Taktik 3-4-3 Tuchel di Chelsea, Kadaluarsa?

spot_img

Kedatangan Thomas Tuchel di Chelsea membawa angin segar. Revolusi formasi 3-4-3 yang ditunjukkan pria asal Jerman itu sangat terasa. Keseimbangan tim dan pertahanan lini belakang menjadi fokus perhatian Tuchel ketika awal kedatanganya. Dengan materi pemain bekas Frank Lampard yang tergolong cukup mewah seperti Havertz, Werner, Ziyech, Pulisic, tentu bukan perkara rumit bagi Tuchel untuk menerapkan taktiknya.

Kesuksesan sistem yang dibangun Tuchel pun akhirnya berbuah manis. Chelsea sukses merengkuh trofi Liga Champions Eropa 2020/2021, dan mampu finish di posisi ke 3 Liga Premier Inggris. Formasi 3-4-3 Chelsea seketika menjadi primadona di Eropa. Padahal sistem itu pernah juga dipakai Chelsea era Antonio Conte. 3-4-3 Conte juga sempat berbuah hasil juara Liga Inggris.

Pada Musim 2021/2022 , 3-4-3 Tuchel awalnya berjalan lancar, seiring pemain yang dibutuhkan Tuchel berfungsi pada sistemnya. Clean sheet dan menang terus menjadi trademark skuad Chelsea tahun ini. Kandidat calon juara Liga Inggris pun disematkan. Namun, bak bola yang dilemparkan ke atas. Harapan itu pun pelan-pelan jatuh.

Pola 3-4-3 ala Tuchel kemudian mengalami fase stagnan bahkan drop di tengah musim. Khususnya pada periode Desember. Kedalaman skuad Thomas Tuchel dipaksa keropos akibat cedera dan pandemi. Alhasil, Tuchel pun harus memakai pemain pelapis. Dan di situ letak masalahnya. Pemain pelapis yang dipercaya linglung, mereka tak mampu menjalankan skema dengan baik, taktik 3-4-3 sebelumnya tak berjalan sebagaimana mestinya.

Mungkinkah taktik Tuchel sudah kadaluarsa? Apakah lebih baik kalau taktik 3-4-3 itu disimpan ke buku taktik saja, dan tak perlu diterapkan lagi? Atau memang pemainnya saja yang tak becus membaca mau Thomas Tuchel?

Rentetan Hasil Buruk 3-4-3 Tuchel di Chelsea

Bulan Desember 2021 jadi semacam pintu gerbang mampetnya strategi Thomas Tuchel. Diawali dengan bertandang ke West Ham. Absennya Kante salah satu pivot kunci dimanfaatkan oleh West ham dengan meniru formasi 3-4-3 Tuchel. Kekuatan Tuchel dibaca oleh Moyes dengan mematikan kekuatan wing back Chelsea.

Man to Man Marking ketat dilakukan oleh para pemain West Ham. Hasilnya, West Ham menang dengan skor 3-2. Skema 3-4-3 Tuchel seperti mati kutu dan tak terlihat. Bahkan, dua gol yang dicetak Chelsea bukan berasal dari set play pada skema 3-4-3.

Di lanjutan Liga Champions pada tengah pekan melawan Zenit, skema 3-4-3 kembali tidak berjalan sesuai rencana. Apalagi kala itu, pivot-pivot andalan Chelsea, seperti Jorginho, Kovacic, dan Kante absen. Reece James pun dipaksa jadi gelandang. Sementara, pos wing back kiri diisi Saul Niguez yang justru tidak berguna. Dengan skuad ala kadarnya, Chelsea pun ditahan imbang Zenit 3-3.

Skema 3-4-3 yang tidak jalan juga membuat Chelsea kehilangan poin atas klub semenjana, Wolverhampton di Liga Inggris. Wolves yang juga menggunakan tiga bek mampu meredam sirkulasi bola 3-4-3 Tuchel. Pertandingan pun harus berakhir dengan skor kacamata. Hal yang sama juga terjadi ketika boxing day melawan Brighton and Hove Albion. Chelsea ditahan imbang 1-1.

Stamford Bridge di awal tahun kedatangan Liverpool, 3-4-3 Chelsea akan beradu dengan 4-3-3 Klopp. Starting Eleven yang komplit kedua tim mampu menyajikan pertandingan 90 menit yang seru. Pola 3-4-3 mampu beradu dengan 4-3-3 Klopp meskipun secara hasil tidak memuaskan, khususnya transisi bertahan menyerangnya cukup kesusahan terlebih ketemu lawan yang tipikal pressing-nya hampir sama.

Badai Cedera dan Covid 19

Desember memang menjadi bulan yang menyusahkan bagi klub-klub Liga Inggris, terutama Chelsea. Karena diterpa badai cedera dan banyak pemain yang terinfeksi virus, membuat Thomas Tuchel mesti memutar otak. Line up andalan dalam formasi 3-4-3 di setiap posisi bergiliran absen. Hal itu mau atau tidak, membuat Tuchel harus merotasi pemain.

Dari situ kedalaman skuad Chelsea pun keropos di sana-sini. Belum lagi festival period ini selalu memakan korban, karena jeda waktu istirahat yang sebentar. Chelsea pun harus kehilangan beberapa pemain pilarnya karena cedera dan Covid-19.

Skuad Chelsea terpaksa harus bermain tanpa Kante, Jorginho, Chilwell, James, Werner, dan Havertz yang bergiliran absen. Dari situlah strategi Thomas Tuchel jadi tidak berjalan dengan baik dan maksimal.

Sistem 3-4-3 Terbaca oleh Lawan.

Sistem 3-4-3 dari Tuchel sudah tidak lagi istimewa. Apalagi formasi tersebut kini gampang terbaca oleh lawan. Bahkan bukan hanya gampang terbaca, tapi sekaligus mampu ditiru. Beberapa kali lawan yang menghadapi Chelsea, sukses meniru taktik tersebut.

Menempatkan pemain dengan cara man to man marking dengan menyempitkan gerak pemain berimbas nyata. Chelsea kesulitan menghadapi lawan dengan taktik yang sama. Hal itu bertambah parah ketika ternyata lawan mempunyai sistem pressing yang sama seperti gaya Tuchel, serta kelihaian lawan melakukan eksploitasi lini tengah Chelseal yang sering kalah jumlah.

Peran Pemain Cadangan Tidak Sebaik Pemain Inti di 3-4-3 Tuchel

Karena banyak pemain yang absen, Tuchel harus merotasi skuadnya, Namun sayangnya, para pemain pengganti tidak berperan maksimal. Misalnya, ketika Kante atau Jorginho absen, digantikan Kovacic atau Loftus Cheek yang tentu saja berbeda gaya mainnya. Apalagi kalau pemain seperti Reece James yang sampai di taruh sebagai gelandang.

Di lini penyerangan, rotasi yang sering dilakukan juga kerap tidak menghasilkan apa-apa. Rotasi Mount, Havertz, Odoi, Werner, Ziyech, Pulisic, Lukaku sering kebingungan sendiri ketika satu sama lain absen. Tingkat finishing mereka juga agak buruk ketika gol-gol Chelsea juga banyak datang dari pemain belakang maupun penalti Jorginho.

Titik Balik Melawan Spurs di Piala Liga

Tuchel tampaknya segera sadar kalau skema 3-4-3 tidak berjalan akhir-akhir ini. Pelatih yang terkenal “Kepala Batu” itu akhirnya mengubah formasi ketika menghadapi Tottenham Hotspurs di leg pertama Piala Liga di Stamford Bridge. Untuk pertama kalinya Tuchel di awal match menggunakan sistem baru 4-2-3-1. Atau bisa jadi berubah menjadi 4-2-2-2 ala gegenpressing Rangnick.

Hasilnya, lumayan. Chelsea bermain dengan bola penuh dan menggunakan space kelonggaran formasi 4-2-3-1. Di mana ketika off the ball bisa menjadi 4-2-2-2 pada saat pressing lawan. Dengan memanfaatkan menang jumlah di tengah, sirkulasi bola, transisi menyerang dan bertahan akan menjadi lebih mudah.

Alhasil, aliran bola Spurs lewat pivot mereka cenderung mandek karena mudah hilang bola, setelah pressing para pemain Chelsea berhasil di area permainan Spurs. Chelsea pun berhasil memenangi pertandingan dengan skor 2-0. Hasil itu menjadi pelajaran berharga bagi Tuchel.

Dari rentetan pertandingan Chelsea itu semua, dapat disimpulkan bahwa sistem 3-4-3 akan berjalan ketika pemain intinya hadir dan menjalankan peran dengan benar. Tapi kalau tidak, itu akan jadi bumerang bagi Chelsea.

Dengan perubahan formasi ke 4-2-3-1 atau 4-2-2-2 lebih memungkinkan untuk bermain ball possession dan mengontrol pertandingan. Intinya, perubahan apa pun dari segi formasi harus dapat memaksimalkan potensi pemain, jika potensi pemain itu tidak cocok di sistem 3-4-3, ya, jangan dipaksakan.

Sumber Referensi : thechelseaofficial, skysport, thefalse9, fourfourtwo

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru