Kalian masih ingat pemain-pemain bernama Julian Faubert atau Royston Drenthe? Mereka adalah contoh dari serangkaian pemain aneh bin ajaib yang pernah direkrut Real Madrid. Meski dikenal sebagai jagonya bursa transfer, nama-nama tersebut jadi bukti bahwa Madrid ternyata sering berspekulasi dalam mendatangkan pemain.
Menariknya, El Real juga kerap menunjuk pelatih dengan reputasi nggak jelas. Nggak percaya? Berikut adalah daftar pelatih aneh yang ternyata pernah menukangi Real Madrid.
Daftar Isi
Vanderlei Luxemburgo (2004)
Meski memiliki unsur “Luxemburg” di namanya, Vanderlei Luxemburgo ternyata bukan orang Luxemburg, melainkan orang Brazil. Kalian pasti jarang mendengar nama yang satu ini, karena sebagian besar karirnya memang dihabiskan di Brazil. Entah kesambet apa Madrid kok mau mempekerjakannya.
Vanderlei ditunjuk sebagai pelatih Real Madrid pada akhir Desember 2004. Sebelum itu, ia tercatat hanya melatih beberapa klub Brazil seperti Santos, Cruzeiro, Corinthians. Ia juga pernah melatih Timnas Brazil periode 1998 hingga 2000. Nah, di periode itu Vanderlei membawa Tim Samba menjuarai Copa America 1998/99. Mungkin itu yang membuat Madrid kepincut mendatangkannya.
Vanderlei hanya bertahan satu tahun di ibu kota Spanyol. Ia gagal memberikan gelar juara dalam periode tersebut. Padahal saat itu skuad Vanderlei dihiasi pemain-pemain kelas wahid seperti David Beckham, Zinedine Zidane, hingga Ronaldo Nazario. Peninggalan Vanderlei paling cuma Sergio Ramos yang didatangkan dari Sevilla.
Juan Ramón López Caro (2005)
Bukannya belajar dari kesalahan, Real Madrid malah kembali menunjuk pelatih dengan minim pengalaman di sepakbola Eropa untuk menggantikan Vanderlei. Dia adalah Juan Ramón López Caro. Caro merupakan orang Spanyol asli.
Sebelum ditunjuk sebagai pelatih Real Madrid, Caro merupakan pelatih Real Madrid B sejak tahun 2001. Sudah lama menjadi bagian keluarga El Real, manajemen berharap Caro membawa identitas permainan khas klub Spanyol tersebut. Oleh karena itu, ia diamanati untuk melatih sementara Madrid hingga akhir musim 2005/06.
Sebetulnya performa El Real di bawah asuhan Juan Ramon Lopez Caro tidak terlalu buruk. Dari 33 pertandingan, Madrid hanya menelan enam kekalahan. Namun, Caro tak mampu menyumbangkan gelar apa pun di akhir musim. Di liga Madrid finis di urutan kedua. Sementara di Liga Champions hanya sampai di babak 16 besar.
Bernd Schuster (2007)
Sempat merekrut Fabio Capello pada musim 2006/07, Real Madrid kembali ngelantur di awal musim 2007/08. Manajemen El Real justru berpisah dengan Capello dan menunjuk Bernd Schuster. Keputusan ini sempat menimbulkan perdebatan di awal. Karena pelatih asal Jerman ini sebelumnya hanya menangani Getafe.
Meski demikian, Schuster memiliki hubungan baik dengan Real Madrid. Itu karena dirinya pernah menjadi pemain Real Madrid periode 1988 hingga 1990. Schuster merupakan pelatih Jerman kedua yang dimiliki Madrid setelah Jupp Heynckes pada tahun 1997. Meski memiliki reputasi yang tidak begitu apik, Schuster ternyata mampu menjawab keraguan dengan sejumlah gelar.
Selama satu setengah musim, pelatih berusia 64 tahun itu menghadirkan gelar La Liga musim 2007/08 dan trofi Piala Super Spanyol musim 2008/09. Madrid jadi satu-satunya klub yang diberi gelar olehnya. Di sisa karir Bernd Schuster, ia belum pernah meraih trofi lagi. Kini, meski belum memiliki klub sejak 2019, sang pelatih belum menunjukan indikasi untuk pensiun.
Juande Ramos (2008)
Musim 2008/09 baru setengah jalan, tapi Real Madrid sudah memecat Bernd Schuster. Kembali mempunyai kesempatan untuk meng-upgrade kualitas pelatih, Real Madrid masih saja mempercayakan posisi tersebut kepada nama yang tak begitu terkenal. Dia adalah Juande Ramos, pria kelahiran Pedro Munoz, Spanyol.
Los Blancos menunjuk Ramos untuk menangani tim di sisa musim 2008/09. Di balik namanya yang kurang tenar, pelatih yang satu ini ternyata memiliki reputasi cemerlang di dunia sepakbola terutama Spanyol. Sebelum menangani Madrid, Ramos pernah mengantarkan Sevilla menjuarai Europa League dua musim berturut-turut pada 2005/06 dan 2006/07.
Ramos juga tercatat sebagai pelatih terakhir yang memberikan trofi kepada Tottenham Hotspur. Pria berusia 69 tahun itulah yang mengantarkan Dimitar Berbatov cs menjuarai Carling Cup pada musim 2007/08. Sayangnya, ia tak mampu melanjutkan kesuksesan itu di Real Madrid. Meski berbekal pemain-pemain hebat, Ramos gagal menghadirkan trofi dalam waktu enam bulan.
Manuel Pellegrini (2009)
Layaknya keledai yang jatuh ke lubang yang sama, Real Madrid kembali mengulangi kesalahan yang sama dalam menunjuk pelatih baru. Untuk menggantikan Juande Ramos yang gagal total, Real Madrid malah mempercayakan kursi kepelatihan pada pelatih asal Chile, Manuel Pellegrini pada awal musim 2009/10.
Sebelum menangani Madrid dan menjuarai Liga Inggris bersama Manchester City, siapa yang kenal Pellegrini? Apalagi sebelum ditunjuk oleh El Real, Pellegrini berstatus pelatih Villarreal. Lucunya lagi, Villarreal adalah klub pertama Pellegrini di sepakbola Eropa.
Jauh sebelum itu, Pellegrini hanya berkutat di sepakbola Amerika Latin. Jadi, tak ada yang bisa diharapkan darinya. Warisan paling berharga dari kepemimpinannya adalah hadirnya Cristiano Ronaldo dan terbentuknya Los Galacticos jilid dua. Meski sempurna dari segi materi pemain, Pellegrini masih saja tak menghasilkan trofi untuk Real Madrid.
Julen Lopetegui (2018)
Setelah Manuel Pellegrini, Real Madrid mulai waras dan menunjukan keseriusan dalam membentuk tim. Mereka sempat dilatih Jose Mourinho, Carlo Ancelotti, dan meraih hattrick Liga Champions bersama Zinedine Zidane. Namun, setelah kepergian Zidane pada tahun 2018, Madrid kembali kebingungan dalam mencari pelatih.
Akhirnya penyakit lama pun kambuh. Dari sekian banyaknya opsi yang tersedia, Real Madrid malah mengontrak Julen Lopetegui pada Juli 2018. Sebelum menangani Madrid, Lopetegui belum ada pengalaman melatih tim papan atas. Ia tercatat hanya pernah menangani Rayo Vallecano, FC Porto, dan Timnas Spanyol.
Salah satu alasan Madrid memilihnya adalah riwayat masa lalu. Ternyata Lopetegui pernah bekerja di Madrid sebagai scouting dan pelatih tim Castilla sejak 2006 hingga 2009. Sayangnya, kepercayaan yang sudah diberikan tidak dimanfaatkan dengan baik oleh sang pelatih. Lopetegui justru hancur lebur di Madrid. Ia hanya bertahan selama tiga bulan saja sebelum akhirnya dipecat pada Oktober 2018.
Santiago Solari (2018)
Sebelum bereuni kembali dengan Zinedine Zidane, Real Madrid pernah ngide untuk menciptakan Zidane yang lain dengan menunjuk Santiago Solari sebagai pelatih utama Real Madrid. Sebelum ditunjuk langsung oleh Florentino Perez untuk menjadi pelatih sementara di akhir tahun 2018, Solari merupakan pelatih Real Madrid Castilla.
Kesempatan ini pun tak disia-siakan oleh Solari. Ia langsung membuktikan kebolehannya dalam meracik skuad dengan memberikan empat kemenangan beruntun untuk El Real. Performa apik ini membuat manajemen berubah pikiran. Dengan harapan Solari bisa meniru kesuksesan Zidane yang sama-sama berawal dari Castilla, Madrid akhirnya menyodorkan kontrak berdurasi tiga tahun.
Sialnya, dalam perjudian ini Los Blancos rungkad. Solari bukan pelatih yang tepat untuk Madrid. Pelatih asal Argentina itu hanya bagus di awal saja. Ia hanya bertahan selama 133 hari saja di Madrid.
Tersingkir di Copa Del Rey dan Liga Champions jadi alasan utama mengapa dirinya dipecat. Namun, kegagalan itu tak semata-mata menghilangkan kepercayaan klub kepadanya. Kini, Solari masih dipercaya Madrid sebagai direktur sepakbola.
Sumber: CNN, The Guardian, Marca, BBC