Real Madrid 11-1 Barcelona: Kisah di Balik El Clasico Paling Kontroversial Sepanjang Sejarah

spot_img

El Clasico yang mempertemukan Real Madrid versus Barcelona telah menjadi laga paling panas dunia. Raksasa Madrid yang merupakan representasi ibukota, bertarung dengan Barcelona, perwakilan Catalan yang ingin merdeka. Pertarungan mereka bukan sekadar pertarungan di atas lapangan, melainkan juga duel kebanggan sebagai sebuah bangsa, bangsa Spanyol dan bangsa Catalan.

Jauh sebelum ingar-bingar sepak bola sampai seriuh sekarang, Real Madrid pernah mencatat kemenangan terbesar dengan skor 11-1 atas Barcelona. Peristiwa pembantaian tersebut terjadi pada 19 Juni 1943, dalam laga semifinal Copa del Generalissimo.

Untuk memahami mengapa skornya bisa sampai setelak itu, kita harus memahami kondisi sosial politk Spanyol di masa itu …

Pada era 1940-an, olahraga telah dijadikan sebagai alat politik oleh seorang pria yang teramat berkuasa. Orang itu ialah Jenderal Franco, diktator Spanyol, mungkin setara Suharto di Indonesia, yang menggemari Real Madrid.

Di bawah kepemimpinannya, Spanyol menerapkan kebijakan yang sangat Madrid-sentris. Franco tak mengizinkan satu gerakan separatis pun muncul, termasuk daerah-daerah otonomi khusus seperti Basque dan Catalan.

Franco, yang mulai berkuasa pada 1939, memproklamirkan diri sebagai pemimpin tunggal Spanyol, yang memerintah dengan pedang dan darah. Cengkeramannya sampai pula ke ranah sepak bola, di antaranya dengan mengganti turnamen Copa del Rey, yang artinya Piala Raja, dengan Copa del Generalissimo, yang artinya Piala Jenderal.

Dengan Real Madrid menjadi klub kesayangan sang jenderal, klub-klub lain jadi terkebiri. Barcelona, sebagai perwakilan bangsa Catalan, tentu saja bisa jadi korban terbesar.

Di ajang Copa del Generalissimo 1943, Real Madrid dan Barcelona bertemu di semifinal. Barca sudah unggul 3-0 di berkat kemenangan di leg pertama. Tapi mereka harus pergi ke Madrid untuk menjalani leg kedua, tepat di bawah hidung sang jenderal.

Ketika Barca tiba di Madrid, atmosfer di sana tentu saja menggila. Para pemain Barca pun bermain di hadapan 20 ribu suporter Madrid yang bergeliat mencium darah antek-antek Catalan.

Terdapat kisah seram yang menyatakan ruang ganti para pemain Barcelona didatangi Jose Finat y Escriva de Romani, pejabat keamanan dalam pemerintahan Jenderal Franco. Seperti dilansir Kumparan, Finat memberi ultimatum dengan nada mengancam.

“Kalian (para pemain Barcelona) bisa bermain karena kemurahan hati rezim (Franco) yang sejenak melupakan kurangnya patriotisme dalam diri kalian.”
Para pemain, tentu saja, takut akan hidup dan keluarga mereka. Kiper Barca, Luis Miro, dilaporkan terus dilempar benda-benda dari belakang gawangnya. Sebelas gol pun bersarang ke gawangnya.

Presiden Barca saat itu, Enrique Pineyro Queralt, sampai mengundurkan diri akibat kekalahan memalukan tersebut.

Juan Antonio Samaranch, jurnalis yang melaporkan kengerian suasana di stadion selama laga berlangsung, tidak diizinkan menunaikan tugasnya sebagai wartawan selama sepuluh tahun.

Jadi, meskipun kisah di atas samar-samar dan tak dapat dikonfirmasi dengan bukti visual, fakta bahwa Spanyol sedang diselimuti rezim otoritarian adalah benar adanya. Amat mungkin kemenangan Madrid tersebut terjadi berkat bantuan nonteknis dari Franco di luar lapangan.

Bagaimanapun, Barcelona tampaknya sedang berada di sisi pemenang dalam sedekade terakhir. Mereka pernah menang telak dengan skor 2-6 di Santiago Bernabeu pada 2009, menang dengan skor 5-0 atas Jose Mourinho pada 2010 (keduanya bersama Pep Guardiola), lalu 5-0 lagi di putaran pertama musim ini.

Sampai kapan pun, El Clasico akan jadi laga terpanas di Spanyol dan dunia …

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru