Tidak sembarang orang bisa bermain untuk FC Barcelona. Klub Catalan itu tak punya standar tinggi, tapi juga punya DNA yang mengalir di darah setiap pemainnya. Main bagus saja tak cukup. Para pemain harus paham akar dan tradisi klub.
Karena itu, selama beberapa tahun lalu, terutama di era Pep Guardiola, para pemain Barcelona punya karakteristik khusus. Karakteristik itu digembleng di akademi La Masia. Jadilah para pemain utama Barca kebanyakan berasal dari produk akademi sendiri.
Saat berjaya menjadi tim terbaik dunia pada 2010-an, tulang punggung Barcelona berisi para pemain lulusan akademi. Mereka jadi jarang membeli pemain impor berharga mahal. Xavi Hernandez, Andres Iniesta, hingga Lionel Messi, ialah contoh terbaik lulusan akademi klub.
Kalaupun mengimpor pemain diperlukan, pihak klub selalu punya target pemain yang bisa bermain dengan cara Barcelona. Seperti David Villa atau Neymar.
Namun, kebiasaan tersebut mulai tergerus dalam dua-tiga musim terakhir. Seiring dengan terus menuanya angkatan Lionel Messi dan Sergio Busquet, pihak klub mulai meregenerasi pemain dengan mengiimpor pemain berharga mahal.
Philippe Coutinho dan Ousmane Dembele bisa dibilang sebagai contoh kebijakan ini. Di saat yang bersamaan, talenta dari produk akademi mengering. Setelah Sergi Roberto, praktis tak ada pemain akademi yang menembus tim utama.
Dan pembelian pemain pun mulai menyasar ke pemain-pemain tak terpikirkan. Musim lalu Paulinho, gelandang berusia 29 tahun, didatangkan dari klub China. Awal musim ini, giliran Arthuro Vidal yang sudah berusia 31 tahun mendarat.
Mereka bukan tipikal pemain yang akan direkrut oleh Pep Guardiola atau Luis Enrique. Selain terlalu tua, pemain macam Paulinho juga diragukan kemampuannya untuk bermain dengan hati bersama Barcelona.
Terlebih, pada Januari ini, pihak klub mendatangkan Kevin Prince Boateng. Pemain yang akan berusia 32 tahun tersebut sama sekali tak pernah dibayangkan suporter akan tiba. Lihat saja tiga nama klub terakhir Boateng: Las Palmas, Eintracht Frankfurt, dan Sassuolo. Klub-klub medioker yang menampung pemain medioker…
Menurut Marca, Barcelona mengulang sejarah 14 musim lalu, kala merekrut dua pemain di atas 30 tahun dalam semusim. Pada musim 2004/05, mereka merekrut Henrik Larsson (32 tahun) dan Demetrio Albertini (33 tahun). Musim ini ada Vidal dan Boateng. Musim yang aneh.
Semua media pun menyematkan kata “kejutan” atau “pilihan tersembunyi” pada kedatangan Boateng. Lantas, kenapa pula manajemen Barca sampai menghubungi agen Boateng, yang tentu saja langsung mengatakan “ya”?
Well, Barcelona baru kehilangan Munir El Haddadi. Mereka tak punya striker pelapis Luis Suarez. Klub ingin punya seseorang yang bisa berkontribusi sejak awal laga, tapi juga tak keberatan bila ditaruh di bangku cadangan. Orang itu juga harus berharga murah dan berpengalaman.
Alvaro Morata sudah dihubungkan, tapi harganya mahal dan mentalnya lemah. Cristhian Stuani mungkin pilihan sempurna, tapi Barca harus mengeluarkan 15 juta euro untuk mendapatkannya. Carlos Vela pun sempat muncul, tapi ia menetap di Amerika Serikat.
Ditilik di seluruh Eropa, cuma Kevin Prince Boateng yang memenuhi kriteria itu. Boateng bisa bermain sebagai pemain terdepan, walau bukan striker natural. Yang jelas, ia bisa bermain lebih menyerang daripada semua gelandang, dan cukup dewasa untuk cuma jadi pelapis.
Yah, dari Hertha Berlin ke Portsmouth, dari Las Palmas ke Sassuolo, berakhir di klub terbesar Spanyol. Seperti yang dia katakan, Barcelona ialah kesempatan yang tak akan datang dua kali.