Rencana Gila Erick Thohir untuk 20 Tahun Sepak Bola Indonesia

spot_img

Timnas Indonesia gagal lagi di Piala AFF. Setelah terbang tinggi, menyayat hati para penggemar Arab Saudi, Timnas Indonesia dihempaskan ke tanah agar sadar diri. Terdepaknya Timnas Indonesia di Piala AFF setidaknya bisa membuat para penggemar merenung, bahwa kemampuan timnas cuma segini. Bahwa pembinaan usia dini masih belum memberikan harapan yang berarti.

Tapi tenang, gagal di Piala AFF bukan akhir dari segalanya. Toh, kita masih bisa menatap sepak bola Indonesia dalam 20 tahun lagi. Ya, sepak bola Indonesia, bukan Timnas Indonesia. Sebab Ketum PSSI kesayangan kita, Erick Thohir sudah menyusun rencana yang maha dahsyat untuk sepak bola Indonesia dalam 20 tahun mendatang.

Visi 2045

Belum lama ini proyek ambisius Erick Thohir untuk sepak bola Indonesia dalam 20 tahun ke depan terungkap. Hal itu diutarakan saat Menteri BUMN diwawancarai oleh wartawan dari media Italia, Corriere dello Sport.

Dalam wawancara itu, Erick membeberkan visi jangka panjang untuk sepak bola Indonesia di tahun 2045. Begini wawancara Erick Thohir dengan wartawan Corriere dello Sport.

 

Lihat postingan ini di Instagram

 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Erick Thohir (@erickthohir)

Bayangkan, tahun 2045 itu 20 tahun lagi. Indonesia kini berada di luar ranking 120 FIFA. Itu artinya Indonesia butuh naik kurang lebih 70 tangga untuk mencapai posisi yang diinginkan Erick Thohir.

Tidak hanya di kancah dunia. Di level Asia, Erick juga menginginkan supaya Timnas Indonesia nangkring di peringkat 16 se-Asia. Visi yang tentu akan membuat Malaysia bergidik ngeri, tapi Thailand dan Vietnam akan tertawa. Bagaimana mungkin sampai sana, orang menaklukkan level Asia Tenggara saja tak mampu?

Membangun Infrastruktur

Tapi rencana Erick Thohir jalan terus. Tidak meraih trofi Piala AFF tak apalah. Yang penting tujuan jangka panjang tercapai. Nah, buat sampai ke sana, infrastruktur sepak bola lalu dibangun sedemikian rupa. Salah satu dan paling utama adalah infrastruktur yang dibutuhkan oleh tim nasional.

Di Penajam Paser Utara, tidak hanya dibangun istana negara tapi juga pusat latihan Timnas Indonesia. Konon jika ke sana, kita akan berdecak kagum menyaksikan sederet fasilitas kelas dunia. Salah satunya asrama pemain timnas ketika latihan di IKN.

Pembangunan asrama yang dananya dibantu oleh FIFA itu konon sudah menggunakan teknologi konstruksi terbaru. Dirjen Perumahan Kementerian PUPR lama, Iwan Suprijanto yang berkata demikian. Ada yang namanya teknologi modular volumetric. Teknologi inilah menurut Iwan, yang dipakai oleh PT Adhi Karya untuk membangun asrama timnas di IKN.

Sekurang-kurangnya ada 41 unit yang berisi setidaknya 69 tempat tidur. Setiap kamar dilengkapi lemari dan kamar mandi. Nah, itu di Pusat Pelatihan di IKN. Sementara di tempat lain, tak kurang dari 21 stadion dari Aceh hingga Sulawesi akan atau sedang direnovasi. Renovasi itu menelan anggaran Rp2,8 triliun.

Namun, pembangunan infrastruktur ini lumrahnya tidak cuma di level tim nasional maupun stadion saja. Klub-klub di Indonesia mesti juga mempunyai semacam training ground sendiri. Sejauh ini memang banyak klub-klub Indonesia yang memiliki itu.

Borneo FC, Persebaya, Persib Bandung, Persija, Madura United, PSIS Semarang, Bali United, dan Dewa United sudah punya. Sementara yang belum punya, menjadi tugas PSSI untuk mendorongnya. Sebentar, masih ada yang bilang ini bukan tugas PSSI?

Mengembangkan Kompetisi Domestik

Selain infrastruktur, langkah berikutnya untuk mencapai tujuan 20 tahun sepak bola Indonesia adalah mengembangkan kompetisi domestik. Dan entah kenapa, soal yang satu ini acap kali lebih lambat dibandingkan urusan tim nasional. Katakanlah perkara format. PSSI sebagai pengawas dan PT Liga Indonesia Baru atau LIB sebagai pelaksana masih plin-plan.

Musim lalu, format Liga 1 dibuat seperti MLS. Dibagi menjadi dua: reguler series dan championship series. Namun, format itu cuma bertahan semusim doang lalu ganti ke format lama di musim berikutnya. Coba ngana pikir, liga mana di seluruh dunia yang formatnya cuma bertahan semusim?

Itu perkara format. Soal piramida kompetisi, PSSI dan PT LIB juga masih gelagapan. Banyak provinsi namun Indonesia hanya memiliki tiga kasta liga. Sepak bola amatir juga sejauh ini sebatas mengandalkan kompetisi macam EPA maupun Piala Soeratin. Hal semacam ini terus menjadi bahan kritik ke PSSI.

Meski begitu, kita juga perlu mengapresiasi rencana PSSI dan PT LIB untuk menggelar Liga 4. Kehadiran Liga 4 yang semula fatamorgana, mulai kelihatan hilalnya. Adanya Liga 4 akan membuat jumlah peserta Liga 3 tak lagi gemuk. Lantas apakah dengan adanya Liga 4 akan membuat kompetisi Indonesia menjadi lebih baik?

Terlalu pagi untuk bilang begitu. Lagi pula di kompetisi yang sudah ada pun masih banyak mengandung masalah. Selain wasit pekok yang menjadi penyakit menahun, suporter, dan para penyelenggara kompetisi juga masih tidak kunjung dewasa. Kita ambil contoh di kasus 12 pemain PSM Makassar yang terjadi belakangan ini.

Mengutip Harian Fajar, Komdis, PSSI, dan PT LIB masih saling lempar tanggung jawab. Kalau masalah begini saja masih dipingpong, gimana kompetisi bakal maju? Setelah pembenahan wasit dan kehadiran VAR di Liga 1, masih banyak pekerjaan rumah agar misi mengembangkan kompetisi domestik bisa tercapai. 

Kolaborasi

Pembenahan kualitas wasit walau tidak cepat, tetap layak diapresiasi. Itu juga bagian dari salah satu misi yang terus ditekankan PSSI, yaitu kolaborasi. Sejak pertama kali diangkat menjadi ketua umum, Erick Thohir tak pernah capek mulutnya untuk terus gembar-gembor tentang kolaborasi berbagai pihak.

Nah, perkara pembenahan wasit ini adalah salah satu bentuk kolaborasi dengan Federasi Sepak Bola Jepang atau JFA dan sebelumnya juga dengan Komite Wasit FIFA, Pierluigi Collina. Lewat kerja sama ini, Liga 1 juga pernah dipimpin oleh dua wasit asal Jepang.

Selain dengan Jepang, kerja sama juga dilakukan dengan Federasi Sepak Bola Belanda atau KNVB. Mengutip situs resmi PSSI, kerja sama ini dilakukan untuk meluaskan skala promosi dan demi suksesnya keberlanjutan sepak bola di setiap negara. Fokus utamanya, kata Erick, untuk meningkatkan pemain dari Indonesia.

PSSI juga berkolaborasi dengan Badan Penyelenggara Liga Jerman atau DFL. Erick terbang ke Frankfurt untuk meneken kerja sama untuk memajukan kapasitas perihal teknik dan keahlian olahraga serta struktur liga dan klub. Tapi kerja sama dengan DFL ini masih belum terlihat hasilnya.

Investasi

Terakhir, ihwal investasi. Ada untungnya juga punya ketum PSSI yang juga pejabat pemerintah. Meski sebetulnya saat ada pejabat rangkap jabatan kita sering kali marah. Namun yah, kalau dia adalah Erick Thohir, rasanya sah-sah saja menerapkan standar ganda.

Well, lanjut ya. Karena ketum PSSI juga berasal dari kabinet, mendapat dana tak sesulit makan kacang tanah. Lihat saja, PSSI berkali-kali mendapat gelontoran dana dari penguasa.

Baru-baru ini kita akan dibuat mendelik setelah tahu pada tahun 2025 mendatang, pemerintah akan menyiram dana tak kurang dari Rp227 miliar ke PSSI. Dilansir dari Suara Surabaya, menurut penuturan Menteri BUMN, hal itu sudah dikonfirmasi oleh Presiden Prabowo Subianto.

Wihhh banyak sekali ya? Kalau uang pajaknya dialihkan ke PSSI yang otomatis juga ke tim nasional, selain buat makan bergizi, walaupun naik, kita kan jadi ikhlas banget. Nggak apa-apa deh besok-besok makan bekatul, yang penting timnasnya jadi mantul.

Nah, di samping dari pemerintah, tahun 2025 nanti PSSI juga akan memperoleh dana sebesar Rp438 miliar dari hasil investasi PSSI melalui PT Garuda Sepak Bola Indonesia maupun kerja sama dengan sponsor, media, dan berbagai pihak. Jadi, kesimpulannya adik-adik, keren nggak PSSI kita?

Sumber: Kompas, Detik, CNNIndo, PSSI, Bolanet

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru