MU dan Spurs: Pecundang Liga Inggris yang Menggila di Liga Eropa

spot_img

Crystal Palace datang ke Old Trafford berbekal hasil mengecewakan di pekan sebelumnya. Mereka kalah dari Brentford di rumah sendiri. Sementara Manchester United menyambut dengan kemenangan atas FCSB di Liga Eropa. Harusnya mengalahkan Crystal Palace bukan hal sulit. Tapi MU kembali ke khittah: mengecewakan.

MU menang 2-0 dari FSCB, tapi kalah 2-0 dari Palace. Di tempat lain, Tottenham Hotspur yang baru mengalahkan Elfsborg di Liga Eropa melanjutkan tren positif. Spurs mengalahkan Brentford 2-0. Memutus rekor tak pernah menang dalam tujuh pertandingan terakhir di Liga Inggris.

Walau hasil pertandingan berbeda, tapi MU dan Spurs masih sama-sama pecundang di Liga Inggris. Baik setan maupun ayam sayur masih nyangkruk dengan tim-tim seperti Everton, Wolves, maupun West Ham di papan bawah. Hal ini kontras dengan penampilan mereka di Liga Eropa. Lho, kok bisa?

Manchester United di Liga Eropa

Hmm… enaknya kita mulai dari MU saja dulu. Kita hibur para pengabdi setan yang baru saja kalah dari Crystal Palace. Setuju? Let’s go!

Musim ini, Manchester United yang cuma bisa finis di peringkat delapan musim lalu, mentas di Liga Eropa usai memenangkan gelar Piala FA. Di Liga Eropa, MU yang berjalan seperti motor yang bannya kempes, sanggup finis di posisi ketiga. 

MU tinggal ngetem di 16 besar. Tentu saja karena MU bukan klub amatir, jadi nggak perlu lah ya pakai play-off-play-off segala. Masa mau ke 16 besar saja harus lewat play-off? Nggak level.

Tidak cuma itu. MU ke 16 besar Liga Eropa juga sebagai tim yang belum terkalahkan. United memainkan delapan pertandingan, mencomot lima kemenangan dan tiga hasil imbang. Lazio, walaupun finis di posisi teratas, namun sudah kalah sekali.

Tottenham Hotspur di Liga Eropa

Bagaimana dengan Tottenham Hotspur? Spurs musim ini sepertinya ditakdirkan selalu berada di bokong Manchester United. Di Liga Inggris hingga pekan ke-24, The Lilywhites berada di posisi 14, MU di atasnya. Tottenham Hotspur mengakhiri fase liga di Liga Eropa dengan finis di posisi keempat, juga di belakang Manchester United.

Sama seperti United, Tottenham Hotspur berhak lolos ke babak 16 besar. Kendati perjalanan mereka ternoda dengan satu kekalahan. Kalau saja tidak begitu, posisi Spurs di Liga Eropa mungkin akan berada di atas Manchester United.

Tapi nggak apa-apa. Kalau Spurs tak terkalahkan di Liga Eropa, MU nggak bisa jadi satu-satunya tim yang belum terkalahkan di Liga Eropa. Nggak ada yang dibanggain fans MU nanti.

Lawan-Lawan Tottenham Hotspur

Manchester United dan Tottenham Hotspur beruntung ‘hanya’ bermain di Liga Eropa. Lawan-lawan yang mereka hadapi cenderung mudah, atau kalau sedikit sulit, minimal bisa diatasi. Bayangkan kalau dua tim ini main di Liga Champions. Beuh… nggak mungkin.

Hampir tidak ada tim yang sulit bagi Tottenham Hotspur. Mungkin cuma AS Roma. Lawan lain seperti Qarabag, Ferencvaros, AZ Alkmaar, Galatasaray, Rangers, Hoffenheim, dan Elfsborg mestinya mudah. Namun yah, namanya juga klub ampas, melawan tim-tim tadi saja kesulitan.

Kecuali dua tim yang namanya mungkin baru kamu dengar, Elfsborg dan Qarabag, Spurs susah payah untuk menang. Di laga melawan Galatasaray, Spurs justru kalah. Dan seandainya Dejan Kulusevski tak mencetak gol menit 75, Spurs mungkin juga kalah dari Rangers.

Lawan-Lawan Manchester United di Liga Eropa

Sementara lawan-lawan MU di Liga Eropa sebenarnya juga cenderung bisa diatasi. Walaupun dari segi kekuatan lebih merepotkan ketimbang lawan-lawan yang dihadapi Spurs. Di pertandingan pertama saja, United mesti menghadapi FC Twente, dan hanya bisa meraih hasil imbang. Pertandingan kedua lawannya lebih sulit lagi, yakni FC Porto.

Beruntung MU bisa menahan imbang Porto walau dengan 10 pemain. MU kembali remis saat menghadapi Fenerbahce. Seusai meraih tiga seri, United terancam tak lolos langsung ke 16 besar. Namun MU berhasil membabat habis lima lawan tersisa. Kontras dengan performa MU di Liga Inggris. Di Inggris, mereka yang dibabat.

Mentalitas Buruk di Liga Inggris

Suatu ketika Ruben Amorim pernah mengatakan, banyak pemain MU anxiety alias menderita kecemasan. Setiap kali turun ke lapangan, belum saja peluit kick off dibunyikan, para pemain sudah nervous duluan. Mental yang roboh sebelum bertanding, mengakibatkan beban yang berat bertambah berat. Hasilnya, Manchester United bisa terkapar kapan saja.

Mentalitas buruk semacam itu membuat hasil pertandingan seperti gacha saja. Hari ini kalah, besok menang, besoknya lagi dan besoknya lagi kalah. Tapi lucunya hal semacam ini hanya terjadi di Liga Inggris. Lihat saja dalam lima pertandingan terakhir, hasilnya selalu variatif.

United menahan imbang Liverpool, lalu menang atas Southampton. Tapi menghadapi Brighton di rumah sendiri, United justru dihajar 3-1. Setelah kalah telak di rumah sendiri, eh, MU malah menang di markasnya Fulham. Usai memetik tiga poin di Craven Cottage, MU malah keok lagi di rumah sendiri. Nah, inkonsistensi inilah yang tidak terjadi di Liga Eropa.

Perbedaan Kualitas

Di Liga Eropa, para pemain MU sebenarnya masih suka anxiety. Hanya saja karena lawan-lawan yang dihadapi enteng, mereka bisa mengatasinya. Seperti apa yang dikatakan James Horncastle, komentator sepak bola dari TNT Sports, terdapat perbedaan kualitas antara Premier League dan liga-liga Eropa lainnya.

“Ketika kita bicara lima liga teratas, kita harus berhenti melakukan itu, karena Liga Inggris sejauh ini berdiri sendiri,” kata penggemar Leeds United itu menjelaskan kesenjangan Premier League dengan liga lain.

Barangkali karena ini MU yang lemah begitu superior dari tim-tim yang dihadapi di Liga Eropa musim ini. Finansial, pemain, strategi, penonton, MU unggul segalanya. Tak aneh bila Horncastle lalu mendesak agar Manchester United memenangkan gelar Liga Eropa musim ini.

Jika tidak, kata Horncastle, Setan Merah bisa dikatakan gagal musim ini. Desakan yang sama bisa jadi juga tengah dialami Ange Postecoglou di Tottenham Hotspur.

Fokus ke Liga Eropa, Resiko Cedera

Di London, Ange Postecoglou sedang berada di atas perahu lepa. Terombang-ambing. Separuh kepercayaan fans hilang. Big Ange dituntut segera membalikkan keadaan. Bekerja di bawah tekanan karena Spurs terpuruk di Liga Inggris, Ange tetap yakin bisa meraih kesuksesan di tempat lain. Tempat lain yang dimaksud adalah Liga Eropa.

Untuk itu, Ange bekerja keras demi hasil maksimal, meskipun taruhannya nasib di Liga Inggris. Ange pernah beralasan kalau performa buruk timnya di Liga Inggris karena cedera. Tapi kalau cedera yang jadi sumber masalah Spurs, berarti mereka juga akan kesulitan di Liga Eropa. Kenyataannya, cedera hanya membuat Spurs kesulitan di Liga Inggris.

Mungkin itu karena kebetulan, sejumlah pemain andalan yang cedera malah baru bisa bermain di kompetisi Eropa. Ambil contoh Micky van de Ven. Pemain ini mengalami cedera hamstring pada Desember 2024 lalu, dan baru sembuh pada Januari 2025, persis sebelum laga kontra Elfsborg.

Performa Spurs di Liga Inggris juga goyah karena pemain yang cedera di Liga Eropa. Contohnya James Maddison. Ange memainkan Maddison di laga melawan Hoffenheim. Syukur menang. Tapi kemenangan itu harus dibayar dengan cederanya Maddison.

Sang jantung permainan cedera betis dan absen beberapa minggu. Tak terkecuali di laga melawan Leicester di Liga Inggris. Dan di situ The Lilywhites yang bermain tanpa Maddison, menahan malu di kandang sendiri. Spurs juga terancam tak bisa memakai Radu Dragusin dalam beberapa laga. Sang pemain cedera ACL saat melawan Elfsborg.

Baik Spurs maupun United, keduanya kini favorit memenangkan Liga Eropa. Namun perjalanan masih panjang. Tim seperti Galatasaray, AZ Alkmaar, Real Sociedad, atau Midtjylland akan menjadi calon lawan MU dan Spurs di babak 16 besar. Masih yakin mereka favorit? Ubur-ubur ikan lele, jangan mimpi ketinggian entar sakit le..

Sumber: FotMob, MEN, BeinSports, PL, BTL, ESPN, EuroSport, EuroSport

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru