Seorang gelandang bertahan sejak dulu banyak dipersepsikan sebagai pemain yang keras, ataupun “tukang jagal”. Maklum tugasnya memang untuk menyaring serangan dari lawan. Diego Simeone, Roy Keane maupun Gattuso adalah sederet bintang gelandang bertahan yang bertipe “tukang jagal”.
Namun sepakbola terus berkembang. Di era sepakbola modern peran gelandang bertahan lebih dari sekedar “tukang jagal”. Maka dari itu, banyak lahir tipe gelandang bertahan baru yang lebih kalem dan bahkan pandai menciptakan peluang.
Daftar Isi
Andrea Pirlo (AC Milan)
Fenomena Pirlo mungkin paling mencolok di tahun 2001. Sejak ia hijrah ke AC Milan, peran Pirlo mulai diubah. Yang awalnya lebih sering sebagai gelandang serang ketika di Inter Milan, Pirlo kemudian disulap menjadi gelandang bertahan di depan empat bek ketika di AC Milan.
Siapa lagi kalau bukan Carlo Ancelotti aktornya. Ancelotti sudah tahu kelebihan Pirlo dari rekannya Carlo Mazzone, pelatih Pirlo ketika di Brescia. Menurut Mazzone Pirlo lebih cocok ditempatkan sebagai gelandang bertahan di depan empat bek dengan fungsi sebagai Deep Lying Playmaker.
L'AC Milan de Carlo Ancelotti (et d'Andrea Pirlo en 6) lors de son sacre en C1 contre la Juventus en 2003. pic.twitter.com/8DO2zk2x3R
— JS Grond-Tran (@JS_Grond) April 17, 2017
Pirlo ini tak seperti gelandang bertahan lainnya yang punya atribut fisik, tekel, maupun resistensi bertahan yang mumpuni. Namun dengan visi, kontrol permainan, dan akurasi umpannya, ia mampu untuk difungsikan sebagai pengontrol permainan tim. Di Rossoneri ia bahkan dikenal membentuk poros trio gelandang menakutkan dan saling melengkapi bersama Gattuso dan Seedorf.
Sergio Busquets (Barcelona)
Kemudian ada Sergio Busquets. Pemain cungkring dari Barcelona yang muncul di tahun 2008. Aneh saja ketika itu, melihat ada seorang gelandang bertahan yang mainnya kalem dan tak ada sangar-sangarnya sama sekali.
During the advent of 2008, as Sergio Busquets seamlessly infiltrated the eminent ranks of Barcelona's senior squad, he remained an enigma, perceptible solely to the discerning gaze of Pep Guardiola, his erstwhile mentor at Barcelona B. pic.twitter.com/T6UlSRgQ6i
— The FTBL Index 🎙 ⚽ (@TheFTBLIndex) May 25, 2023
Ya, itulah gelandang bertahan bentukan Pep Guardiola. Pep bahkan ketika itu berani mengorbitkan gelandang lelet itu dengan menggusur gelandang bertahan Barca sebelumnya yang lebih garang, Yaya Toure.
Namun itulah yang dimau Pep. Ia ingin punya tipe gelandang bertahan yang tak hanya pandai menjegal lawan, namun sekaligus bisa cerdas membaca permainan. Sosok Busquets walaupun lelet dan secara fisik tidak terlalu kekar, namun ia punya kelebihan dari hal visi, akurasi umpan, maupun kontrol permainan. Ia membentuk kemitraan yang menakutkan pada masanya bersama Xavi dan Iniesta.
Tak heran kalau saat itu ia menjelma sebagai role model tipe gelandang bertahan modern. Karena bagaimanapun dengan peran gelandang bertahan seperti dirinya, Barcelona dan Timnas Spanyol di era itu mampu meraih beberapa gelar.
Jorginho (Napoli)
Di tahun 2015, tepatnya di Napoli ada sosok pemain bernama Jorginho yang dijadikan pelatih Maurizio Sarri sebagai gelandang bertahan diformat andalannya 4-3-3-nya.
JORGINHO E IL RUOLO DEL "REGISTA"
— Francesco Galardo (@Francesclol) December 30, 2020
via @TacticalPad
Cos'è un regista? Qual è l'evoluzione di questo ruolo nel calcio moderno? Analizzando Jorginho (nel Napoli di Sarri), possiamo andare a capire fino in fondo questo ruolo fondamentale nel calcio. pic.twitter.com/A0sF8o1jwV
Dilansir Breaking The Lines, Jorginho dipercaya Sarri menjadi gelandang bertahan di depan empat bek yang berfungsi untuk mendikte permainan. Jorginho sendiri bukanlah tipe gelandang bertahan sangar dengan atribut fisik yang mumpuni. Tingginya pun juga hanya 178 cm.
Tapi kalau soal visi, kontrol permainan, maupun akurasi umpannya, ia lebih menonjol. Maka dari itu Sarri selalu percaya Jorginho jadi sosok vital di lini tengah Partenopei saat itu. Menurut Sarri Jorginho adalah gelandang bertahan yang jago melindungi bola dari lawan, serta pandai mengatur tempo permainan.
Kante (Leicester)
Kemudian ada N’Golo Kante. Pemuda bersahaja yang dibeli Leicester City dari Caen pada tahun 2015. Diceritakan BBC, Ranieri lewat bisikan pemandu bakat Leicester, Steve Walsh akhirnya berani memilih Kante sebagai gelandang bertahannya yang baru. Padahal awalnya Ranieri sempat ragu apakah gelandang mungil tersebut itu bisa kuat dengan kerasnya Liga Inggris.
On This Day in 2015 🗓️
— Classic Football Shirts (@classicshirts) August 3, 2021
Leicester City signed N'Golo Kante from Caen for £5.6m.
Biggest bargain in the Premier League era? If not, who is? pic.twitter.com/Ea9JS0oNVu
Dilansir juga dari Givemesport, sejak kehadirannya di King Power Stadium Ranieri masih tak percaya Kante adalah tipe gelandang bertahan modern yang hebat. Sampai-sampai Ranieri sempat memainkan Kante di posisi sayap kiri di awal musim.
Namun sejak ditarik ke tengah mendampingi Danny Drinkwater, kemampuan aslinya keluar. Mereka membentuk poros duo pivot mengerikan yang saling melengkapi. Kante berfungsi sebagai gelandang penjelajah dengan segala keahlian pembacaan permainannya, sedangkan Drinkwater sebagai gelandang box to box-nya.
Kante yang dikenal pendiam itu banyak melakukan intercept penting bagi The Foxes. Ia adalah tipe gelandang bertahan yang jarang marah maupun berkonfrontasi dengan lawan. Bahkan ia sedikit sekali menerima kartu kuning, hanya tiga selama musim 2015/16. Berkat perannya tersebut Kante dijuluki gelandang bertahan yang santun dan cerdas. Jarang ada yang membenci Kante, semua sepertinya sayang Kante.
Casemiro (Real Madrid)
Kemudian ada salah satu gelandang terbaik Brazil di era modern, Casemiro. Ia adalah gelandang bertahan polesan Zinedine Zidane sejak di Real Madrid. Komposisi 4-3-3 Zidane di tahun 2015, telah mempercayakan Casemiro sebagai orang yang bertugas untuk melindungi empat bek Real Madrid, sekaligus duo gelandangnya Modric dan Kroos.
Secara fisik memang Casemiro layak dan mumpuni sebagai pelindung pertahanan El Real. Namun tak hanya menjadi pelindung, oleh Zidane ia juga banyak disuruh membantu serangan bersama Modric dan Kroos.
Zidane telah membentuk Casemiro tak hanya jago dalam bertahan saja. Casemiro disuruh untuk mengisi ruang satu sama lain dengan Modric dan Kroos. Tak jarang dengan umpan, penetrasi, maupun tendangan jarak jauhnya, Casemiro mampu membantu menciptakan peluang bagi El Real. Total 31 gol dan 29 assist selama berseragam Los Blancos, jadi bukti torehan yang tak biasa bagi seorang gelandang bertahan.
.@Casemiro scored his first goal as a @realmadriden player in a #LasPalmasRealMadrid in March 2016! 🇧🇷️⚽️ pic.twitter.com/brBL6szhTt
— LALIGA English (@LaLigaEN) March 30, 2018
Fabinho (Liverpool)
Ada juga tipe gelandang bertahan modern seperti Fabinho. Sejak dibeli Liverpool dari AS Monaco pada tahun 2018, ia menjelma sebagai salah satu gelandang bertahan modern terbaik di Liga Inggris.
Liverpool jarang punya gelandang bertahan seperti Fabinho. Tubuhnya memang tinggi, namun perawakannya cenderung cungkring dan juga lambat secara kecepatan. Namun, perannya di bawah instruksi Klopp mampu berbuah hasil.
🗓 #OnThisDay in 2018, Liverpool signed Fabinho 🇧🇷
— The Anfield Wrap (@TheAnfieldWrap) May 28, 2020
Here is every angle of his goal against Manchester city…pic.twitter.com/HgflQobphp
Klopp mendambakan gelandang bertahan yang cerdas membaca permainan maupun canggih secara umpan. Klopp juga ingin Fabinho sebagai jembatan awal ketika The Reds memulai serangan. Transisi dari bertahan ke menyerang Liverpool ketika itu dikomandoi oleh Fabinho. Ketika itu ia menjalin kemitraan yang saling mengisi dengan Wijnaldum, Henderson, Milner, Keita, maupun Chamberlain.
Meski tak seproduktif Casemiro di Real Madrid, namun peran Fabinho selama di Anfield sangatlah vital. Bisa dikatakan ia adalah salah satu otak cerdas dalam tim Klopp ketika berhasil meraih berbagai gelar seperti Liga Champions dan Liga Inggris.
Rodri (Manchester City)
Tak mau kalah dengan Liverpool yang memiliki Fabinho, pada tahun 2019 Manchester City di bawah Pep Guardiola menebus mahal gelandang bertahan dari Atletico Madrid yakni Rodri. Pep sepertinya ingin membuat “Sergio Busquets versi 2.0” di Etihad.
Rodri on Pep Guardiola 🗣
— ManCityzens (@ManCityzenscom) October 18, 2023
"He's the most influential coach of my career. He's elevated me to a level I didn’t know I could reach. When you get used to him, I say ‘Why don’t they do this’, I see everything much easier. He gives you a toolbox and you have more tools than the… pic.twitter.com/ccO9Xp3i6r
Sosok Rodri adalah sosok gelandang bertahan yang punya kemampuan lebih dari sekadar menjadi tukang jagal. Ia adalah tipe gelandang cerdas yang bisa membaca sekaligus mengontrol tempo permainan dengan baik.
Di The Citizens, perannya hampir mirip ketika Pep memfungsikan Busquets di Barcelona, yakni pemain yang tepat berada di depan empat bek. Bedanya, Rodri secara perawakan lebih atletis dan lebih sat-set secara pergerakan daripada Busquets. Namun dari segi ketenangan, akurasi umpan, maupun visi kecerdasannya hampir mirip Busquets.
Selama di Etihad, kemitraan lini tengahnya dengan Bernardo Silva, maupun Kevin De Bruyne juga mampu berjalan dengan baik. Bahkan terkadang juga gol-gol penting dihasilkan oleh pemain bertinggi 190 m ini. Di final Liga Champions melawan Inter misalnya. Well, tak heran kenapa Pep cocok dengan Rodri hingga sekarang. Rodri bahkan sangat vital keberadaannya di City. Bahkan terkadang jika Rodri absen, City tampak terlihat kesusahan.
On this day in 2019, Rodri signed for Manchester City.
— Match of the Day (@BBCMOTD) July 4, 2023
It turned out alright… 🏆#BBCFootball pic.twitter.com/ScTrck0MFX
Sumber Referensi : skysports, bbc, breakingthelines, footiefantasy, medium.com, thisisanfield,