Timnas Indonesia jarang-jarang punya pemain keturunan non Belanda atau Eropa. Namun sekalinya ada, Skuad Garuda beruntung karena bisa dapat sebongkah emas dalam wujud seorang Matthew Baker. Pemain berdarah Australia ini telah membuat pencinta sepak bola tanah air jatuh cinta.
Performa apik nan konsisten, ditambah cara Baker menunjukan kecintaannya pada Indonesia memanglah sungguh memikat hati. Lantas apa saja pengorbanan Baker demi membela panji Ibu Pertiwi? Sejauh mana tekad membaranya untuk selalu berjuang bersama Merah Putih?
Kiprah Awal Matthew Baker Bersama Timnas Indonesia
Lahir dan besar di Australia ternyata sama sekali nggak melunturkan darah Merah Putih seorang Matthew Baker. Darah Indonesia pemuda kelahiran 13 Mei 2009 ini berasal dari sang ibu tercinta yang diketahui bersuku Batak. Hal ini bisa dilihat jelas dari nama lengkap sang pemain Matthew Ryan Sitorus Baker.
Sementara itu sang ayah merupakan warga negara Australia asli. Di Negeri Kanguru itulah Baker menikmati fasilitas sepak bola kelas atas. Ketika anak-anak di Indonesia hanya bisa bermain di tanah kering yang sempit dengan gawang dari susunan bata atau sandal, Baker beruntung lantaran bakatnya diasah di akademi profesional.
Mula-mula Baker dididik oleh Malvern City selama dua tahun, lalu digembleng oleh Box Hill United, sebelum kemudian semakin berkembang pesat di Melbourne City yang merupakan adik dari klub Manchester City.
Kemampuan menonjol Baker membuat dirinya cepat dipromosikan ke kelompok tim yang lebih senior. Ketika pemain lain stagnan, Baker sudah dipercaya jadi bagian di Melbourne City U-18.
Tampil di salah satu akademi elit Australia, membuat Baker dipantau oleh para talent scouting terbaik Negeri Kanguru. Kehebatan Baker ini pun membuat federasi Socceros langsung terpikat. Namun untunglah PSSI bergerak lebih cepat untuk mengamankan aset berharga ini.
Gayung pun bersambut, hati Baker ternyata memang sepenuhnya untuk Indonesia. Ajang Piala AFF U-16 2024 lalu jadi panggung perdana bagi Baker. Di kompetisi level Asia Tenggara ini, Nova Arianto selaku pelatih mempercayakan posisi lini belakang untuk Baker.
Bukan cuma satu pos, Baker juga diamanahkan untuk bermain di sejumlah posisi. Baker nggak cuma jago main di bek tengah, tapi juga di full back kiri dan gelandang bertahan. Coach Nova pun memberi dua jempol kepada Baker atas performa apik yang dibalut semangat 45-nya.
Puncaknya di babak semifinal, di mana saat itu Baker harus melawan negara sang ayah, tempat dia dibesarkan dan menimba ilmu sepak bola. Baker sempat mengaku kalau momen tersebut sangatlah emosional dan bukan hal yang mudah.
“Sungguh sulit bertanding melawan Australia karena ayah saya lahir di sana, saya membela negara ibu saya. Tapi, saya sudah memutuskan bahwa saya akan membela Indonesia dengan segenap hati saya,”kata Baker di situs AFC.
Baker pun membuktikan omongannya. Pemilik nomor punggung 5 di Skuad Garuda Muda ini tampil habis-habisan. Baker tak segan-segan duel dengan sejumlah wajah yang akrab dengannya di akademi Melbourne City.
Di laga yang berlangsung seru itu, Baker tampil penuh dan berhasil menyumbang assist untuk gol Zahaby Gholy. Meskipun pada akhirnya kalah, penampilan spartan Baker patut diacungi jempol. Bahkan usai laga, Baker tampak menangis sesenggukan karena gagal membawa `Garuda Muda juara.
Pengorbanan Matthew Baker demi Bela Timnas Indonesia
Performa gemilang Baker di Piala AFF U-16 ini pun semakin membuat publik Australia kepincut. Lebih-lebih, bersama Melbourne City U-18, Baker juga tampil mengkilap di National Youth Championships Boys alias kompetisi usia muda di Australia.
Nggak heran kalau FA Australia nekat mengirim surat cinta kepada Baker. Mumpung masih belum berusia 18 tahun, Australia berniat merampas Baker yang punya status kewarganegaraan ganda terbatas ini.
Pada akhir Juli 2024, Australia mencoba untuk menyelami kedalaman hati Baker dengan secara resmi memanggilnya pulang untuk mengikuti persiapan Kualifikasi Piala Asia U-17 2025.
Langkah itu pun membuat Nova Arianto kaget bukan main. Sang pelatih yang dikenal tegas ini bahkan disebut waswas lantaran bakal ditinggal salah satu pemain kuncinya.
Coach Nova mengaku kalau Baker ternyata sempat curhat lantaran mengalami dilema besar. Namun secara bijak, murid Shin Tae-yong ini memberi kebebasan pada Baker untuk mengikuti kata hatinya.
Secara aturan FIFA, Baker yang belum genap 18 tahun dan belum resmi jadi WNI sebenarnya bisa saja memilih Australia. Baker yang tak bisa memilih tempat dia dilahirkan menyadari kalau dia bisa memilih untuk siapa hatinya dilabuhkan.
FA Australia pun dibuat patah hati lantaran pemain yang mereka didik justru lebih memilih Timnas Indonesia. Hati Baker sudah tertambat pada Merah Putih. “Aku ingin bermain untuk Indonesia. Di sinilah rumahku.” Begitu kira-kira kata Baker dengan mata yang menyimpan tekad dan harapan.
Keputusannya bukan tanpa resiko. Baker melepas peluang besar bermain di panggung internasional bersama Australia, negara yang secara sistem dan prestasi lebih mapan dari Indonesia.
Tapi bagi Baker, ini bukan soal karier semata. Ini soal identitas. Soal cinta. Soal pengabdian. Dan setiap kali mengenakan seragam merah putih, Baker membuktikan: Darah boleh campuran, tapi hatinya seratus persen Indonesia.
Baker tahu mengenakan seragam Garuda bukan kehormatan semata, tapi tanggung jawab besar. Bukan hanya untuk dirinya, tapi untuk jutaan mata di segenap penjuru Nusantara yang kini melihatnya sebagai harapan baru.
Di ajang Piala Asia U-17 2025, Baker juga seakan menegaskan kepada Australia bahwa memilih karena cinta adalah pilihan terbaik. Baker lagi-lagi jadi pilar penting untuk lini belakang Garuda Muda.
Dirinya sukses mengantarkan Timnas U-17 lolos ke Piala Dunia dengan pencapaian yang sangat meyakinkan. Garuda Muda jadi pemuncak klasemen Grup C mengungguli Korea Selatan. Baker mengawal jantung pertahanan Garuda Muda hingga hanya kebobolan satu gol di fase grup.
Sementara itu, Australia yang masih nyesek lantaran ditolak mentah-mentah oleh Baker harus tersisih secara menyakitkan. Pasukan Kangguru hanya bisa finish di urutan ketiga grup B.
Secara tak langsung Baker telah mempecundangi balik negara sang ayah. Baker menunjukan kalau level Garuda Muda bukan lagi langit Asia Tenggara, melainkan mengangkasa di pentas Piala Dunia.
Tekad Matthew Baker untuk Timnas Indonesia
Lolos ke Piala Dunia U-17 2025 merupakan gerbang awal bagi tekad panjang Baker bersama Merah Putih. Setelah memilih Indonesia, Baker tahu, jalan di depannya tidak akan mudah. Ini bukan sekadar soal berpindah lambang di dada, tapi juga tentang berproses dengan sabar dan setia.
Setiap sesi latihan, setiap menit di lapangan, adalah momen baginya untuk menunjukkan bahwa keputusannya memilih Timnas Indonesia, bukan cuma karena darah, tapi karena cinta dan komitmen.
Baker terus menebalkan tekadnya untuk menjadi bagian penting dari sejarah panjang sepak bola Indonesia yang perlahan keluar dari goa gelap menuju masa depan yang cerah.
Baker pun bertekad untuk nggak jadi bintang yang cepat padam, tapi untuk menjadi pejuang yang konsisten. Yang siap jatuh, bangkit, dan terus melangkah demi nama besar Merah Putih. Perjalanan bocah 15 tahun ini masih panjang. Tapi satu hal pasti: untuk Indonesia Baker tidak akan pernah setengah hati.