Buntut Keserakahan UEFA, Manchester City Kacau

spot_img

Hattrick Viktor Gyokeres ke gawang Ederson Moraes mempermalukan Manchester City di ajang Liga Champions. Dengan mengejutkan, City kalah 4-1 dari wakil Portugal tersebut. Ini jadi kekalahan ketiga secara beruntun yang dialami pasukan Pep Guardiola. Sebelumnya mereka kalah dari Bournemouth di Liga Inggris dan tersingkir oleh Spurs di Piala Liga.

Situasi sulit memancing beragam komentar. Bernardo Silva bahkan menyebut ini momen yang mengecewakan. City seperti sedang terjebak dalam lembah kegelapan. Sementara netizen ada yang mengatakan bahwa ini adalah sebuah karma. Karena Rodri telah mencuri Ballon d’Or dari Vinicius. Benarkah demikian? Simak pembahasannya berikut ini.

Pertama Kali Sejak 2018

Sebelum menelan kekalahan dari calon pelatih baru Manchester United, skuad asuhan Pep Guardiola lebih dulu dihukum Tottenham di Carabao Cup. Ini bukan kekalahan yang mengejutkan. Mengingat City memang selalu kesulitan jika menghadapi tim asal London yang satu ini. 

Menariknya, Pep seakan sengaja untuk kalah di laga tersebut. Itu terlihat dari raut wajah Pep dan beberapa pemain di bangku cadangan. Mereka tidak menunjukan perasaan gundah atau semacamnya. Usut punya usut, Pep sengaja melepas Carabao demi memberi ruang bagi pemain-pemainnya.

Rencananya sih, mungkin gitu. Tapi malapetaka malah berlanjut ke ajang Premier League saat mengunjungi Bournemouth. City dipecundangi oleh The Cherrys dengan skor 2-1. City bahkan dibuat kewalahan menghadapi serangan-serangan cepat Antoine Semenyo cs.

Ini jelas sebuah pemandangan yang tidak lazim bagi Manchester City. Apalagi jika rangkaian kekalahan itu diterima hanya dalam waktu satu minggu. Terakhir kali The Sky Blue mengalami itu adalah pada musim 2017/18. Tepatnya pada April 2018, City kalah dua kali dari Liverpool di Liga Champions dan sekali dari Manchester United di Liga Inggris.

Badai Cedera

Jika ada yang berpikiran bahwa ini adalah bentuk dari karma City kepada Vinicius, itu salah besar. Karena pada dasarnya, badai cedera yang menjadi penyebab utama penurunan performa Manchester City. Kita bisa melihat langsung bagaimana bangku cadangan City terlihat sepi saat menghadapi Sporting CP.

Itu karena Pep Guardiola cuma membawa 14 pemain fit ke Estádio José Alvalade. Sebetulnya, hanya 13 pemain yang tersedia. Namun, Pep memanggil bala bantuan dari skuad muda Manchester City, yakni Jahmai Simpson-Pusey untuk menjadi partner Manuel Akanji di lini belakang. Sementara Kyle Walker dan Nathan Ake tidak dimainkan.

Itu adalah gambaran separah apa badai cedera yang menerpa skuad Manchester City. Pep Guardiola kehilangan banyak pemain penting seperti Jack Grealish, Ruben Dias, Kyle Walker, John Stones, hingga sang pemenang Ballon d’Or, Rodri. Pemain muda Oscar Bobb juga menambah daftar cedera. Guardiola mengaku ini merupakan krisis cedera terparah yang pernah dihadapinya selama mengarsiteki Manchester City.

Gara-gara UEFA

Selain meratapi kondisi pemainnya, Pep Guardiola juga meyakini bahwa jadwal padat menjadi penyebab krisis cedera yang dialami timnya. Berbeda dengan klub-klub dari liga lain, klub papan atas Liga Inggris biasanya menjalani empat kompetisi sekaligus dalam satu musim. 

Jelas, ini sudah menjadi tantangan tersendiri bagi klub-klub Inggris, tak terkecuali Manchester City. Pep Guardiola sebetulnya sukses mengatasi itu dengan kedalaman skuadnya. Namun, ketika UEFA mengubah format Liga Champions, itu jadi masalah baru bagi Pep dan City.

Kompetisi antarklub nomor satu di Benua Biru itu sekarang melibatkan 36 tim. Yang berarti, ada tambahan dua pertandingan di fase penyisihan grup. Dengan begitu, pertandingan fase grup Liga Champions akan berakhir hingga akhir Januari, bukan pada pertengahan Desember seperti biasanya.

Selain itu, jadwal yang kian padat memaksa Manchester City untuk memainkan dua hingga tiga pertandingan setiap minggu. Pekan ini saja, City sudah memainkan tiga pertandingan di tiga kompetisi yang berbeda. Jika ditotal, City sudah memainkan 17 pertandingan dalam tiga bulan pertama musim 2024/25. 

Itu berarti Manchester City bisa memainkan hampir enam pertandingan setiap bulan. Bahkan, menurut perhitungan yang dipublikasikan oleh Kompas, satu pemain Manchester City berpeluang memainkan 70 pertandingan dalam satu musim jika berhasil menjuarai semua kompetisi dan konsisten tampil bersama tim nasional.

Protes

Sebetulnya, jadwal padat sudah terjadi sejak musim-musim lalu, namun ini seperti klimaksnya bagi City. Kelelahan di musim lalu pun terakumulasi dengan kelelahan di musim ini. Itu menyebabkan para pemain cedera. Ditambah jadwal yang kian padat, Pep terpaksa memainkan pemain yang belum fit 100%. Alhasil, cedera yang lebih parah pun datang dan kini, pemain City telah mencapai batas maksimalnya.

Keluhan tentang terlalu banyaknya pertandingan pun sudah diutarakan oleh sejumlah pelatih, termasuk Pep Guardiola. Pelatih asal Spanyol itu selalu menyampaikan aspirasinya di sesi jumpa pers. Namun, UEFA seperti tutup mata dan tutup telinga dengan apa yang terjadi di lapangan. 

Jika boleh beropini, yang dilakukan UEFA sudah setara dengan eksploitasi makhluk hidup. Mereka menganggap pemain sepakbola layaknya seekor sapi perah yang terus diperas tenaganya demi menciptakan lebih banyak laga. Semakin banyak pertandingan, maka semakin banyak pula perputaran uangnya. UEFA akan mengambil keuntungan dari situ.

Produktivitas Menurun

Badai cedera yang dialami Manchester City pun menciptakan efek domino terhadap performa pemain di lapangan. Dengan minimnya opsi di lini depan dan para pemain yang mulai kelelahan, produktivitas gol City kian menurun. Hal itu diakui langsung oleh Pep Guardiola selepas kekalahan melawan Sporting CP.

Eks pelatih Barcelona itu mengakui timnya tampil kurang efektif. Pep juga mengatakan kalau timnya hanya bisa bermain maksimal selama 45 menit pertama. Di babak kedua, intensitas mulai menurun sehingga tim sulit menciptakan gol.

Jika dilihat dari statistiknya, apa yang dikatakan Pep Guardiola memang benar adanya. City memang tetap bisa melepaskan tembakan, tapi karena kelelahan, konsentrasi dan akurasinya menurun. Contohnya saat melawan Bournemouth kemarin. Dari 18 tembakan, hanya empat yang menyasar gawang. Sisanya menyasar apa pun itu selain gawang.

Tak hanya secara keseluruhan. Secara individu pun mulai kelihatan. Sang mesin gol utama, Erling Haaland tak ubahnya macan ompong tanpa support dari Kevin De Bruyne atau Jeremy Doku. Dari enam pertandingan terakhir, striker asal Norwegia itu baru mencatatkan satu gol saja. 

Pertahanan Bobrok

Lini serang masih belum seberapa. Setidaknya Manchester City masih punya Erling Haaland. Yang parah banget tuh lini bertahan. Hampir semua pemainnya cedera. Hanya tersisa Manuel Akanji yang berstatus fit 100%. Sisanya diperkirakan baru bisa main setelah jeda internasional Bulan November.

Minimnya opsi di lini bertahan membuat Pep Guardiola menggunakan pemain-pemain muda dari akademi. Jelas kualitasnya kalah jauh dari para pemain utama seperti Ruben Dias atau John Stones. Materi pemain yang tidak lengkap juga mengakibatkan pertahanan City jebol. Mereka sudah kebobolan delapan gol hanya dari tiga pertandingan. Jauh lebih buruk dari Nottingham Forest yang sepanjang musim baru kebobol tujuh gol. Miris.

Untuk fans City, yang sabar ya. Kalian nggak sendirian kok. Bahkan, Manchester United dan Newcastle United sudah mengalami mengalami fase ini akhir musim lalu. Sekarang, City, tapi besok bisa saja Real Madrid, Arsenal, atau klub kesayangan kalian. Karena kebijakan UEFA akan terus mengincar tumbal.

 

Sumber: ESPN, SI, Sportingnews

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru