Iain Macintosh, dalam buku Football Manager: Stole My Life pernah menyebut gim Football Manager sebagai kontributor dalam 35 kasus perceraian di Inggris pada 2012 silam. Tentu, yang dimaksud Iain adalah kecanduan Football Manager. Tak bisa dipungkiri kalau gim bertema simulasi pelatih sepak bola ini memang membuat banyak penikmatnya tercandu-candu hingga lupa waktu.
Salah satu yang kecanduan dengan gim ini adalah William Still. Meski dilarang oleh kedua orang tuanya, William dan kakaknya, Edward menghabiskan berjam-jam masa remajanya memainkan gim favorit mereka saat itu: F.A. Premier League Football Manager 2001.”
Fase terburuk datang ketika saya berusia sekitar 14 atau 15 tahun. Anda akan melihat jam dan waktu menunjukkan pukul 10 malam dan Anda akan berkata, ‘Oh, saya akan tidur tengah malam’. Lalu hal berikutnya yang Anda sadari adalah jam setengah empat pagi. Dan kemudian Anda terbangun dan berpikir, ‘Mengapa saya melakukan itu?’ Tapi ya, ada titik di mana itu menjadi sedikit berlebihan,” kenang William Still dikutip dari Sportbible.
Alasan kedua orang tuanya melarang Still bersaudara bermain gim Football Manager masuk akal. Selain menyebabkan lupa waktu, saat itu William Still sendiri sudah menghabiskan waktu mudanya sebagai gelandang bertahan tim muda Sint-Truiden, Mons, dan tim utama klub divisi empat Tempo Overijse.
Akan tetapi, saat bermain untuk Tempo Overijse, Will Still menyadari satu hal yang kelak akan mengubah nasibnya di dunia sepak bola. Ia merasa tidak akan berhasil jika meneruskan karier sebagai pemain profesional.
“Saya segera merasa bahwa saya gagal menjadi seorang profesional. Karena saya masih ingin melakukan sesuatu dalam sepak bola, saya memutuskan untuk berganti haluan. Ketika saya mendengar pada usia 18 tahun bahwa ‘studi sepak bola’ ada di Inggris, saya mendaftarkan diri di sekolah semacam itu,” kata Will Still dikutip dari Het Laatste Nieuws.
Selepas lulus SMA, William Still kemudian pulang kampung ke Inggris dan meneruskan pendidikan di Myerscough College. Di kampus ini, ia belajar kepelatihan, pengembangan pemain muda, hingga analisis video. Berawal dari keputusan inilah, kelak kita akan mengenal William Still sebagai pelatih termuda dalam sejarah Ligue 1 Prancis.
William Still: dari Analis Video Menjadi Pelatih Caretaker
William Still yang lahir pada 14 Oktober 1992 memang lahir dari kedua orang tua asal Inggris. Keluarga mereka merantau ke Belgia di tahun 90an. William adalah anak kedua dari 3 bersaudara dan ketiganya juga lahir di Belgia.
Keluarga ini memang punya kecintaan sendiri terhadap sepak bola. Sang kakak, Edward dan adik bungsunya, Nicolas juga sama-sama bekerja di dunia sepak bola. Bukan kebetulan jika tiga bersaudara ini sudah banting stir ke dunia kepelatihan di usia muda dan mengawali karier sebagai analis video. Namun, dibanding kedua saudaranya, nasib William Still bisa dibilang yang paling beruntung.
Myerscough College yang dipilih William sebagai tempatnya berkuliah memiliki hubungan langsung dengan klub lokal, Preston North End yang berkompetisi di Championship. Pada musim 2011/2012, saat ia masih berusia 20 tahun, ia menjajal ilmunya dengan melatih tim U-14 Preston North End sepulang dari kuliah sebagai bagian dari program magang.
“Pengalaman melatih pertama saya adalah dengan akademi Preston North End. Terlibat dalam hal tersebut sangatlah fantastis. Saya pernah melatih sebelumnya, dengan saudara saya di Belgia, tetapi tidak ada yang di level ini,” kata William Still dikutip dari deepdaledigest.
Pengalaman di tim U-14 Preston North End menjadi pengalaman melatih pertama William Still. Pada tahun 2014, ia lulus menjadi sarjana dan memutuskan pulang kembali ke Belgia.
William Still memang sosok yang cerdas. Selain tepat dalam mengambil keputusan, ia juga selalu mengekor orang-orang yang tepat. Sekembalinya ke Belgia, William dengan berani menawarkan diri untuk bekerja dengan Yannick Ferrera, pelatih kepala klub divisi dua Liga Belgia, Sint-Truiden.
“Saya bertanya apakah ada cara yang bisa saya lakukan untuk membantu Anda. Saya tidak menginginkan uang. Saya tidak menginginkan kontrak atau apa pun. Saya hanya ingin membantu,” kata Still.
“Dia menatap saya dan berkata, ‘Bisakah Anda merekam sebuah pertandingan? Saya berkata ya, saya bisa merekam pertandingan. ‘Dapatkah Anda memotong video?’ Saya katakan ya, saya bisa melakukannya,” kata William Still dikutip dari Sportbible.
Momen itulah yang kemudian membuat William Still mendapat peran sebagai analis video bagi Yannick Ferrera. Usai mengantar Sint-Truiden promosi ke Liga Pro Belgia, William Still kembali mendampingi Yannick Ferrera saat menjuarai Belgian Cup 2016 bersama salah satu klub terbesar Belgia, Standard Liege.
Setelah itu, di musim 2017/2018, William Still menjadi analis video dan asisten pelatih di klub divisi 2, Lierse. Di klub ini, William Still yang berusia 24 tahun juga sempat menjadi caretaker dalam beberapa pertandingan.
Menyusul kebangkrutan Lierse di akhir musim, William Still kemudian dikontrak klub divisi 2 lainnya, Beerschot. Ia menjadi asisten pelatih Stijn Vreven. Ketika Vreven dipecat, ia tetap dipertahankan dan menjadi asisten pelatih bagi Hernan Losada yang sukses mengantar Beerschot promosi ke Liga Pro Belgia di akhir musim 2019/2020.
Pada pertengahan Januari 2021, Hernan Losada mundur dan pergi ke MLS. Itu adalah momen besar bagi William Still. Sebab, ia ditawari Losada untuk kembali menjadi asistennya, sementara di sisi lain Beerschot menawarinya dengan jabatan pelatih kepala.
Tak ingin melewatkan kesempatan besar dalam kariernya, William Still memilih tawaran Beerschot. Pilihan itu pun membuatnya yang kala itu berusia 28 tahun menjadi pelatih termuda dalam sejarah Liga Pro Belgia.
Meski mengamankan posisi 9 di akhir musim, Beerschot memutuskan berganti pelatih. Beerschot tetap ingin mempertahankan William Still sebagai asisten pelatih. Namun, Still yang terpukul menolak tawaran tersebut.
Rekor Menakjubkan William Still di Ligue 1 Prancis
Seperti yang sudah-sudah, tak butuh waktu lama bagi William Still untuk mendapat pekerjaan baru. Memiliki CV dan reputasi yang baik di usia muda, ia jadi incaran beberapa klub. William Still kemudian terbang ke Prancis untuk menjadi asisten Oscar Garcia di Stade de Reims.
Namun, ia hanya bertahan 4 bulan di Prancis. Still memutuskan kembali ke Belgia dan bekerja sebagai asisten pelatih di Standard Liege. Keputusan ini diambil juga demi menyelesaikan kursus lisensi UEFA Pro. Di akhir musim 2021/2022, William Still kembali ke Reims dan kembali menjadi asisten Oscar Garcia.
Bagai dejavu, nasib baik kembali menghampiri William Still. Pada Oktober 2022, Oscar Garcia dipecat dan William Still ditunjuk sebagai pelatih caretaker.
Tak disangka, dalam 5 pertandingan beruntun sebelum jeda Piala Dunia, Will Still berhasil membawa Reims tak tersentuh kekalahan dengan meraih 2 kemenangan kandang dan 3 hasil imbang di 3 laga tandang. Menurut catatan OptaJean, ia adalah pelatih pertama yang melakukannya dalam sejarah klub.
Selain mengantar Reims keluar dari zona degradasi, capain tersebut juga membuat Reims memutuskan untuk mempermanenkan status William Still menjadi manajer tetap, setidaknya hingga akhir musim. Selain karena alasan kepuasan, keharmonisan dan kekompakan tim yang terbentuk di bawah arahan William Still jadi alasannya.
Pada akhirnya, keputusan Reims terbukti tepat. Pragmatisme yang diusung William Still lewat formasi 4-2-3-1 atau 4-3-3 membuat Stade de Reims mencatat rekor unbeaten. Selepas jeda Piala Dunia, William Still membawa Reims meraih kemenangan atas Rennes, menahan imbang Lille, menang tipis atas Ajaccio, dan menahan imbang Nice.
Selain itu, ia juga sukses meloloskan Reims ke babak 16 besar Coupe de France usai menang 7-0 atas klub divisi 6, FC Loon-Plage di babak 64 besar dan menundukkan klub divisi 4, Les Herbiers 3-0 di babak 32 besar.
Serangkain hasil itu membuat pelatih termuda dalam sejarah Ligue 1 tersebut tercatat belum tersentuh kekalahan dalam 11 pertandingan beruntun. Hasil itu juga semakin membuat Reims mantap di papan tengah klasemen Ligue 1.
Rekor menakjubkan yang dicapai William Still di Liga Prancis tersebut tentu mengundang decak kagum. Memang, masih perlu waktu untuk membuktikan segalanya. Namun, perjalanan William Still untuk menjadi pelatih di klub papan atas di usianya yang baru 30 tahun sungguhlah inspiratif. Dan kisah luar biasa ini melibatkan gim Football Manager sebagai inspirasinya.
“Football Manager memberi saya dorongan untuk ingin membentuk sebuah tim. Saya ingin bisa berbicara dengan para pemain. Saya ingin memiliki hubungan itu. FM memungkinkan saya untuk melihat sekilas bagaimana rasanya mengelola sebuah tim. Saya pikir Football Manager telah membantu saya menjadi pelatih yang lebih baik,” kata William Still dikutip dari pcgamer.
***
Referensi: Sportbible, HLN, Lancs, Francbleu, Deepdalediges, PCgamer.