Tahun 2013 akan selalu jadi ingatan yang manis bagi pencinta sepak bola tanah air. Pasalnya, generasi baru talenta Timnas Indonesia muncul dan membuat publik terpukau. Siapa lagi kalau bukan Evan Dimas cs yang sukses menjuarai Piala AFF U-19.
Fenomena pun berlanjut usai Indra Sjafri membawa anak asuhnya lolos ke putaran final Piala Asia U-20. Bagai sesuatu yang langka, PSSI merayakan prestasi ini dengan sekian rupa hingga tercetuslah program tur nusantara.
Lantas bagaimanakah perjalanan melelahkan Garuda Muda yang dituntut keliling Indonesia bak rombongan sirkus?
Fenomena Juara Piala AFF 2013
Jauh sebelum era kombinasi pemain lokal dan keturunan yang saat ini menjadi primadona, ada satu masa ketika masyarakat tanah air bangga dan menaruh asa tinggi pada Timnas Indonesia U-19.
Dari cerita awal pembentukan saja, publik sudah menaruh hati pada Skuad Garuda Muda yang satu ini. Bagaimana tidak? Dengan segala keterbatasan, Indra Sjafri sukses meramu para talenta-talenta lokal yang didapat lewat proses seleksi keliling langsung ke seantero tanah air ini.
Gaya blusukan pelatih asal Sumatera Barat ini pun membuat publik berdecak kagum. Karena biasanya, pembentukan timnas hanya terpusat di daerah Jawa saja. Namun Timnas Indonesia U-19 kala itu berisikan para pemuda pilihan yang mewakili setiap provinsi. Kesebelasan yang dijuluki Garuda Nusantara pun membawa denyut keberagaman dan persatuan itu di atas lapangan hijau.
Secara permainan pun, Timnas U-19 lebih enak ditonton daripada timnas senior kala itu. Pasalnya, Indra Sjafri mengusung gaya penguasaan bola ala tiki-taka Barcelona. Pelatih berkumis ini menyebut permainan kolektif dan atraktif ini sebagai pe-pe-pa alias pendek-pendek panjang.
Gaya main inilah yang membuat skuad yang berisi Evan Dimas, Hargianto, Zulfiandi, Hansamu Yama, hingga Dimas Drajad ini menjuarai Piala AFF U-19 2013. Gelar di turnamen resmi ini sekaligus membasuh dahaga atas keringnya prestasi sepak bola nasional. Di mana terakhir kali Timnas dinobatkan sebagai yang terbaik adalah di SEA Games 1991 Manila.
Meskipun hanya di level kelompok umur, euforia juara ini sungguh sangat fantastis. Apalagi setelah Garuda Nusantara secara mengejutkan mampu mengalahkan Timnas Korea Selatan U-19.
Saat itu, di antara deras hujan yang mengguyur Gelora Bung Karno, Evan Dimas jadi bintang kemenangan dengan hattrick-nya. Negeri Gingseng yang diperkuat Hwang Hee-Chan dipaksa menyerah lantaran cuma bisa menyarangkan dua gol. Hasil ini membawa Garuda Nusantara berhak atas satu tiket ke putaran final Piala Asia U-20 tahun 2014.
Perlakuan Berlebihan ke Timnas U-19
Bagaikan super hero yang menumpas kejahatan, prestasi Garuda Nusantara ini begitu dielu-elukan. Para penggawa Timnas U-19 berada di bawah lampu sorot yang sangat terang. Hampir semua hal tentang mereka diberitakan habis-habisan. Wajah anak-anak muda yang masih polos dan lugu ini silih berganti masuk koran dan televisi.
Momen ini pun nggak mau disia-siakan oleh para politisi. Sejumlah pemain mendapat apresiasi dari pemerintah daerah mereka berasal. Selain diarak keliling kota, para punggawa Garuda Nusantara mendapat bonus berupa barang dan materi. Sebut saja Ilham Udin Armaiyn yang jadi penentu kemenangan di final kontra Vietnam, mendapatkan uang segar sebesar 100 juta Rupiah.
Bahkan orang tua Ilham Udin ikut kecipratan dengan diberi uang berupa ongkos haji. Selain cucu dari mantan gubernur Maluku Utara ini, ada juga Maldini Pali yang menerima rumah mewah senilai 600 juta rupiah dari Gubernur Sulawesi Barat kala itu.
Pemain lain seperti Yabes Roni, Mahdi Fahri Albar, Evan Dimas dll juga mendapat apresiasi serupa. Bahkan, mungkin kamu masih ingat dengan film Garuda 19: Semangat Membatu yang menceritakan tentang perjuangan Garuda Nusantara ini.
Selain diangkat ke layar lebar, banyak produk yang juga berlomba-lomba menawari para pemain Timnas U-19 jadi bintang iklan. Meskipun akhirnya untuk yang satu ini para pemain dilarang untuk masuk ke dunia hiburan, tapi PSSI justru memanfaatkan exposure Garuda Nusantara dengan cara yang tampak wajar tetapi sesungguhnya kejam.
Sirkus Tur Nusantara yang Menyiksa
Setelah euforia sedikit mereda, para pemain yang diliburkan sementara akhirnya berkumpul kembali. Para Garuda Nusantara ini dipersiapkan untuk terbang lebih tinggi. Target berikutnya kala itu adalah mencapai babak semifinal Piala Asia U-20 dengan begitu bakal otomatis mentas di Piala Dunia U-20 di Selandia Baru.
Demi mewujudkan impian besar tersebut, Indra Sjafri selaku pelatih pun berkolaborasi dengan PSSI untuk membuat program. Bukan uji coba dengan mode senyap tetapi justru disiarkan langsung di televisi. Program ini bernama Tur Nusantara. Sebuah program uji coba dengan dalih memperkaya pengalaman bermain Evan Dimas cs sekaligus ajang untuk mendekatkan diri ke pencinta sepak bola tanah air.
“Ini akan menghapus kesan eksklusif dari timnas dan membuat masyarakat kian dekat dengan timnas dan membuat mereka bisa mencintai timnas mereka sendiri,” ucap Coach Indra Sjafri kala itu seperti yang dilansir dari Bola.net.
Benar memang. Timnas U-19 menghadapi banyak lawan-lawan baru, tapi dari segi kualitas sangat jauh dari yang dibutuhkan. Dari yang semula melawan Timnas Korea Selatan, di uji coba ini penggawa Garuda Nusantara cuma main melawan tim selevel provinsi dan akademi. Sebut saja Pra-PON DIY, tim Pra-PON Jateng dan Jatim, Arema FC U-21, Persebaya Surabaya U-21, dan lainnya.
Dan memang benar, banyak masyarakat yang memadati stadion untuk menyaksikan para aset bangsa ini dari dekat. Tapi apa yang didapat di lapangan jauh dari kata worth it. Pasalnya, para punggawa Garuda Nusantara ini harus menjalani semua laga tersebut dengan waktu yang sangat padat.
Bayangkan, dari 3 Februari hingga 17 Maret 2014 anak asuh Indra Sjafri harus memainkan 13 pertandingan. Itu artinya sekitar satu setengah bulan, per tiga harinya Evan Dimas cs mau nggak mau harus bermain. Mungkin, kalau Manchester City atau Barcelona tahu info ini mereka bakalan minder.
Tur nusantara ini menjadikan Garuda Nusantara pun sudah laiknya rombongan sirkus, yang berpindah dalam hitungan hari, dari satu tempat ke tempat yang lain hanya untuk jadi tontonan di pasar malam.
Setelah berlelah-lelah, rupanya sirkus ini masih berlanjut di luar urusan sepak bola. Pasalnya hampir di setiap pertandingan, PSSI membuka sesi jumpa fans untuk para pencinta sepak bola yang mau berfoto atau meminta tanda tangan dengan para idola mereka. Alhasil, para punggawa Garuda Nusantara ini sudah berasa jadi boyband.
Animo masyarakat yang tinggi membuat PSSI pun semakin bersemangat untuk menggelar tur jilid kedua pada bulan Juni. Tur nusantara lanjutan ini bergeser ke Jawa Barat, Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Level kesebelasan yang dihadapi pun relatif masih sama. Total Evan Dimas cs memainkan 21 laga dan nggak pernah sekalipun mencicipi kekalahan.
23 gol sukses ditorehkan dan hanya kecolongan delapan gol saja. Meskipun secara statistik tampak gagah, namun hasil ini semu belaka. Tenaga para pemain terkuras lantaran waktu yang terbatas untuk recovery.
Selama Tur Nusantara itu juga muncul kabar-kabar tak sedap, antara lain ada dugaan pendapatan dari semua uji coba ini dikorupsi. Para pemain nggak sepersen pun diberi royalti dari program uji coba yang menguras tenaga mereka ini.
Selain itu, publik pun yang akhirnya sadar lantas melayangkan kritik terhadap jersey yang dipakai Timnas U-19 sepertinya nggak pernah diganti, dan bahkan terlihat jelas bukan jersey resmi Timnas.
Uji Coba Lanjutan Setelah Tur Nusantara
Setelah rentetan Tur Nusantara yang kejam ini pun, PSSI sempat menjanjikan bakal mengirim Timnas U-19 untuk beruji coba dalam format turnamen. Hal ini penting, agar Garuda Nusantara bisa merasakan atmosfer pertandingan yang ketat.
Ketika itu, Evan Dimas cs bersemangat lantaran turnamen yang diikuti cukup bergengsi di Eropa yakni Cotif Cup. Bahkan mereka sudah terbayang calon lawan yang dihadapi adalah Spanyol, Brasil, dan negara-negara besar lainnya.
Namun, janji hanyalah tinggal janji, mulut manis federasi nggak bisa dipegang. Keikutsertaan Garuda Nusantara ini dibatalkan dan sebagai ganti mereka diberangkatkan ke Brunei Darussalam untuk ikut serta di turnamen Hassanal Bolkiah.
Banyak yang mengira kalau Timnas U-19 bisa dengan mudah menjuarai turnamen yang digelar pada bulan Agustus 2014 tersebut. Pasalnya, lawan yang dihadapi merupakan kesebelasan yang sudah ditaklukan di Piala AFF lalu.
Ada Malaysia, Vietnam, tuan rumah Brunei, dan Kamboja. Namun siapa sangka, kado di bulan kemerdekaan yang dipersembahkan Garuda Nusantara adalah hasil buruk. Setelah imbang tanpa gol melawan Harimau Malaya, anak asuh Indra Sjafri mengalami rentetan, kecuali di laga terakhir fase grup melawan Singapura.
Banyak pengamat yang menilai kalau secara taktik Garuda Nusantara sangat monoton dan mudah dibaca. Para pemain yang terbiasa menguasai permainan kaget dengan serangan balik cepat. Hampir semua lawan yang mereka hadapi bermain menekan. Dengan pressing yang begitu ketat dari lawan membuat Timnas U-19 nggak bisa mengembangkan permainan.
Hasil Sirkus di Turnamen Resmi
Hasil ini pun membuat publik terkaget-kaget, lantaran selama ini terbiasa melihat Timnas U-19 menang. Bahkan nggak sedikit yang mulai pesimis kalau Garuda Nusantara bakal gagal total di turnamen resmi.
Namun ketakutan masyarakat ini coba ditepis oleh Indra Sjafri dengan menyebut kalau pasukan yang dibawa ke Myanmar jauh lebih baik dari saat mereka menjuarai Piala AFF U-19 2013.
Tapi rupanya mantra Indra Sjafri ini nggak bisa menutupi kekuatan Timnas U-19 yang sebenarnya. Lantaran di ajang level Asia itu, kekuatan Garuda Nusantara sudah terkuras habis hingga jadi ampas. Tergabung di Grup B bersama Uni Emirat Arab, Uzbekistan, dan Australia, Evan Dimas cs cuma jadi bulan-bulanan dengan selalu mengecap pahitnya kekalahan.
Dari tiga laga, Ravi Murdianto yang digadang-gadang lebih hebat dari Kurnia Meiga harus 8 kali memungut bola dari gawang. Hasil buruk ini membuat Timnas U-19 mau nggak mau mengubur dalam-dalam impian untuk main di Piala Dunia U-20.
Netizen tanah air pun kala itu langsung me-recall memori di Tur Nusantara. Bukan untuk mencari kambing hitam dan semata menyalahkan PSSI yang menjadikan Timnas U-19 sebagai alat peras. Melainkan karena memang itulah penyebab utamanya. Bahkan di kemudian hari Indra Sjafri pun berbesar hati mengakui dan menginsafi kesalahan fatal ini.
Dari pihak pemain pun akhirnya tersadarkan kalau mereka cuma jadi rombongan sirkus yang tak tahu apa-apa. Dalam sebuah Podcast, Hargianto, Zulfiandi, Evan Dimas, dan Paulo Sitanggang satu suara. Para gelandang yang ketika itu nggak tahu menahu soal politik ini secara blak-blakan mengakui kalau Tur Nusantara adalah biang keladi dari kisah pahit kegagalan ini.
Padahal, publik sudah terlanjur melabeli kalau Timnas U-19 merupakan generasi emas sepak bola Indonesia. Namun kenyataannya, di usia ketika mereka seharusnya berada di puncak performa, nggak ada satupun yang masih jadi bagian dari Pasukan Merah Putih besutan Patrick Kluivert.
https://www.youtube.com/watch?v=UKGl63vEmlY