Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga. Pun sehebat-hebatnya Real Madrid, pasti akan kalah juga. Klub ibukota Spanyol itu kabarnya sedang tidak baik-baik saja. Performa kurang greget dan kekalahan demi kekalahan mulai menghampiri.
Los Merengues memang memulai musim 2024/25 dengan tidak terkalahkan dalam sembilan pertandingan pertama. Namun, usai kekalahan dari Lille 0-1 di matchday kedua Liga Champions, Real Madrid tidak stabil. Situasi ini pun telah menempatkan sang pelatih kepala, yakni Carlo Ancelotti dalam posisi di ujung tanduk.
Media-media Spanyol mulai menggoreng nama Ancelotti. Mereka mengatakan kalau masa indah Ancelotti akan segera berakhir. Lantas, apakah benar ini waktu yang tepat untuk memecatnya? Selengkapnya akan kita bahas.
Daftar Isi
Kekalahan Beruntun
Usai menelan kekalahan mengejutkan dari Lille di Liga Champions, Real Madrid memang masih meraih beberapa kemenangan. Salah satunya diperoleh dengan cara yang elegan saat menjamu Borussia Dortmund. Namun, selepas laga tersebut permasalahan pun muncul. El Real bak sebuah mobil yang kehabisan bensin.
Real Madrid mengalami kekalahan telak dengan skor 4-0 dari sang rival utama, Barcelona. Terakhir kali La Blaugrana menang sebesar itu dari El Real terjadi pada tahun 2022. Di pertandingan itu, Barca asuhan Hansi Flick bukan hanya tajam di mulut gawang. Mereka juga mempermainkan penyerang-penyerang Madrid dengan jebakan offside-nya.
FotMob bahkan mencatat pemain Madrid terjerat offside sebanyak 12 kali di laga tersebut. Yang bikin malu, Madrid dihabisi di hadapan puluhan ribu fans yang memadati Santiago Bernabeu.
Masih belum move on dari kekalahan itu, fans Madrid kembali harus meneguk antidepresan saat bertandang ke San Siro tengah pekan lalu. Menghadapi skuad asuhan Paulo Fonseca yang sedang angin-anginan di Serie A, Kylian Mbappe cs justru kalah dengan skor 3-1. Raja Champions League pun akhirnya harus berlutut di hadapan sang Ratu.
Kambing Hitam
Meski baru dua kekalahan, media, manajemen, hingga para pengamat sepakbola bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi dengan Los Blancos? Mereka pun mulai mencari kambing hitam. Tak sedikit yang menyebut bahwa Carlo Ancelotti lah yang harus bertanggung jawab atas semua kekacauan ini.
Sport Illustrated jadi salah satu media yang mempertanyakan status Ancelotti sebagai manajer El Real. Menurut mereka, ini adalah kekalahan yang tidak bisa ditoleransi. Karena terakhir kali Madrid kalah dua kali beruntun di kandang sudah lama sekali, yakni 2009 silam.
Dari internal pemain, Kylian Mbappe jadi yang paling vokal. Menurut Sport.es, Mbappe frustrasi dengan taktik yang digunakan pelatih asal Italia itu. Dirinya merasa tidak cocok untuk mengisi peran nomor 9 di lini depan Madrid. Peran itu justru membatasi pergerakannya. Itulah yang membuat permainan Mbappe tidak berkembang.
Bahkan, istri dari Federico Valverde, Mina Bonino ikutan mengkritik Ancelotti. Mina merasa Ancelotti salah memahami gaya bermain suaminya. Menurut apa yang diwartakan Daily Mail, Mina merasa kalau posisi terbaik Valverde adalah gelandang tengah. Tapi Ancelotti terus-terusan memainkan Valverde di posisi sayap.
Pembelaan Ancelotti
Berada di bawah tekanan, Carlo Ancelotti pun memberikan pembelaan. Dalam dua pertandingan itu, sebetulnya para pemainnya sudah bermain cukup bagus. Meski akhirnya harus kalah. Ancelotti bahkan tidak mau ambil pusing dengan hasil yang diperoleh. Menurutnya inilah sepakbola. Hal seperti ini wajar terjadi.
Mantan pelatih Bayern Munchen itu justru percaya diri bahwa musim 2024/25 akan berakhir manis bagi skuad asuhannya. “Terakhir kali kami kalah 0-4 dari Barca, kami memenangi La Liga dan Liga Champions,” tutur pelatih asal Italia itu. Ancelotti percaya bahwa tren negatif yang sedang dialami Real Madrid ini bakal segera berakhir. Ia yakin timnya bakal bangkit dan kembali bersaing di semua kompetisi yang mereka ikuti.
Wacana Pemecatan
Namun, Carlo Ancelotti tetap tak luput dari pantauan manajemen Real Madrid. Kabarnya, pihak klub kecewa dengan pemilihan taktiknya di dua pertandingan terakhir. Itu membuat pertahanan Madrid justru mudah dieksploitasi oleh lini serang lawan. Contohnya saat menghadapi Barcelona.
Garis pertahanan yang tinggi dan tingkat kewaspadaan yang rendah terhadap pergerakan tanpa bola justru jadi senjata makan tuan El Real. Pertahanan mereka dibuat kocar-kacir oleh Raphinha yang sedang berada di Neymar mode. Selain pertahanan, manajemen menilai taktik Ancelotti musim ini minim kreativitas.
Sepeninggalan Toni Kroos, eks manajer Everton itu memang belum menemukan penggantinya. Tanpa gelandang asal Jerman tersebut, Madrid minim kreator serangan. Karena baik Bellingham hingga Camavinga, mereka bukan tipikal gelandang kreatif seperti Kroos.
Satu gol Madrid di laga vs Milan pun lahir berkat sepakan 12 pas. Bukan dari skema open play. Dengan segala faktor itu, Madrid Zone mewartakan kalau El Real tengah mempertimbangkan untuk memecat Carlo Ancelotti. Keputusan akan dipublikasikan jika Ancelotti gagal memperbaiki performa tim pasca jeda internasional.
Keputusan yang Beresiko
Wacana pemecatan yang sudah tersiar justru kembali menimbulkan pertanyaan baru. Apakah memecat Carlo Ancelotti di pertengahan musim adalah sebuah keputusan yang tepat? Atau, sebaiknya Real Madrid lebih legowo dan menerima bahwa performa buruk adalah salah satu bagian dari drama sepakbola?
Dengan jadwal yang semakin padat dan persaingan makin ketat, tekanan terhadap Carlo Ancelotti kian membesar. Jika benar nantinya Madrid gagal bangkit dan manajemen kehabisan sabar dengan Ancelotti, maka akan sangat beresiko jika memecatnya sekarang.
Beberapa pengamat memang menilai bahwa Real Madrid memerlukan penyegaran strategi untuk mengembalikan performa tim ke jalur yang benar. Pergantian pelatih bisa menjadi solusi cepat, tetapi risiko adaptasi di tengah musim harus dipertimbangkan. Karena pada dasarnya, pelatih baru bukan jaminan.
Butuh banyak pertimbangan yang harus dibahas sebelum mengambil keputusan. Mereka pasti juga butuh waktu untuk adaptasi dan menyesuaikan dengan materi pemain yang ada. Maka dari itu, kebanyakan tim yang memecat pelatih utamanya akan mempercayakan tim ke asisten pelatih terlebih dahulu sebelum menemukan sosok yang tepat untuk mengisi kursi kepelatihan.
Mempengaruhi Ruang Ganti
Selain itu, penunjukan pelatih baru juga akan berdampak pada ruang ganti Real Madrid. Meski berstatus manajer senior, Carlo Ancelotti dikenal dengan pendekatannya yang tenang dan mampu membangun kedekatan dengan pemainnya. Pengalamannya dalam menangani tim besar juga jadi kunci kesuksesannya bersama Madrid. Dia tahu cara menyatukan skuad penuh bintang.
Madrid harus mencari pelatih yang memiliki kemampuan man management yang setara dengan Ancelotti. Setidaknya, pelatih selanjutnya harus bisa membaur tapi tetap memiliki wibawa agar dihormati di ruang ganti. Sayangnya pelatih seperti itu langka. Opsi di pasaran pun sedikit. Ya kali Madrid mau tunjuk Erik Ten Hag?!
Meski begitu, manajemen Madrid sudah mengantongi beberapa nama yang dinilai layak untuk menggantikan Ancelotti. Jika tak bisa mendapatkan pelatih kaya pengalaman dan punya aura kuat, orang yang memiliki hubungan baik dengan klub adalah pilihan tepat. Sosok yang dimaksud adalah Xabi Alonso.
Pernah menjadi bagian dari skuad Madrid dan pernah melatih skuad muda Madrid, Xabi dirasa sudah paham dengan seluk beluk klub. Alonso akan datang dengan status pelatih muda berbakat usai membawa Bayer Leverkusen meraih gelar Bundesliga untuk pertama kalinya dalam sejarah. Yang jadi masalah, Alonso masih terikat kontrak dengan Die Werkself.
Klub Bundesliga itu pasti tak mau semudah itu melepas sang pencetak sejarah. Madrid diminta untuk bersabar hingga akhir musim 2024/25. Maka dari itu, muka-muka lama yang tidak terikat dengan klub lain pun mulai bermunculan. Zinedine Zidane jadi yang teratas. Tapi semua masih belum pasti. Keputusan 100% masih ada di tangan Opa Perez. Kalau dari sudut pandang fans, enaknya dipecat atau engga?