Ketika ditanya apa ambisi Barcelona di Liga Champions? Xavi Hernandez merespons realistis. Alih-alih mengincar juara, target yang dipasang Xavi hanya lolos grup. Realistis memang, tapi Xavi dinilai sebagai pelatih yang tak berambisi. Bagaimana tidak? Barcelona datang dengan status juara La Liga musim 2022/23.
Pada akhirnya, setelah dalam tiga edisi terakhir La Blaugrana selalu gagal dan harus turun kasta ke Europa League, mereka lolos ke babak 16 besar UCL. Namun, pencapaian ini justru bikin Xavi congkak. Ia langsung menyebut Barcelona sebagai tim yang berani dan bermental juara Liga Champions.
Barca kembali bertemu dengan Napoli di babak 16 besar. Bagi Barcelona, bertandang ke Estadio Diego Armando Maradona merupakan awal perjalanan yang terjal di fase gugur UCL musim ini. Namun, bagi sebagian penikmat sepakbola yang mengikuti kiprah dua klub ini, laga tersebut tak ubahnya pertemuan dua klub medioker. Mengapa demikian?
Daftar Isi
Hubungan Baik
Dalam perjalanannya, Napoli dan Barcelona memiliki hubungan baik sejak tahun 1984. Diego Armando Maradona jadi aktor di balik keterkaitan ini. Setelah ditebus dengan fee yang sampai memecahkan rekor transfer Napoli, legenda Argentina jadi sosok penting yang membantu klub bangkit dari keterpurukan.
Setelah dua musim membela Barcelona, Maradona meminta klub untuk membiarkannya pergi. Awalnya itu permintaan yang tak mudah untuk dikabulkan. La Blaugrana enggan kehilangan pemain yang dianugerahi bakat istimewa seperti Maradona. Mereka tak mau ada klub yang menjadi lebih kuat karena memiliki Maradona. Oleh karena itu, Si Tangan Tuhan meminta klub untuk melepasnya ke Napoli.
Maradona paham betul bahwa Barca tak menganggap klub Italia sebagai pesaing utama di kompetisi Eropa. Maradona merasa bahwa Napoli tak akan merepotkan mereka dalam beberapa tahun mendatang. Secara tidak langsung, ada andil Barca dalam kebangkitan Napoli. Jika Barca tak mengizinkan Maradona hengkang, mungkin cerita dongeng Maradona di Napoli tak akan pernah ada.
Rekor Buruk Napoli
Terlepas dari kesuksesan Maradona di Napoli, firasat Barcelona terbukti benar. Raksasa Spanyol itu baru bisa menghadapi Napoli di kompetisi Eropa pada tahun 2020, itu lebih dari dua dekade setelah Maradona pensiun.
Sama halnya dengan tahun ini, pertemuan pertama antara Napoli dan Barcelona terjadi di babak 16 besar Liga Champions musim 2019/20. Di leg pertama, Il Partenopei bertindak sebagai tim tuan rumah terlebih dahulu. Dalam dua kali pertemuan, Napoli gagal memenangkan satu pun duel. Leg pertama berakhir imbang 1-1 dan leg kedua dimenangkan Barca dengan skor 3-1.
Dua pertemuan lain terjadi di babak 16 besar Europa League musim 2021/22. Hasilnya sama, Barcelona masih terlalu perkasa bagi Napoli. Secara agregat, Barcelona yang kala itu sudah ditangani oleh Xavi Hernandez unggul dengan skor 5-3.
Margin tersebut sudah lebih dari cukup untuk membuat Napoli angkat koper dari Europa League. Dengan statistik ini, Napoli berarti belum pernah sekalipun menang ketika menghadapi Barcelona. Ini jadi modal yang buruk bagi skuad asuhan Walter Mazzarri menjelang babak 16 besar Liga Champions mendatang.
Kondisi Napoli Memprihatinkan
Meski begitu, Mazzarri bukan pelatih sembarangan. Pria berusia 62 tahun itu memiliki segudang pengalaman di Serie A. Klub-klub seperti Napoli, Cagliari, Sampdoria, hingga Inter Milan pernah merasakan service dari Mazzarri. Sayangnya, allenatore yang sempat menangani Watford ini memang minim prestasi.
Satu-satunya trofi yang pernah ia menangkan adalah Coppa Italia musim 2011/12 bersama Napoli. Riwayat baik tersebutlah yang membuat manajemen Napoli kembali menunjuk Mazzarri untuk menangani tim musim ini. Ia ditunjuk setelah pelatih sebelumnya, yakni Rudi Garcia dianggap gagal total menangani Napoli.
Alih-alih menjadi lebih baik, di tangan Mazzarri, Partenopei makin remuk redam. Dari 16 laga di seluruh kompetisi bersama sang pelatih, Napoli cuma memenangkan enam laga. Di bawah arahan Mazzarri, klub kebanggaan masyarakat Kota Naples justru menjalani hari-hari yang makin menyedihkan.
Terlebih di Liga Italia, sang juara bertahan terlunta-lunta di papan tengah. Ambisi Aurelio De Laurentiis untuk mempertahankan scudetto pun pupus. Bahkan untuk sekadar lolos ke kompetisi Eropa sudah jadi perkara sulit bagi Napoli.
Il Partenopei dianggap gagal melanjutkan pondasi yang sudah dibangun Luciano Spalletti. Itu ditandai dengan era baru yang tak disambut baik oleh fans. Mereka merasa pelatih yang dipilih tak memiliki kualitas yang sepadan untuk meneruskan tahta Spalletti. Rudi Garcia dan Walter Mazzarri justru tak bisa memaksimalkan pemain-pemain yang musim lalu jadi andalan.
Khvicha Kvaratskhelia dan Victor Osimhen misalnya. Mereka kehabisan bensin di musim ini. Mereka kehilangan gairah dan mental juara yang ditunjukkan musim lalu. Kurangnya daya ledak dari dua pemain ini berimbas pada performa yang buruk di liga dan biasa-biasa saja di Liga Champions musim ini.
Dari enam pertandingan di fase gugur, Napoli hanya mengantongi tiga kemenangan. Il Partenopei bahkan tak pernah menang kala menghadapi Real Madrid dan sekali ditahan imbang oleh wakil Jerman, Union Berlin. Sebagai juara Serie A, performa ini sangat mengecewakan. Mereka kalah dari Inter Milan yang tak terkalahkan di fase grup.
Barca Tak Jauh Berbeda
Lucunya, hal serupa juga dialami tim tamu. Barcelona juga sedang bermasalah dengan konsistensi. Goal bahkan sampai menulis artikel yang menyebut Barcelona salah satu yang terburuk di Eropa musim ini.
Dilihat dari klasemen La Liga sebetulnya masih ketolong. Barca masih berada di urutan ketiga. Namun, El Barca kerap kehilangan poin-poin penting ketika menghadapi tim yang notabene kualitasnya jauh di bawah mereka. Itu yang membuat Barca kini berjarak sepuluh poin dari Real Madrid di puncak klasemen.
Contohnya saja ketika Barca ditahan imbang Rayo Vallecano dan Granada, serta digampar 5-3 oleh Villarreal di markasnya sendiri. Dari tiga pertandingan ini, kita bisa menyimpulkan bahwa ada yang tak beres dari Barca. Hal ini tentu bukan sepenuhnya salah Xavi. Ada banyak faktor yang mempengaruhi penurunan performa Barca.
Salah satu yang paling ketara adalah di sektor pertahanan. Musim lalu, Barcelona mengakhiri musim 2022/23 dengan hanya kebobolan 20 gol saja. Sedangkan musim ini, hingga pekan ke-24 Barcelona sudah kebobolan 33 gol sama seperti Cadiz yang berada di zona degradasi.
Beberapa pemain kunci juga performanya merosot. Misalnya Robert Lewandowski yang musim lalu jadi andalan dalam urusan mencetak gol tiba-tiba seperti kehilangan jati diri. Musim lalu, Lewandowski tampil tajam dengan 33 gol di semua kompetisi. Selain itu, ia juga kerap menciptakan peluang untuk rekan-rekannya. Namun, musim ini Lewy baru mencetak 15 gol di semua kompetisi. Itu tak ada separuhnya dari musim lalu.
Jalannya Pertandingan
Meski lolos ke babak 16 besar Liga Champions dengan status juara Grup H, Barcelona tak begitu spesial di laga tandang. Dari tiga laga tandang yang sudah dimainkan, Barca hanya mampu menang sekali, yakni di kandang FC Porto. Statistik Barca kala tandang ke markas tim Italia juga tak kalah buruk.
Sebanyak 32 partai sudah dilakoni oleh Barcelona di Negeri Pizza tersebut. Dari jumlah itu, La Blaugrana hanya mampu meraih delapan kemenangan, 12 hasil imbang, dan 12 kekalahan. Situasi tersebut dinilai tidak menguntungkan bagi El Barca kala bertandang ke markas Italia nanti.
Sama-sama mengusung pola permainan 4-3-3, Napoli sedikit diunggulkan karena bermain di kandang. Walter Mazzarri pasti akan mengandalkan kekuatan individu dari setiap pemainnya di laga ini. Trio Victor Osimhen, Kvara, dan Matteo Politano bakal mengeksploitasi pertahanan Barca yang sedang buruk.
Selain itu, Napoli juga bisa memanfaatkan kondisi Barcelona yang tidak akan diperkuat oleh beberapa pemain andalannya. Joao Felix, Gavi, Ferran Torres, dan Alejandro Balde kabarnya bakal absen di laga ini. Dengan kondisi tersebut, Napoli diharapkan bisa menjaga martabat di hadapan publik sendiri. Walau harus tetap realistis, memberikan kemenangan perdana atas Barcelona pasti bakal jadi pelipur lara bagi publik Naples.
Sumber: UEFA, Goal, Sportsmole, 90min