Program Elite Pro Academy TERBUKTI! Timnas Indonesia U17 Bisa Melaju ke Piala Dunia

spot_img

Lolosnya Skuad Garuda Muda besutan Nova Arianto ke Piala Dunia U-17 2025 merupakan prestasi yang patut dibanggakan. Bukan untuk dirayakan berlebihan, tapi cukup untuk disyukuri dengan cara-cara sederhana.

Terlepas dari itu, ada hal menarik yang mungkin saja tak begitu dicermati dari keberhasilan Evandra Florasta dan kawan-kawan ini. Di mana hampir seluruh Skuad Garuda Muda berasal dari klub-klub yang berada di bawah naungan Elite Pro Academy alias EPA Liga 1.

Bagaimana EPA menghasilkan pemain-pemain di Timnas Indonesia U-17? Mari kita mengulasnya.

Mengenal Lebih Jauh Elite Pro Academy

Dulu kita sempat dibuat terbelalak oleh generasi Evan Dimas dkk yang menjuarai Piala AFF U-19. Kita pun semakin dibuat hanyut dalam cerita lantaran Indra Sjafri selaku pelatih menemukan bakat-bakat mereka lewat blusukan. Pelatih yang memajang banyak prestasinya di bio Instagram itu berkeliling Indonesia dan menonton laga-laga tarkam. Sebelum akhirnya kesebelasan dibentuk dan berlaga di kompetisi resmi.

Kita yang belum mengerti banyak hal masih hanyut dalam euforia generasi Evan Dimas tersebut. Hingga akhirnya kita sadar, ada yang salah dari sistem pembinaan usia dini sepak bola Indonesia. Ada ruang besar yang sangat vital dan fundamental yang dibiarkan kosong tak terisi. Sepak bola kita berjalan di lorong kegelapan yang entah apa ujungnya.

Singkat cerita, pada 2018 PSSI akhirnya membuat roadmap untuk pembinaan usia dini. Lahirlah Elite Pro Academy alias EPA. Kontestan Liga 1 diwajibkan untuk membangun klub akademi. Tujuannya jelas, membuat sistem liga berjenjang untuk para pemain muda: mulai dari U-16, U-18, dan U-20. Bukan sekadar turnamen tahunan melainkan kompetisi reguler.

Sebelum EPA dibentuk, Indonesia mengalami masalah serius dalam pembinaan pemain muda. Banyak pemain muda bertalenta yang hilang arah karena tidak adanya kompetisi berjenjang dan reguler. Klub-klub Liga 1 juga tidak semuanya punya sistem akademi yang baik.

Dengan EPA, pemain muda tidak lagi hanya ‘numpang latihan’. Mereka bertanding dalam sistem yang kompetitif. Performa mereka rutin dievaluasi. Mereka disiapkan secara mental dan fisik sejak dini. Dulu, pemain muda hanya muncul saat butuh. Sekarang, mereka dibentuk dari bawah secara sistematis.

Dampak Positif Kompetisi EPA

Impian para pemain untuk berkarier secara profesional dan kelak masuk Timnas pun kini bukan sekadar mengawang-awang. Ada wadah pengembangan, tempat mereka dipantau secara jelas. EPA memudahkan para talent scouting klub dan pelatih timnas mencari pemain terbaik, karena ada data, video, dan pemantauan rutin sepanjang musim.

Hasilnya, sejak EPA resmi digulirkan, selain memudahkan membentuk tim, secara prestasi Timnas kelompok umur kita juga mengalami tren positif. Mulai dari beberapa kali menjuarai Piala AFF hingga rutin berpartisipasi di Piala Asia. Termasuk yang sedang kita saksikan saat ini, yakni lolos ke Piala Dunia U-17 2025 lewat jalur kualifikasi.

Bahkan nggak sedikit para pemain jebolan EPA yang kini menghiasi Skuad Timnas senior. Sebut saja Ernando Ari Sutaryadi, Marselino Ferdinan, dan Rizky Ridho yang sama-sama ditempa di EPA Persebaya Surabaya.

Di generasi yang lebih baru, ada Arkhan Kaka yang sempat dipanggil Shin Tae-yong di Piala AFF 2024 lalu. Padahal kala itu, usia pemain jebolan EPA Persis Solo ini masih 15 tahun. Namun sang striker mampu mencuri perhatian Coach Shin lantaran rutin bermain di kompetisi usia muda dan bahkan sudah dipromosikan oleh Laskar Sambernyawa ke tim senior.

Ada begitu banyak pemain EPA untuk setiap jenjang di Timnas. Yang jelas, modal yang sama juga jadi bekal bagi Timnas U-17 era Nova Arianto. Sejumlah pemain yang jadi tulang punggung tim memang bisa dikatakan sudah punya jam terbang tinggi. Sebut saja Evandra Florasta yang telah mencatatkan 23 laga di Bhayangkara U-16. Ada juga Fadly Alberto yang telah mencicipi 16 laga dengan The Guardians muda.

Jangan lupakan juga Putu Panji, Nazriel Alfaro, Mierza Firjatullah, Zahaby Gholy, dan lainnya. Kemampuan dan mental bertanding para pemain inti Timnas U-17 ini sudah diasah di kompetisi EPA bersama Bali United, Persib Bandung, Persija Jakarta, dan lainnya. Begitu juga punggawa Garuda Muda lain yang rata-rata sudah merasakan berkompetisi secara rutin di EPA, baik di level U-16, U-18, ataupun U-20.

EPA Harus Lebih Diseriusi

Pemain-pemain yang telah disebutkan di atas bukan tiba-tiba hebat. Mereka adalah produk dari sistem pembinaan yang selama ini kita impikan. Ini bukan generasi yang lahir secara ajaib. Ini hasil kerja panjang.

Dengan pembinaan yang serius, mereka bisa jadi aset berharga yang akan mendatangkan kebanggaan bagi bangsa. Peta sepak bola kita sudah di jalan yang benar. EPA adalah langkah awal yang bagus tapi harus terus dibenahi. 

Sekarang PSSI dan sejumlah stakeholder wajib scale up untuk memperbaiki apa-apa yang kurang. Salah satu kelemahan paling kentara dari EPA adalah kesenjangan kualitas antar klub peserta. Klub-klub besar seperti Persija, Persib, Persebaya, atau Bhayangkara FC memiliki akademi yang lebih mapan dengan pelatih berlisensi. 

Persoalan pelatih usia muda masih terbatas dan distribusinya tidak merata di seluruh wilayah. Belum lagi fasilitas latihan yang memadai. Jangan sampai  klub-klub lain terutama di luar Pulau Jawa hanya mengikuti EPA sebatas formalitas untuk memenuhi regulasi.

Jangan sampai juga ada klub yang misalnya, bahkan tidak memiliki akademi internal yang layak, dan justru ‘meminjam’ pemain dari sekolah sepak bola untuk mengikuti EPA. Karena jika hal ini terjadi, efeknya adalah kompetisi yang timpang dan tidak kompetitif di semua lini.

Ketimpangan ini bukan hanya mempengaruhi hasil pertandingan, tapi juga mempersempit kesempatan bagi talenta di luar klub-klub besar untuk berkembang secara optimal.

Hal lain yang perlu diseriusi adalah soal konsistensi jadwal kompetisi.  EPA pada dasarnya dirancang sebagai kompetisi reguler untuk pemain muda. Namun dalam pelaksanaannya, jadwal EPA kerap berubah-ubah dan tidak konsisten antar musim. Durasi kompetisi yang sempit kadang hanya beberapa bulan membuat proses pembinaan terputus.

Padahal, pembinaan usia muda membutuhkan kontinuitas. Dalam sepak bola modern, konsistensi pertandingan dan latihan sangat penting untuk membangun habit, memahami sistem permainan, dan memperkuat mental bertanding. Selain hal-hal di atas, masih banyak pekerjaan rumah untuk dibenahi agar sistem pembinaan usia muda makin punya output yang menggembirakan.

Penutup

Namun yang sudah jelas terbaca di depan mata, generasi Timnas U-17 asuhan Nova Arianto dan generasi timnas kelompok umur sebelumnya adalah sebuah cermin. Cerminan bahwa ketika kita serius membina, hasilnya akan terlihat. Tidak instan, tapi pasti. Mari jaga bara ini tetap menyala. Karena masa depan sepak bola Indonesia dimulai dari pembinaan usia muda.

Sekali lagi, EPA adalah langkah awal yang baik. Tapi langkah ini harus diperkuat, disempurnakan, dan dijadikan sistem yang hidup, bukan sekadar kewajiban administratif. Bila kita ingin Timnas Indonesia tidak hanya berjaya di kelompok usia, tapi juga di level senior dengan kualitas talenta lokal jempolan, maka pembinaan usia dini harus menjadi prioritas nasional, bukan proyek sesaat.

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru