Pada menit-menit akhir bursa transfer musim panas tahun ini, Real Madrid resmi mendatangkan bakat muda asal Prancis, Edouard Camavinga. Berbekal dana sebesar 30 juta euro atau setara 508 miliar rupiah, pemain berusia 18 tahun ini mendarat mulus di Estadio Santiago Bernabeu.
Bergabung dengan Real Madrid jelas menjadi sebuah kebanggaan besar bagi Camavinga. Pemain yang berperan sebagai gelandang tengah ini merasa terhormat bisa bergabung dengan klub yang kita tahu, telah menjadi raja Eropa selama bertahun-tahun.
DONE DEAL: Real Madrid have reached an agreement to sign Camavinga 🇫🇷👑 (per @FabrizioRomano) pic.twitter.com/re6vCEuU8u
— 433 (@433) August 30, 2021
Disamping itu, bagi Madrid, berhasil mendapatkan Camavinga juga menjadi sesuatu yang sangat istimewa. Dia bukan pemain muda sembarangan. Kedatangannya bisa sedikit menutup luka dari kegagalan merekrut pemain bintang Paris Saint Germain. Camavinga adalah berlian. Dia cerdas, cepat, dan pergerakannya seringkali membuat repot para pemain lawan.
Tak banyak pemain muda yang memiliki kemampuan sepertinya. Apalagi, bila sampai melihat pergerakan tim-tim besar Eropa yang serius menginginkannya.
Profil Edouard Camavinga
Camavinga adalah pemain jebolan akademi Rennes. Namun perlu dicatat, tak mudah bagi Camavinga untuk bisa menimba ilmu di salah satu klub asal Prancis. Di masa kecilnya, hidup Camavinga lebih akrab dengan kekerasan. Bukan tentang sikap tak mengenakkan dari sanak saudara, namun justru situasi sekitar yang membuat pikirannya sebagai anak sempat hancur berantakan.
Camavinga adalah korban perang saudara di Angola. Beruntung, keluarganya bisa segera keluar dari Afrika dan bermukim di Fougeres, sebuah wilayah yang letaknya tidak terlalu jauh dari Rennes, Prancis Barat.
Satu hal menarik dari Camavinga adalah, dia sempat tidak mengenal sepakbola setelah diminta ibunya untuk fokus pada olahraga judo. Namun dengan sang ayah, Celestino, Camavinga mulai mengenal apa itu sepakbola. Hari-harinya mulai sering diisi dengan menonton pertandingan sepakbola, plus pemahaman tentang bagaimana cara bermain bola dengan benar.
Saat usianya mulai menginjak tujuh tahun, Camavinga serius untuk menekuni sepakbola. Sebuah akademi bernama Drapeau-Fougères membawanya menuju ke sebuah tempat pelatihan sepakbola. Menurut salah satu pendidiknya ketika itu, Nicolas Martinais, seperti tulis The Flanker, Camavinga merupakan pemain cerdas yang hanya butuh satu kali percobaan untuk melakukan apa yang diinginkan.
Nicolas Martinais, ancien entraîneur de Camavinga : “Il jouait contre des joueurs qui avaient deux ans de plus que lui.” pic.twitter.com/mKdG2hH16g
— Téléfoot (@telefoot_TF1) November 17, 2019
Dari situ, bakat Camavinga yang terus berkembang mulai temui masa dimana dia menjadi pemain yang banyak diincar. Pada sebuah turnamen musim panas, Camavinga yang tampil bersama akademi pertamanya membuat pelatih Rennes, Julian Stephan, terpana. Pemain muda yang belum banyak tahu itu lantas diberi tawaran untuk berlatih bersama akademi Rennes.
Namun apa yang terjadi selanjutnya? Camavinga mengalami musibah yang tak terduga. Pada suatu hari dimana langit tak memihak kepadanya, dia mendapati rumahnya hangus terbakar akibat korsleting listrik. Meski tak ada korban jiwa, sejumlah dokumen penting ludes dilalap api yang menyambar.
Sempat merasa terpukul sampai terancam gagal bergabung dengan Rennes, Camavinga yang seolah terbiasa dengan banyak cobaan berhasil melewati itu semua. Berkat bantuan dari orang-orang terdekatnya, akhirnya, dalam sebuah hari yang tak terdapat mendung didalamnya, Camavinga resmi menjadi bagian dari akademi Rennes.
“Sehari setelah kejadian itu (rumah terbakar), aku tetap pergi ke pelatihan dan sepak bola membantuku untuk rileks. Itu adalah cara untuk melarikan diri dari semua itu,”
“Aku adalah harapan keluarga. Aku termotivasi untuk membuat keluarga bahagia. Aku ingin tetap membuat mereka bahagia,” kata Camavinga.
Banyaknya tantangan yang didapat, bahkan sebelum ia beranjak dewasa, membuat Camavinga tak kesulitan ketika temui berbagai halangan. Baginya, hidup adalah tentang perjuangan. Gerakan yang dilakukan setiap harinya adalah tentang melewati tantangan. Tak ada waktu untuk berleha, apalagi melewati hari dengan banyak hura.
Bergabung dengan Rennes membuat Camavinga melakukan hal yang kurang lebih sama. Dia selalu berada lebih maju diantara teman-temannya. Sang direktur, Landry Chauvin, juga mengakui itu semua. Tak sulit bagi Camavinga untuk langsung menembus tim utama. Apa-apa yang ada pada dirinya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan. Tinggal bagaimana pelatihnya nanti dalam memanfaatkannya.
Julian Stephan, mulanya sempat tak mau terburu-buru untuk menaruh nama Camavinga di tim utama. Namun, kehebatan Camavinga terlalu kuat untuk dibendung rencana. Hasilnya, dia mampu menembus jalan takdir yang sempat menginginkannya lebih lama untuk menimba ilmu di tim muda.
Berkembang Bersama Tim Utama Rennes
Pada April 2019, dia melakoni debut utama dengan tim utama. Di laga melawan Angers, Camavinga resmi menjadi pemain termuda (16 tahun 4 bulan) Rennes yang tampil di kompetisi kelas atas.
Tak berselang lama, atau tepat pada Agustus 2019, Camavinga menjadi pemain yang tampil menawan di laga melawan Paris Saint Germain. Melalui sebuah assist mengesankan kepada Romain Del Castillo, Camavinga berhasil membawa Rennes menang 2-1 sekaligus mengunci laga dengan sebuah penghargaan pemain terbaik pertandingan.
Eduardo Camavinga vs PSG
1 assist
41 passes
98% pass accuracy
2 shots
1 key pass
3/3 accurate long balls
1 dribble won
3 tackles won16 YEARS OF AGE! Crazy talent. pic.twitter.com/dLhdEW2amg
— Football Talent Scout – Jacek Kulig (@FTalentScout) August 18, 2019
Berkat kejutan yang ditunjukkan bersama Rennes, Camavinga lalu mendapat panggilan untuk mengisi skuad Prancis U21 yang berlaga melawan Georgia pada November 2019. Tak lama setelahnya, Camavinga melakoni debutnya bersama timnas Prancis di laga melawan Kroasia dalam ajang UEFA Nations League.
Melalui debut itu, Camavinga yang berusia 17 tahun sembilan bulan dan 29 hari, berhasil melampaui rekor legendaris Maurice Gastiger sebagai pemain termuda Prancis yang bertahan sejak 1914.
Rennes’ 17-year-old midfielder Eduardo Camavinga makes his France debut.
The third-youngest to ever do so 🇫🇷 pic.twitter.com/EIPizCb1RC
— B/R Football (@brfootball) September 8, 2020
Musim 2019/20 kemudian resmi menjadi pertunjukkan sempurna bagi Camavinga. Kilau sinarnya kian terpancar. Aroma skil mengagumkannya tak cukup bila hanya dibendung dengan sebuah permainan sederhana. Camavinga, yang berhasil keluar dari sarang pendidikan muda lebih awal, sukses menimba banyak pengamalan untuk membuat tim-tim Eropa arahkan perhatian.
Melansir the analyst, sejak awal debutnya bersama Rennes, Camavinga telah berhasil ciptakan lebih dari 190 tekel dan mampu memenangi duel dengan persentase sebesar 57% di kompetisi Ligue One.
Ketika Rennes berada di bawah asuhan Bruno Genesio, peran Camavinga berkembang menjadi gelandang box-to-box. Dengan peran tersebut, dia jadi lebih sering membantu serangan dan berhasil catatkan sebanyak 1,76 dribel per laga.
Namun begitu, peran tersebut tidak lantas mengganggunya untuk turut membantu pertahanan. Camavinga, tercatat masih mampu torehkan sebanyak 2,8 tekel per laga, dimana itu jadi yang tertinggi diantara pemain Rennes lainnya.
Selain itu, kelebihannya juga meliputi kecerdasan dan kemampuan teknis untuk mendikte ritme permainan, mengoper bola, baik pendek maupun panjang dari lini tengah, sambil seringkali merebut bola melalui tekel atau intersepsi. Lebih dari itu, Camavinga juga sering menampilkan sebuah tarian anggun di atas lapangan, yang sampai membuat pemain lawan kesulitan untuk menghentikannya.
Camavinga telah menunjukkan sikap disiplin taktis dan kesabaran tak terhindarkan. Dengan mencapai nyaris 100 penampilan senior, mudah untuk melupakan bila dirinya baru akan menyentuh angka 19 tahun pada November mendatang. Dia memiliki kemampuan fisik, mental dan teknis sempurna untuk jadi seorang pemain jempolan. Wajar bila pada akhirnya banyak klub yang menginginkannya.
Skema Apa yang Cocok Untuk Camavinga di Real Madrid?
Memiliki kemampuan yang bila disimpulkan pandai dalam menguasai bola, mengatur tempo permainan, serta tak kalah hebat dalam mengalirkan bola ke garis depan, Camavinga setidaknya punya tiga pilihan peran untuk dimainkan dalam skema tim bertabur bintang.
Pertama, dia berpotensi menjadi pesaing kuat Casemiro untuk mengisi peran gelandang bertahan, dalam skema 4-3-3. Atau setidaknya, Camavinga bisa belajar dari sang gelandang andalan asal Brasil untuk bisa dimanfaatkan sebagai pemain masa depan.
OFFICIAL: EDUARDO CAMAVINGA JOINS REAL MADRID ✨ pic.twitter.com/w9l7Ju6GRl
— B/R Football (@brfootball) August 31, 2021
Kedua, Camavinga juga bisa berperan dalam skema double pivot, bersama dengan nama Casemiro. Melalui formasi 4-2-3-1, Camavinga yang ditempatkan di samping Casemiro bisa dimanfaatkan sebagai penyokong peran gelandang serang dan dua pemain yang ditempatkan di posisi sayap.
Ketiga, atau yang terakhir, karena dinilai punya kemampuan menyerang yang tak kalah hebat, Camavinga bisa ditempatkan di posisi yang lebih maju. Dia bisa dimainkan sebagai gelandang tengah, bersama Toni Kroos misalnya, dalam skema 4-3-3. Catatan 1,76 dribel per laganya tentu membuat Carlo Ancelotti tak ragu untuk membuat Camavinga memainkan peran tersebut.
Kini, tinggal kita nantikan saja, seberapa hebat Camavinga bakal taklukkan tantangan baru bersama tim ibukota.
Sumber referensi: Marca, The Flanker, Tribuna, espn