Peluit panjang telah dibunyikan, Persib Bandung dipastikan keluar dari pertarungan untuk mendapatkan gelar juara BRI Liga 1 musim ini, setelah ditahan imbang oleh Persik Kediri pada hari Jumat 25 Maret kemarin.
Dengan hanya menyisakan satu laga pamungkas, hasil imbang dirasa tak cukup bagi Persib untuk menyalip Bali United lantaran masih memiliki selisih empat poin.
Meski mendapat jatah satu tiket di AFC Cup, Persib gagal memenuhi ekspektasi Bobotoh untuk menjadi juara Liga Indonesia musim 2021/22. Praktis setelah terakhir kali juara pada tahun 2014 lalu, Persib belum bisa kembali menyabet gelar juara Liga.
Lantas apa yang salah dari Persib? Mengapa mereka begitu kesulitan untuk kembali menjuarai Liga Indonesia?
Daftar Isi
Investasi yang Gagal
Soal kualitas pemain, Persib dari zaman ke zaman sebetulnya tidak pernah kehabisan pemain bintang. Misalnya, tahun 2017 ketika hanya mampu finis di peringkat 13, Persib memiliki pemain berstatus marquee player.
Terutama saat persepakbolaan Indonesia dihebohkan dengan regulasi yang membolehkan setiap klub memiliki marquee player, atau pemain bintang yang memiliki riwayat bermain di klub-klub Eropa dan di beberapa edisi Piala Dunia.
Tak tanggung-tanggung Persib Bandung langsung mendatangkan dua pemain bintang yang berstatus marquee player. Pemain tersebut adalah Carlton Cole dan Michael Essien. Kehadiran kedua pemain itu menciptakan sensasi di bursa transfer awal musim Liga 1 2017.
Untuk mendatangkan kedua pemain manajemen Persib kabarnya sampai harus merogoh kocek sedalam Rp12 miliar. Sayang, pengeluaran besar yang dilakukan Maung Bandung tak sebanding dengan performa kedua pemain di lapangan.
Biasanya apabila sebuah klub Indonesia mendatangkan pemain kelas dunia, mereka akan memanfaatkan perbedaan level permainan mereka untuk mendongkrak performa klub. Namun, kali ini sedikit berbeda.
jadilah seperti essien, pernah menang champions league tapi tetap belanja di pasar pic.twitter.com/dBsNkk6tVQ
— raihan (@gunungmerafi) July 6, 2020
Bersama Persib, Essien jarang bermain 90 menit full. Bahkan dalam beberapa pertandingan ia memulai laga dari bangku cadangan. Mungkin ia lelah karena harus membagi waktu antara sepak bola dan membuat konten belanja di pasar tradisional.
Sedangkan Carlton Cole lebih parah lagi, ia hanya memainkan lima pertandingan tanpa mencetak satu pun gol bersama Persib. Kebugaran disinyalir menjadi faktor utama kedua pemain marquee player tersebut. Semenjak datang ke Persib, mereka terlihat kesulitan untuk beradaptasi dan memperbaiki kondisi fisiknya.
Belum Menemukan Pelatih yang Cocok
Salah perencanaan dalam membangun skuad menjadi salah satu alasan mundurnya sang pelatih Jajang Nurjaman. Ia merasa menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dalam kemunduran Persib kala itu. Djanur juga merasa bertanggung jawab atas kesalahan memilih Carlton Cole sebagai striker Persib.
Sebelum semua terlambat
Menyesal dikemudian hariMilan apa ndak ingin ambil coach Djanur gantikan Marco Giampaolo pic.twitter.com/jj6vsNblbx
— Andie Peci (@AndiePeci) July 6, 2019
Setelah kepergian Djanur pun, Persib belum menemukan pengganti yang sepadan. Mereka sempat mendatangkan Dejan Antonic hingga Mario Gomez yang diboyong dari Johor Darul Ta’zim, mereka semua tak bisa berbicara banyak.
Bahkan Mario Gomez sempat bermasalah di Persib, Gomez dikenal memang cukup berani dalam mengkritik pemain dan manajemen klub apabila ada sesuatu yang menurutnya keliru. Sempat dikabarkan oleh Berita Bola, Gomez diduga menuduh pemainnya terlibat dalam pengaturan skor.
Gomez sempat menampik kabar miring tersebut. Pihak klub berinisiatif melakukan pertemuan yang melibatkan pemain, tim pelatih, dan manajemen. Meski akhirnya permasalahan dianggap selesai tuduhan itu merusak suasana internal tim yang saat itu sedang berjuang di Liga 1.
Tekanan Dari Bobotoh
Memang tak bisa dipungkiri, cukup sulit untuk beradaptasi dan bermain nyaman di Persib Bandung. Tekanan dari Bobotoh disinyalir menjadi beban tersendiri bagi siapapun yang bergabung dengan tim. Entah itu pemain atau bahkan pelatih.
Bobotoh memang menjadi bagian penting yang tak bisa dipisahkan dari Persib. Mereka dikenal sebagai suporter yang kerap mengkritisi kebijakan klub. Selain itu, Bobotoh juga dikenal sebagai fans yang memiliki ekspektasi tinggi kepada klub kesayangannya itu.
Layaknya fans MU, tekanan dari Bobotoh cukup mengganggu performa pemain. Kemampuan terbaik mereka pun akhirnya tidak keluar karena panas kuping.
Contohnya saja saat Dejan Antonic, Djanur, Kim Jeffrey dan Juan Belencoso harus mendapat kritikan pedas dari para suporter dan mengakibatkan beberapa dari mereka harus keluar meninggalkan klub
Persib Minim Gelandang Kreatif
Jika dilihat dari performa Persib beberapa tahun terakhir, mereka juga kerap menampilkan performa yang tak konsisten. Salah satu penyebabnya adalah minimnya gelandang kreatif di dalam skuad Maung Bandung.
Tak bisa dipungkiri, lini tengah menjadi sektor vital saat Persib berhasil merengkuh gelar juara ISL 2014 dan Piala Presiden pada tahun 2015 silam.
Di masa-masa kejayaan Persib, mereka memiliki nama-nama seperti Firman Utina dan Makan Konate di lini tengah. Duet mereka berdua menjadikan lini tengah Persib cukup mendominasi jalannya pertandingan. Mereka juga menjalankan peran sebagai penghubung antar lini dengan baik.
Praktis, setelah kepergian Firman Utina dan Makan Konate, lini tengah Maung Bandung terlihat kurang solid. Persib hanya menumpuk pemain jangkar seperti Hariono, Dedi Kusnandar dan Raphael Maitimo. Mereka tak memiliki pemain yang bertipikal sebagai pembagi bola seperti Makan Konate dan Firman Utina.
Live IG Bersama Kapten Persib 2014
Rindu sosok yg membawa Persib juara? Ada kepenasaran dan ingin diungkapkan? Yuk ikuti Live IG bareng Firman Utina.
🎬IG (at)Simamaungcom
📆 Rabu, 26 Agustus 2020
⏰ 16.30 WIBSimak dan siapkan pertanyaan terbaikmu. 🔥#Simamaung #Bobotoh pic.twitter.com/3EqZiwQL7u
— SIMAMAUNG (@simamaung) August 26, 2020
Kedatangan Omid Nazari dan Rene Mihelic di musim 2018/19 pun dirasa kurang efektif. Permainan mereka terlihat sulit berkembang ketika berseragam Persib. Mihelic hanya menyumbangkan 1 assist dari 10 pertandingan yang ia mainkan, sedangkan Nazari hanya menyumbangkan tiga assist dari 17 pertandingan.
Di musim 2021/22 sebetulnya publik Bandung berharap pada sosok Marc Klok yang baru saja didatangkan dari Persija. Namun, Klok dirasa tak memenuhi ekspektasi, ia hanya mencatatkan 4 assist dari 27 pertandingan liga
Penyerang Kurang Tajam
Minimnya gelandang kreatif, juga berdampak pada performa lini serang Persib. Praktis setelah performa Sergio Van Dijk menurun lantaran dihantam cedera lutut di turnamen Piala Presiden 2017, belum ada striker yang menyamai torehan golnya selama satu musim.
Sempat muncul nama Ezechiel Ndouassel. Eze tampil cukup produktif dengan selalu mencetak dua digit gol bersama Persib. Namun, hal itu tak cukup untuk membawa Persib kembali menjuarai liga. Akhirnya King Eze memilih untuk pindah ke klub siluman kuning.
Di musim ini ada nama-nama seperti Wander Luiz, Geoffrey Castillion, striker yang tak kalah berpengalaman dari striker-striker Persib terdahulu. Namun, lagi-lagi mereka tidak menunjukkan performa yang greget layaknya seorang striker asing. Akhirnya mereka pun dilepas pada paruh musim kedua.
Kembalinya Ezra Walian akan menambah kekuatan di lini depan PERSIB bersama duo Brasil, Bruno Cantanhede dan David da Silva.
Akankah tiga juru gedor ini menjadi #PembedadiLapang saat bentrok dengan Bali United nanti? pic.twitter.com/5BdQTy54Yb
— PERSIB (@persib) January 12, 2022
Kedatangan David Da Silva dan Bruno Cantanhede di pertengahan musim pun dirasa terlambat untuk memperbaiki lini depan Persib. Ditambah David yang telat panas karena baru bisa mencetak gol di pertandingan kelimanya.
Well, Persib tetaplah Persib. Mereka tetap menjadi salah satu klub sepak bola terbesar di Indonesia. Menjadi salah satu wakil terkuat Jawa Barat di liga, praktis publik pasundan sangat berharap besar kepada Persib Bandung agar kembali merajai kompetisi sepak bola Indonesia.
https://youtu.be/R5BB3GJ4rBc
Sumber: Bolatimes, Bola, Republik Bobotoh, Transfermarkt