Klub Melarat Barcelona Kelihatan Jago di Tangan Hansi Flick

spot_img

Menjadi fans Barcelona dalam beberapa tahun ke belakang semacam menciptakan kenestapaan baru. Bayangkan, sudahlah cicilan banyak, eh, kamu memilih jadi fans Barcelona. Namun, yah… itu tak relevan kalau kita bicara musim ini.

Kemarin, di laga Derbi Catalan, papan e-board di Stadion Lluis Companys menampilkan nama Denny Caknan. Hal itu cukup mengejutkan, tapi tak terlalu mengejutkan. Sponsor Barcelona adalah Spotify, dan Caknan adalah artis yang lagunya hits di platform tersebut.

Kalau dicermati dan dipandang lewat ilmu kebanteran antarfans, dari Denny Caknan, Barcelona ingin menunjukkan bahwa penampilan mereka sedang “Los Dol” sekaligus menyindir tim rival yang cuma bikin “Wirang”. Wirang karena dibantai di rumah sendiri. Eh.

Hasilnya pun meyakinkan. Barcelona menang 3-1. Melanjutkan tren positif Hansi Flick. Jadi, Barca yang melarat itu sekarang jago lagi, nih?

Barcelona yang Dulu

Kita mulai dari yang jelek-jeleknya dulu. Dalam beberapa tahun terakhir, fans Barcelona hanya bisa menunggu dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya. Tim hebat ini mengalami kemunduran yang cukup drastis. Terutama ketika para pilar dari Carles Puyol, Andres Iniesta, Luis Suarez, Gerard Pique, hingga Sergio Busquets pergi.

Lionel Messi, pemain yang bertahun-tahun menjadi ikon klub yang mendadak angkat kaki juga menyakitkan. Setelah itu daya pikat tim yang pernah meraih sextuple ini memudar dan nyaris dihapus zaman. Selama beberapa tahun Barcelona menjadi bahan tertawaan.

Tersingkir dari fase gugur Liga Champions, diikuti oleh dua musim gagal lolos ke fase grup membuat Barcelona tak ubahnya punchline di setiap komedi. Kekeringan prestasi ini diperparah dengan masalah keuangan yang meningkat di tangan bedebah Josep Maria Bartomeu.

Barcelona juga tersandung kasus yang menyeret wakil presiden asosiasi wasit, Jose Maria Enriquez Negreira. Sosok ini bagai bopeng yang merusak reputasi tim. Meski kemudian Barcelona membantah terlibat skandal tersebut. Bantahan itu tak cukup menutupi fakta bahwa ekonomi Barcelona ambyar.

Sang presiden, Joan Laporta sampai-sampai harus menarik “tuas” beberapa kali untuk menangkal minimnya keuangan Barcelona. Laporta meminjam uang yang mestinya dipakai di masa mendatang untuk hari ini, ketika keuangan Barcelona menjerit.

Xavi Hernandez dan Harapan yang Hancur

Lalu seorang Mesias pun didatangkan. Namanya Xavi Hernandez. Legenda klub yang sudi menukar kenyamanan di Qatar dengan pekerjaan yang penuh tekanan di Barcelona. Xavi diagungkan karena sosoknya diyakini akan kembali membawa “gaya lama” Barcelona. Gaya penguasaan bola yang selama ini hilang.

Gagasan untuk mengembalikan Barcelona sebagai salah satu tim terbaik di Benua Biru muncul. Apalagi setelah Xavi mengantarkan trofi La Liga yang sudah tiga tahun lebih lepas, di musim penuh pertamanya.

Sayang, cahaya terang kemenangan gelar La Liga musim 2022/23 itu langsung diikuti oleh musim yang penuh kekhawatiran di bawah Xavi. Musim lalu sang mantan playmaker berjuang di bawah tekanan. Xavi bekerja dengan cibiran dan kritik yang terus meludahi mukanya. Sang gelandang pun menyerah.

Xavi tidak menunggu dipecat, melainkan mundur sebelum itu terjadi. Momennya juga tepat. Xavi mengatakan mundur persis beberapa hari setelah Jurgen Klopp juga mengatakan hal serupa di Liverpool. Namun, Klopp mundur ketika Liverpool di atas angin, sedangkan Xavi mundur saat Barcelona masuk angin.

Bukan Barcelona namanya kalau tidak bisa melucu. Setelah Xavi bertekad mundur, walau Barcelona juara Liga Champions, pihak klub merayunya untuk bertahan. Xavi terpikat rayuan itu dan bertahan untuk membimbing tim di masa depan. Tapi sebulan berikutnya, Xavi malah dipecat.

Hansi Flick Penuh Resiko

Posisi Xavi lalu diisi oleh Hans-Dieter Flick. Pelatih yang pernah memberi kekalahan bersejarah pada Blaugrana. Laporta telah lama mengagumi Hansi Flick. Tetapi penunjukkan Flick tetap dipandang beresiko. Salah satunya karena Flick adalah orang Jerman yang tak bisa berbahasa Spanyol maupun Catalan.

Flick juga tak pernah bekerja di Liga Spanyol. Keberadaan Flick akan mencerabut gaya tradisional Barcelona. Mengubahnya menjadi permainan yang lebih langsung dengan kontrol bola yang lebih sedikit. Belum lagi Flick juga dihadapkan para pemain penting yang absen dalam waktu lama.

Orang-orang di Catalan merasa penunjukkan Flick beresiko. Sekalipun Flick mengawali musim domestik dengan baik. Flick membawa Barca mengalahkan Real Valladolid dan Villarreal. Tapi mengalahkan dua tim itu belum cukup. Tantangan terbesar yang wajib dibuktikan adalah saat melawan Bayern Munchen di Liga Champions dan laga El Clasico.

Flick menjawab tantangan itu dengan cara yang amat sangat menghibur. Bayern Munchen dihabisi 4-1. Real Madrid lebih parah lagi, 4-0. Apa yang dicurigai bahwa Flick akan mencerabut gaya penguasaan bola dari akarnya mulai tampak. Barcelona tak banyak melakukan penguasaan bola.

Alih-alih demikian, Flick justru membawa gaya Jerman ke Barcelona. Tekanan tinggi dan serangan cepat menjadi andalannya. Ini meninggalkan lubang di lini belakang yang dapat dieksploitasi. Tapi Bayern hanya mencetak satu gol dari sana. Sementara Kylian Mbappe malah delapan kali offside karena garis pertahanan tinggi itu.

Hansi Flick dan Pembeliannya

Di luar lapangan Hansi Flick tak rewel. Ketika datang ke Barcelona, ia tidak merengek dibelikan banyak pemain. Misal membawa hampir seluruh mantan anak asuh ke Catalan. Lagi pula merengek minta pemain ina-itu ke Barcelona seperti ngomong dengan pohon ketapang.

Barcelona tentu tak bisa memberikan banyak pemain selama kemiskinan masih menjadi nama tengahnya. Alhasil hanya dua pemain yang diboyong Hansi Flick: Pau Victor dan Dani Olmo. Victor dibeli dengan harga sangat murah, yakni 2,7 juta euro (Rp46,1 miliar). Sementara pembelian mahal cuma Dani Olmo, yang dibeli seharga 55 juta euro (Rp941 miliar) dari RB Leipzig.

Namun, dasar klub melarat, membeli Olmo ini pun mampu-mampu tidak. Karena sehabis dibeli, Barcelona tak bisa mendaftarkannya. Mereka kekurangan dana 100 juta euro (Rp1,7 triliun) di rekening. Barcelona perlu mengurangi pengeluaran agar tidak melampaui batas yang ditetapkan La Liga. Selain menarik tuas lagi, Barca wajib mengurangi gaji para pemain.

Demi bisa mendaftarkan Olmo, Barca lalu mengorbankan Andreas Christensen. Bukan mengorbankan, sih, lebih tepatnya karena bek asal Denmark itu cedera dan kemungkinan sembuhnya lama, maka Barca memilih tak mendaftarkannya. Slot gaji 80% yang ditinggalkan Christensen akhirnya bisa diisi oleh Dani Olmo.

Pesona Pemain Muda

Sejak bilang “ya” ke Barcelona, Flick tahu betul keuangan tim. Tapi Flick memilih tak banyak cuap-cuap. Bahkan saat Blaugrana terancam tak bisa mendaftarkan Olmo, Flick tidak mengeluh. Sejauh ini eks pelatih Die Roten itu berhasil mengatasi kebisingan eksternal yang sering kali membuat pelatih Barcelona terpuruk.

Setelah ditunjuk, Flick juga bilang bahwa Barcelona mempunyai akademi dan pemain muda yang bagus. Flick tak sekadar omon-omon soal itu. Ia membuktikan dengan memberi kepercayaan pada lebih banyak pemain muda. Langkah ini juga dilakukan untuk menyiasati cekaknya dana.

Pemain U-23 bahkan U-17 ia bawa ke tim utama. Para pemain muda yang diberi kesempatan oleh Flick pada gilirannya benar-benar layak. Pau Cubarsi, Marc Casado, Hector Fort, hingga Fermin Lopez adalah pemuda-pemuda yang ikut meningkat di tangannya.

Mengatasi Masalah Bahasa

Keterbatasan bahasa terbukti bukan persoalan bagi Hansi Flick. Kendala bahasa diatasi dengan memakai jasa interpreter. Thiago Alcantara yang pernah bermain di Barcelona dan Bayern Munchen sempat dipekerjakan sebagai asisten Flick. Ia membantu Flick berkomunikasi dan beradaptasi.

Karena tahu terkendala bahasa, Flick pun mengurangi cara penyampaian rumit. Kepada para pemain, Flick lebih senang menyampaikan sesuatu secara ringkas dan to the point. Dengan begitu instruksinya bisa lebih mudah dipahami.

Masalah keuangan diatasi lewat pemain muda. Problem bahasa ditangani lewat interpreter dan cara penyampaian. Gaya penguasaan bola dibuang, menggantinya dengan permainan cepat dan berorientasi pada gol. Para pemain seperti Pedri, Raphinha, Inaki Pena, sampai Lamine Yamal kian matang. 

Barca musim ini seolah tidak memiliki celah. Hm…. curiga, jangan-jangan di akhir musim bakal sextuple, nih. Lihat saja, selain sang pelatih, desain jersey pun sudah memancarkan aura sextuple.

Sumber: TheAthletic, ESPN, Football-Espana, GiveMeSport, ESPN, Bolanet

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru