Asa Elkan Baggott menjadi pemain Indonesia pertama yang berlaga di kasta tertinggi Liga Inggris tampaknya sirna. Karena bek kelahiran Bangkok, Thailand itu dipastikan tak akan membela Ipswich Town yang promosi ke Premier League musim 2024/25. Beruntungnya, itu bukan karena Baggot dijual, melainkan karena menjalani proses peminjaman.
Kali ini, klub yang akan menikmati service Elkan Baggot adalah Blackpool FC. Baggot dikabarkan belum masuk dalam rencana Kieran McKenna. Sang pelatih merasa bek 21 tahun itu masih belum siap untuk bersaing di level Premier League. Ngomong-ngomong soal Blackpool, namanya cukup familiar ya. Ada yang ingat dengan kiprah klub yang satu ini?
Daftar Isi
Klub Kelima
Dengan dipinjamkannya Elkan Baggot dari Ipswich Town ke Blackpool, bek tim nasional Indonesia itu masih akan berlaga di League One musim depan. Untuk tiga musim beruntun, Baggot terus berlaga di kompetisi kelas tiga sepakbola Inggris itu. Blackpool sendiri akan menjadi klub kelima Baggot selama karirnya di Inggris.
Sebelumnya, pemain yang memiliki tinggi 196 sentimeter itu pernah membela empat tim lain termasuk Ipswich Town. Selain Ipswich, Baggot tercatat pernah berseragam King’s Lynn, Cheltenham, Bristol Rovers, dan Gillingham FC. Dari banyaknya klub yang pernah dibela Elkan, Gillingham jadi yang paling sering memberikan kesempatan bermain pada Elkan. Yakni 29 penampilan di semua ajang musim 2022/23.
Blackpool
Nah, sebelum memantau petualangan Elkan Baggot di klub baru, alangkah baiknya kita berkenalan dengan klub yang berbasis di Blackpool, Lancashire, Inggris. Blackpool FC bukan klub sembarangan di Inggris. Bagi para penggila sepakbola, Blackpool adalah klub yang memiliki sejarah panjang di Inggris.
Berdiri tahun 1887, Blackpool seumuran dengan klub-klub bersejarah lain seperti Celtic dan Hamburg. Sayangnya, Blackpool tak bisa menyamai prestasi rekan-rekan seangkatannya yang konsisten berkompetisi di kasta tertinggi masing-masing negara. Periode setelah Perang Dunia II menjadi masa keemasan bagi Blackpool.
Dalam periode tersebut, Blackpool tercatat tiga kali lolos ke final Piala FA, yakni pada 1948, 1951, dan 1953. Musim 1955/56, Blackpool bahkan menjadi runner-up Divisi Satu atau kasta tertinggi Liga Inggris saat itu di bawah Manchester United.
Tapi setelah itu Blackpool hanya bisa berkutat di papan bawah. Kalau nggak Divisi Dua ya Divisi Tiga. Gitu aja terus. Meski begitu, Blackpool pernah sekali mentas di kasta tertinggi era Premier League. Tepatnya pada musim 2010/11. Kala itu, skuad asuhan Ian Holloway diperkuat pemain sekaliber Charlie Adams.
Julukan dan Identitas Blackpool
Soal identitas dan branding, Blackpool juga punya cerita unik. Meski ada unsur warna “Black” di Blackpool, mereka lebih dikenal dengan warna oranye dan putih ketimbang warna hitam. Konon katanya, manajemen Blackpool mengadopsi warna itu dari Timnas Belanda. Lucunya, yang mengusulkan warna tersebut adalah Albert Hargreaves. Direktur klub yang kala itu masih bekerja sebagai wasit profesional.
Saat itu, sang direktur baru saja pulang dari memimpin pertandingan antara Belanda dan Belgia di tahun 1920-an. Di era tersebut, penggunaan warna yang mencolok pada jersey bola masih sangat jarang. Kebanyakan warna-warna gelap seperti maroon, merah, atau biru. Nah, ketika melihat Timnas Belanda pakai warna oranye cerah, sang direktur pun langsung kesemsem.
Alhasil, ketika ia pulang ke Inggris, ia meminta Blackpool untuk menggunakan warna Oranye agar menarik perhatian selayaknya tim nasional Belanda. Secara tidak langsung, Belanda sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter Blackpool. Jika bukan karena mereka, Blackpool tak akan identik dengan warna oranye seperti yang kita kenal sekarang.
Diluar itu, mereka juga punya julukan “The Seasiders”. Dalam bahasa Indonesia, Sea Siders memiliki makna sebagai penghuni laut. Itu karena Blackpool sendiri merupakan salah satu kota yang memiliki pantai paling indah di Inggris. Selain itu, julukan ini juga memberikan kesan yang kuat dan mudah diingat oleh penonton atau fans Blackpool di seluruh dunia.
Stadion dan Suporter
Gimana, masih kurang? Klubnya Elkan Baggot masih punya daya tarik lain. Tak kalah dari West Ham United atau Millwall, Blackpool juga dikenal dengan fansnya yang militan dan setia. Meski hanya berkutat di kasta bawah dan kerap terjerat masalah finansial, fans Blackpool selalu sepenuh hati mendukung tim kesayangan. Mendukung Blackpool FC sudah selayaknya budaya.
Fans Blackpool menamai diri mereka sebagai Seasiders. Apa pun keadaan Blackpool, mereka tetap senantiasa mendukung melalui tribun. Maka dari itu, atmosfer di Bloomfield Road selalu meriah saat pertandingan kandang Blackpool.
Meskipun Bloomfield Road hanya berkapasitas 17 ribu penonton, Seasiders pernah tercatat sebagai suporter kelima paling berisik saat mereka tampil di Premier League musim 2010/11. Saat itu, kekuatan suaranya mencapai 85 desibel. Itu setara dengan kebisingan di sebuah bioskop yang sedang menayangkan film action.
Kesetiaan fans pun berbalas. Blackpool memunculkan program bernama “Seasiders Together” dengan tujuan untuk memastikan semua pendukung memiliki suara dan segala macam usulan bisa langsung tersampaikan kepada manajemen, terlepas dari latar belakang, usia, jenis kelamin, disabilitas, atau tempat tinggal mereka.
Rivalitas Blackpool
Layaknya klub-klub Inggris pada umumnya, Blackpool juga memiliki beberapa rival. Dari banyaknya rival, ada dua klub yang dinilai memiliki persaingan paling panas dengan Blackpool. Klub-klub itu adalah Burnley dan Preston North End. Pertandingan antara Blackpool baik dengan Preston atau Burnley selalu menarik perhatian dan seringkali berlangsung sengit.
Namun, karena terlalu jarang bertemu dengan Burnley, klubnya Elkan Baggot itu lebih fokus membangun rivalitas dengan Preston North End. Pertemuan keduanya seringkali dinamai sebagai Derby West Lancashire. Derby ini pertama diadakan pada tanggal 23 November 1901 di Bloomfield Road.
Sejak hari itu, tak selamanya kedua tim berada di satu divisi yang sama. Kadang, Blackpool yang berada di kasta yang lebih baik daripada Preston, begitu pun sebaliknya. Oleh karena itu baru terjadi 97 pertemuan antara kedua klub di semua kompetisi. Dengan North End menang 47 kali dan Blackpool hanya menang sebanyak 32 kali. Sisanya pertandingan berakhir seri.
Prestasi Blackpool
Lantas, apakah ada prestasi yang bisa dibanggakan dari klubnya Elkan Baggot ini? Tentu ada. Prestasinya pun bukan main-main. Klub yang memiliki julukan The Seasiders itu pernah sekali menjuarai Piala FA. Tepatnya pada tahun 1953. Kala itu, mereka mengalahkan Bolton Wanderers dengan skor 4-3.
Hebatnya, laga itu masih memegang rekor sebagai final Piala FA dengan jumlah gol terbanyak hingga saat ini. Era keemasannya itu sudah lama sekali. Tapi jangan salah, pencapaian ini sejajar dengan klub-klub besar lainnya, seperti Leicester City atau Leeds United.
Tak semua tim bisa menjuarai Piala FA. Contohnya saja seperti Brighton, Fulham, dan Norwich yang dalam sejarahnya sama sekali belum pernah mengangkat trofi Piala FA. Selain trofi tersebut, Blackpool juga pernah meraih beberapa gelar lagi, diantaranya dua gelar Nations League dan satu gelar Divisi Championship.
Tak cuma secara tim, Blackpool juga punya legenda yang berprestasi secara individu. Dia adalah Stanley Matthews, salah satu pemain Inggris terhebat di masanya. Matthews jadi satu-satunya pemain Blackpool yang berhasil meraih Ballon d’Or edisi perdana pada tahun 1956. Bisa dikata, Matthews adalah pemain Inggris pertama yang meraih gelar tersebut. Gimana, berminat jadi fans Blackpool?
https://youtu.be/hj0DmzQfKzU
Sumber: Blackpool, Fact.nets, Football League World, Suara