Tim Kecil yang Bertahan di Papan Atas Hingga Paruh Musim 2023/24

spot_img

Tim kecil bisa didefinisikan sebagai tim yang jarang-jarang juara. Atau lebih luas lagi, tim yang bahkan secara matematis tak pernah bersaing di papan atas dalam sebuah kompetisi.

Namun, tim kecil punya senjata. Kata Mourinho senjatanya adalah ambisi untuk menang. Dengan ambisi untuk menang, tim kecil bisa menerobos segala ketidakmungkinan.

Nah, tim-tim kecil berikut ini pelan namun pasti membuktikan kebenaran perkataan Mourinho. Hingga paruh musim 2023/24, tim-tim kecil berikut masih bertahan di papan atas. Jika mustahil untuk memperebutkan gelar, mereka setidaknya masih bisa bertarung untuk merebut tiket Eropa.

Bologna

Mari kita mulai dari liga yang konon disebut Liga Aki-Aki. Inter, Juventus, dan AC Milan adalah penghuni tetap papan atas Serie A. Namun, Serie A juga menghadirkan tim kecil di papan atas.

Atalanta salah satunya. Tapi karena La Dea dalam beberapa tahun terbiasa di papan atas, hal itu sama sekali tidak mengejutkan. Daripada Atalanta, ada satu tim yang lebih menarik perhatian di Serie A musim ini. Tim itu adalah Bologna FC 1909.

Bologna memang penghuni tetap Serie A. Tapi untuk bersaing di papan atas nyaris tidak pernah. Nah, musim ini Rossoblu turut menciptakan persaingan di lima besar Serie A. Hingga giornata ke-22, Bologna berada di peringkat enam. Jaraknya cuma dua poin dari AS Roma di posisi kelima dan tiga poin dari Atalanta di peringkat empat.

Peluang Bologna meraih satu tiket di kompetisi Eropa pun terbuka. Maklum, terakhir kali Rossoblu bermain di kompetisi Eropa tahun 2002. Itu pun di kompetisi yang sudah lenyap, yakni UEFA Intertoto Cup. Lalu, mengapa Bologna bisa bertahan di papan atas?

Salah satu faktornya keberadaan Thiago Motta. Alumni Coverciano itu bukan sosok pelatih yang diagungkan. Kemunculannya malah sempat diejek karena gagasan formasi 2-7-2.

Di tangannya, Bologna jadi salah satu tim paling progresif di Serie A. Ia mengembangkan permainan serbaguna, membangun serangan dari bawah, dan memungkinkan anak asuhnya melahirkan tekanan kolektif.

Motta piawai memadukan hasil rekrutan cerdas Giovanni Sartori, sang direktur teknik. Ia juga berhasil meningkatkan level pemain seperti Joshua Zirkzee. Sang pemain sudah mencetak 8 gol dan 3 asis di Serie A musim ini. Selain itu, Motta juga membuat tim ini kokoh dalam bertahan berkat bek tangguh Sam Beukema, Riccardo Calafiori, Victor Kristiansen, dan Stefan Posch.

Terbukti hingga giornata ke-22, Bologna baru kebobolan 22 gol. Itu artinya mereka cuma kebobolan satu gol per laga. Lebih sedikit dari AC Milan (27 gol) dan AS Roma (26 gol).

VfB Stuttgart

Papan atas Bundesliga musim ini mengejutkan dengan hadirnya VfB Stuttgart. Tim yang sangat jarang berada di peringkat atas. Sampai spieltag 20, tim berjuluk Die Schwaben masih bertengger di posisi ketiga.

Bahkan unggul tiga poin atas Borussia Dortmund dan lebih banyak empat poin dari RB Leipzig. Duduk di empat besar Stuttgart berkesempatan main di Liga Champions musim depan.

Bermain di Liga Champions adalah barang langka bagi mereka. Sebab tim ini terakhir kali tampil di Liga Champions musim 2009/10 atau ya, sekitar 14 tahun yang lalu. Die Schwaben mengerti betul bahwa mereka adalah tim kecil. Jadi, mereka mempersiapkan musim dengan sangat baik.

Dimulai dari penunjukkan pelatih Sebastian Hoeness. Di tangan kemenakan legenda sepak bola Jerman, Uli Hoeness, Die Schwaben berhasil selamat dari degradasi. Sebelum musim 2023/24 bergulir, Sebastian Hoeness dan stafnya sudah merencanakan pemusatan latihan lebih awal.

Tujuannya merekatkan kemistri antarpemain. Selain itu, Stuttgart juga aktif di bursa transfer. Stuttgart melepas para pilar seperti Wataru Endo, Borna Sosa, hingga Konstantinos Mavropanos. Lalu mendatangkan pemain seperti Jeong Woo-yeong dan Angelo Stiller, mantan anak asuh Hoeness di Bayern Munchen II.

Die Schwaben juga meminjam Denis Undav dari Brighton dan Alexander Nubel dari Bayern Munchen. Mereka juga menebus Serhou Guirassy dari Rennes. Nama terakhir menjelma penantang Harry Kane di papan top skor Bundesliga musim ini. Guirassy sudah mengemas 17 gol dari 14 laga di Bundesliga.

Banyak pundit menilai kalau permainan Stuttgart di tangan Hoeness mirip Roberto De Zerbi. Melakukan penguasaan bola dan membangun serangan dari bawah adalah ciri khas Stuttgart musim ini. Tak ayal jika rata-rata penguasaan bola mereka tertinggi ketiga di Bundesliga musim ini, dengan 59,4%.

Stade Brestois

Di Ligue 1 tak usah ditanya. PSG sudah pasti berada di papan atas. Namun, yang menarik adalah siapa di bawah PSG? Dalam dua musim terakhir, Ligue 1 menghadirkan tim-tim sepele di papan atas. Musim lalu ada RC Lens yang lolos ke Liga Champions.

Nah, musim ini sampai pekan ke-20, Stade Brestois nangkring di tiga besar. Bahkan Brest hanya terpaut tiga poin saja dari OGC Nice di posisi kedua. Berada di tiga besar membawa angin segar bagi tim berjuluk Les Pirates itu. Sebab, mereka berpeluang tampil di kompetisi Eropa.

Harap diingat, Stade Brestois belum pernah sama sekali bermain di Eropa. Sekalipun itu Piala Intertoto. Kehebatan Brest musim ini berkat tangan dingin Eric Roy. Tahu nggak? Roy adalah bekas pelatih Nice yang sudah 12 tahun hiatus sebagai pelatih.

Sebelumnya, pria kelahiran Nizza, Prancis itu lebih sering menduduki jabatan direktur olahraga. Di Brest, Roy melakukan pendekatan yang lebih sabar. Brest diubahnya menjadi tim yang bermain kolektif dan unggul dalam penguasaan bola.

Musim ini Brest punya rata-rata penguasaan bola 53,1%. Dan itu adalah untuk pertama kalinya Brest punya rata-rata penguasaan bola 50% ke atas. Brest pun tak terkalahkan dalam lima laga terakhir di Ligue 1 hingga pekan ke-20. Salah satunya bahkan menahan imbang PSG.

Brest kini sudah tahu caranya menyerang. Mereka bahkan menjadi tim dengan percobaan umpan silang terbanyak (338) sekaligus tim dengan sundulan terbanyak (55) di Ligue 1 musim ini.

Salah satu bintang mereka adalah Romain Del Castillo yang selalu terlibat dalam 89 serangan di Ligue 1 musim ini. Ia setidaknya mencipta 27 peluang dan melahirkan lima gol musim ini.

Girona

Penikmat Liga Spanyol terbiasa disuguhkan pertarungan antara Barcelona dan Real Madrid di papan atas. Atau, dengan tambahan Atletico Madrid yang biasanya ikut menguntit di belakangnya. Namun, musim ini La Liga malah menghadirkan penantang gelar baru yang notabene bukanlah klub gede.

Tim itu tiada lain Girona. Tak disangka hingga jornada ke-23, Girona masih betah di posisi kedua. Bahkan mereka masih konsisten bersaing dengan Real Madrid untuk memperebutkan puncak. Kalau Barcelona? Yah, mereka paling lagi sibuk memperbaiki keran air.

Dengan begitu, Girona berpotensi main di kompetisi Eropa. Tim ini sama sekali tidak pernah bermain di Eropa. Gimana mau main? Wong lebih sering berada di divisi Segunda ketimbang La Liga. Tapi musim ini, Michel menyulap The Blanquivermells jadi tim yang tidak hanya siap bermain di Eropa, tapi juga siap merebut gelar La Liga.

Selain penguasaan bola, Michel membuat timnya tajam dalam menyerang. Lihat saja, hingga jornada 23, Girona yang mencetak 52 gol menjadi yang terbanyak di La Liga. Mereka juga menempatkan satu pemainnya, Artem Dovbyk (14 gol) di jajaran top skor untuk bersaing dengan Jude Bellingham.

Disamping peran Michel, ada sentuhan City Football Group yang bikin Girona kayak gini. Adalah Pere Guardiola, seorang chairman yang sukses membangun Girona lewat sentuhannya. Selain saudaranya Josep Guardiola, Pere juga bagian dari City Football Group. Ialah sosok yang mengelola Girona sejak CFG masuk tahun 2017.

Aston Villa

Aston Villa di tangan Unai Emery memang tampil bagus. Tapi, mereka tidak meyakinkan bisa bertahan di papan atas Premier League. Apalagi konsentrasi mereka terbagi dengan Liga Konferensi Eropa. Namun, konsistensi justru menjadi nama tengah Aston Villa.

Sampai pekan ke-23, The Villans masih bertengger di posisi empat. Hanya terpaut tiga poin dari Arsenal dan Manchester City di atasnya. Tidak ada keraguan bagi penggemar sejak Emery datang melatih Aston Villa. Ia mengubah tim ini dari yang semula pesakitan di tangan Gerrard, menjadi penantang empat besar.

Sejak Emery datang, ia menjadi pelatih Premier League dengan torehan poin tertinggi ketiga dengan 92 poin. Ia mengungguli Ten Hag (84 poin). Hanya ada tiga manajer yang berada di atas Loki: Mikel Arteta (96 poin), Jurgen Klopp (99 poin), dan Josep Guardiola (103 poin).

Nah, untuk ulasan lebih lengkap tentang kehebatan Aston Villa, kamu bisa menonton video Starting Eleven Story sebelumnya. Well, jika The Villans bisa mempertahankan posisinya di empat besar, mereka bisa tampil untuk pertama kalinya di Liga Champions sejak 1983.

Menurut football lovers, dari kelima tim kecil tadi, siapa yang akan mempertahankan posisinya di papan atas? Mungkinkah akan ada kejutan di akhir musim nanti?

Sumber: TheAnalyst, MaltaSports, Ligue1, 20Minutes, Transfermarkt, CNN

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru