya peluang. Apalagi Saddil pengalaman dengan taktik penguasaan bola. Di Timnas Indonesia saja, orang yang memberinya debut adalah Luis Milla.

Milla menempanya menjadi pemain sayap yang tangguh, eksplosif, dan ahli melewati lawan. Saddil pun akhirnya dijuluki pemain yang memiliki “gocekan pecel lele” oleh Valentino Simanjuntak. Karena kemampuan itu Saddil bahkan sudah merengkuh kesuksesan di usia muda.

Bau harum pemain kelahiran Raha ini bahkan sampai ke Malaysia. Ya, Saddil salah satu pemain abroad yang sukses. Selama berseragam Sabah FA, Saddil sering dimainkan. Musim ini, Saddil bahkan sudah bermain 10 laga di Liga Malaysia.

Ia mencetak setidaknya tiga gol. Oh ya, selain punya gocekan pecel lele, Saddil ini memiliki akurasi tendangan yang bagus. Kaki kirinya racun mematikan. Beberapa kali ia juga mengambil tendangan bebas.

Nah, Patrick Kluivert kan kabarnya mau pakai skema 4-3-3 tuh. Saddil bisa mengisi posisi sayap. Ia tidak cuma menawarkan pergerakan melebar, tapi juga menusuk ke dalam. Saddil akan menjadikan sektor half space taman bermainnya. Ngeri tuh pasti.

Rezaldi Hehanussa dan Febri Hariyadi

Terakhir, biar nggak kepanjangan, mimin jadikan satu saja. Kedua pemain ini: Rezaldi Hehanussa dan Febri Hariyadi adalah pemain yang berhasil diorbitkan Luis Milla. Saat menukangi Timnas Indonesia dari tahun 2017 hingga 2018, Milla mempromosikan pemain U-23 ke tim senior. Salah satu yang dipromosikan itu adalah Febri Hariyadi.

Di era Milla, Febri sering diturunkan di tim senior. Sejak ditangani Milla itu pula Febri mengalami peningkatan. Febri dijadikan pemain sayap yang tugasnya menciptakan ruang. Tugas itu berhasil ia emban dengan cukup baik. Malahan perannya hampir tak tergantikan di era Luis Milla.

Di mata Milla, Febri juga bisa menjadi sosok penyeimbang tim. Kemampuan ini bisa dimanfaatkan Kluivert dalam skema 4-3-3 atau 4-2-3-1. Selain Febri, ada juga Rezaldi Hehanussa. Bedanya Rezaldi berposisi sebagai bek sayap. Di tangan Luis Milla, pemain yang dipanggil Bule itu bermain sangat bagus, terutama di ajang Asian Games 2018 lalu.

Sebagai bek sayap, determinasinya menawan. Di turnamen itu, beberapa kali overlap yang dilakukan Rezaldi berhasil membuahkan gol. Coba bayangkan ia ditaruh di bek kiri dalam skema 4-3-3 Patrick Kluivert. Rezaldi mungkin tak ubahnya Andrew Robertson di Liverpool.

Baik Bule maupun Febri sebenarnya bisa mendukung skema ofensif Patrick Kluivert. Hanya saja, kedua pemain ini sedang mengalami cedera. Barangkali agak sulit untuk dipanggil lagi ke Timnas Indonesia. Jadi football lovers, dari nama-nama tadi siapa yang menurut kamu akan diberi kesempatan oleh Mang Patrick?

https://youtu.be/l1u3zvOpV6k

Sumber: Merdeka, Bolanet, Bolacom, Tribun, Bolacom, StartingEleven

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru