Kejamnya Babak Grup UCL, Klub Besar Makin TERANCAM

spot_img

Kalian masih ada yang ngikutin UCL? Hmmm…cuma nanya aja sih..Tak terasa babak Grup UCL kini tinggal menyisakan dua laga lagi untuk menentukan siapa yang berhak lolos ke fase berikutnya.

Namun di luar itu, ada pemandangan menarik yang patut untuk disimak, yakni ketika format baru babak Grup UCL musim ini ternyata begitu kejam. Kenapa kejam? karena tim-tim besar bisa terancam gugur di fase ini. Lantas siapa dan kenapa klub-klub besar itu terancam?

Format Baru Fase Grup UCL

Berubahnya format baru babak Grup UCL musim ini, membuat semua tim peserta harus adaptasi ulang. Semua tim menyusun siasat ulang bagaimana caranya untuk bisa lolos ke babak berikutnya.

Tidak lagi seperti sistem lama yang lawannya hanya itu-itu doang, kini, satu tim akan berhadapan dengan lawan yang lebih beragam. Di situlah tantangannya. Itu pun tidak ada kesempatan laga home and away seperti babak grup sebelumnya.

Hanya tim dengan peringkat 1 hingga 8 saja yang nantinya akan lolos otomatis ke 16 besar. Semua tim akan berebut menempati posisi tersebut. Mereka berusaha menghindari laga playoff yang akan digelar untuk klub berperingkat 9 hingga 24. Berlaga di babak playoff dengan dua leg hanya akan menambah jadwal tim itu makin padat.

Namun menariknya, format baru UCL ini ternyata membuat tim yang lolos ke babak berikutnya, jadi sulit ditebak. Banyak klub besar yang biasanya mudah lolos dengan sistem grup yang lama, kini kesulitan. Sebut saja PSG, City, bahkan Real Madrid. Kebalikannya, klub-klub yang di luar unggulan seperti Aston Villa maupun Stade Brestois, justru berpeluang lolos langsung ke 16 besar.

Keterpurukan City

Melihat fenomena tersebut, menarik untuk ditelusuri, memangnya kenapa sih tim-tim besar tersebut jadi letoy di fase Grup UCL musim ini? Manchester City misalnya. Secara lawan, seharusnya tidak menjadi halangan bagi pasukan Pep. Mereka hanya bertemu dengan tim berat macam Inter, Juventus, maupun PSG. Sisanya harusnya mudah untuk dilibas.

Namun apa yang terjadi? City malah terseok-seok. Pasukan Pep hanya gacor di awal-awal saja ketika melibas Slovan Bratislava dan Sparta Praha. Ketika memasuki “periode keterpurukan” di bulan November, City terbukti nggak bisa berkutik.

Faktor “periode keterpurukan” itulah, yang membuat The Citizens akhirnya dilibas Sporting, ditahan imbang menyakitkan atas Feyenoord, serta dipermalukan Juventus di Turin. Bayangkan, hingga Matchday 6 City hanya kumpulkan 8 poin saja, dan berada di peringkat 22 klasemen. Malu-maluin nggak sih?

Dilansir dari The Guardian, Pep Guardiola bahkan sudah hampir menyerah untuk mengejar tiket langsung ke babak 16 besar. Pep kini hanya berpikir bagaimana caranya memenangkan laga, dan kalau bisa lolos dari jalur playoff, berapapun peringkatnya.

City masih menyisakan dua laga sisa melawan PSG dan Club Brugge. Pep sudah menguraikan sendiri peluangnya pasca kalah melawan Bianconeri. Menurutnya, minimal hasil imbang di Paris dan kemenangan atas Club Brugge, bisa membuat City masuk babak playoff.

PSG Tak Bertaji

Tak hanya The Citizens saja yang terancam nggak bisa lolos, semifinalis UCL musim lalu PSG juga bernasib sama. Malahan, nasib anak asuh Luis Enrique ini lebih parah dari City. Les Parisiens baru kumpulkan 7 poin saja dan berada di peringkat 25 sekaligus berada di luar zona playoff 16 besar. Ada apa sebenarnya dengan PSG?

Secara lawan, PSG ini memang apes sejak undian. Mereka banyak hadapi klub besar seperti Arsenal, Bayern Munchen, Atletico Madrid, hingga Manchester City. Hal itu ditambah dengan materi pemain PSG yang tak semewah musim-musim sebelumnya. Termasuk sudah tidak ada Kylian Mbappe.

Selain faktor materi pemain, friksi internal di ruang ganti juga berpengaruh. Dilansir dari Goal, kini semakin banyak pemain PSG yang tidak puas dengan keputusan taktis Luis Enrique. Mereka menuduh entrenador asal Spanyol tersebut tidak fleksibel, dan terlalu dogmatis dalam pendekatannya terhadap tim. Hal itulah yang membuat Luis Enrique kini sedang mengalami tekanan pemecatan.

PSG hanya menang melawan Girona dan Salzburg saja dari 6 laga yang dijalani. Mereka keok saat bertemu tim besar seperti Arsenal, Atletico Madrid, dan Munchen. Lalu apa yang harus dilakukan klub Nasser Al-Khelaifi ini? Dua laga sisa menjadi kunci. Menghadapi City di Paris dan tandang ke Stuttgart memang tak mudah. Namun, itu harus jadi harga mati untuk tiga poin, apabila masih ingin lolos.

Ada Apa Dengan Real Madrid?

Bukan hanya PSG dan City, “Raja Diraja” UCL, sekaligus juara bertahan Real Madrid, juga terancam tak bisa lolos dari fase grup. Apa kata dunia kalau El Real sampai tak lolos ke babak 16 besar?

Tapi memang begitulah keadaannya. Real Madrid terlunta-lunta. Los Blancos kini masih menempati peringkat 20 dengan 9 poin. Dilansir Bein Sports, pasca laga melawan Atalanta, Carlo Ancelotti sampai menyadari bahwa timnya memang kesulitan mengamankan salah satu dari delapan posisi teratas di format baru UCL ini.

Ancelotti mengakui timnya kurang konsisten. Selain masalah cedera pemain yang silih berganti, pemain baru yang diharapkan seperti Mbappe juga malah banyak diterpa masalah internal.

Inkonsisten El Real di UCL musim ini terlihat di beberapa laga. Mereka bisa menang lawan Stuttgart di laga pertama, lalu kalah di laga kedua lawan Lille. Bahkan Los Galacticos dihajar AC Milan di markasnya sendiri. Hal-hal seperti itulah yang diakui Ancelotti membuat timnya susah naik peringkat.

Untung saja, di dua laga sisa El Real hanya akan melawan tim seperti Salzburg dan Brest. Seharusnya mereka bisa sapu bersih untuk bisa lolos. Masak iya, “King UCL” gugur duluan?

Korban Lain

Selain tim besar yang sedang terancam, kejamnya fase grup UCL musim ini juga memakan korban para wajah baru. Stuttgart yang baru mentas lagi di UCL sejak 2010, terancam gagal lolos ke babak berikutnya.

Die Schwaben yang ditinggal bomber andalannya, Sehrou Guirassy tak lagi mampu bertaji. Penyakit Stuttgart di UCL musim ini mirip dengan Real Madrid, yakni inkonsistensi performa. Lihat saja, mereka bisa menang lawan Juventus, namun kemudian dibantai Red Star.

Tak hanya Stuttgart, Bologna yang juga kembali mentas di UCL sejak 1964, terancam tak bisa lolos dari fase grup. Ditinggal pelatih Thiago Motta dan pemain seperti Zirkzee maupun Calafiori, Rossoblu musim ini jadi loyo. Dengan kedalaman skuad yang terbatas, pelatih Vincenzo Italiano mengaku sendiri bahwa timnya sulit untuk bersaing di Eropa.

Sama halnya seperti Bologna, tim Cinderella La Liga musim lalu, Girona juga melempem di UCL. Kehilangan pemain terbaiknya musim lalu juga menjadi penyebab tim ini tak bisa bersaing di level Eropa. Pemain baru yang didatangkan seperti Bryan Gil maupun Abel Ruiz, terbukti belum bisa membantu.

Yang lebih parah lagi, tim langganan lolos seperti RB Leipzig malah sudah dipastikan gugur di UCL musim ini. Tim yang pernah melangkah hingga 8 besar UCL tersebut, belum kumpulkan poin satupun dari 6 laga. Parah bukan? Ya, Leipzig telah merasakan betapa kejamnya babak grup UCL musim ini. Kira-kira, siapa yang akan jadi korban selanjutnya?

https://youtu.be/z3S1q3P0Iww

Sumber Referensi : theguardian, beinsports, bbc, eurosport, voi, barrons, espn, skysports

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru