Di bawah langit Anfield, The Reds akhirnya memastikan gelar Premier League mereka dengan penuh gaya. Tanpa ampun, Liverpool menghajar Tottenham Hotspur sampai babak belur.
Kemenangan 5-1 di derby unggas ini seolah mengirim pesan kepada dunia: bahwa Liverpool tak goyah pasca sepeninggal Jurgen Klopp, malah lebih kuat dari yang pernah dibayangkan. Ya, di awal musim banyak yang berekspektasi rendah alias meragukan Liverpool. Namun keraguan itu bisa dibayar tuntas dengan pembuktian keren dari anak asuh Arne Slot.
Lantas seperti apa perjalanan Liverpool merengkuh gelar Premier League ke-20 mereka di musim ini? Apa saja rintangan yang mereka lewati?
Sempat Diragukan Bisa Berbuat Banyak
Siapa yang menyangka kalau Liverpool hanya butuh 34 pekan sebelum akhirnya resmi mengunci gelar juara. Pasalnya, sebelum musim 2024/25 dimulai, The Reds jadi bahan olok-olok. Platform analisis seperti Opta Sports menyebut peluang juara Liverpool hanya sebesar lima persen. Jangankan Opta, legenda mereka sendiri, Jamie Carragher nggak percaya Liverpool bisa berbuat banyak.
Nama-nama besar lain seperti Roy Keane, Alan Shearer, Gary Neville, Michael Owen dan lainnya juga kompak berpendapat kalau Liverpool paling mentok finish di urutan keempat. Itu bukan tanpa alasan. Saat musim dimulai, Liverpool tak lagi dipimpin oleh sang “The Normal One”.
Jurgen Klopp, sosok yang membangkitkan kembali nama besar klub itu mengucapkan selamat tinggal. Tak cuma kehilangan figur karismatik, Liverpool juga mau nggak mau mengalami masa transisi yang tampak dipaksakan. Lebih parah lagi, harapan pada Arne Slot sebagai suksesor Klopp pun sempat terdengar seperti lelucon.
Meski cukup mentereng bersama Feyenoord, pelatih asal Belanda itu dianggap belum cukup teruji untuk mengarungi kerasnya Premier League. Manajemen Liverpool dinilai melakukan sebuah taruhan yang sangat berisiko.
Apalagi Arne Slot harus mengandalkan skuad warisan Klopp yang, tanpa rekrutan besar yang bisa membalikkan situasi secara instan. Tidak ada pula janji yang bombastis. Yang tersisa hanya kepercayaan pada proses dan keyakinan pada filosofi yang sudah mengakar kuat di Anfield.
Terbukti, Liverpool tetaplah Liverpool. Mereka bukan klub yang terjebak dalam masa lalu seperti Manchester United pasca kepergian Sir Alex Ferguson. Mereka tidak membangun menara gading dari nama besar masa lampau. Liverpool membangun dari semangat, dari keyakinan, dari DNA yang diwariskan turun-temurun: bahwa tiada jalan lain selain berjuang dengan apa adanya tapi dengan hati yang menyala.
Perjalanan Liverpool Juara Premier League
Liverpool sepenuhnya sadar, perjalanan menuju gelar Premier League musim ini bukan tanpa rintangan. Apalagi sudah empat musim mereka nggak memenangkan trofi tersebut. Dengan skuad apa adanya, Liverpool harus melewati medan tempur yang ganas.
Perlu dicatat, Manchester City sebagai juara bertahan tetaplah raksasa yang tak kenal ampun. Arsenal pun muncul semakin nyata sebagai ancaman yang tak bisa diabaikan. Belum lagi Newcastle United dan Chelsea yang tak mau ketinggalan dalam perebutan tiket ke Liga Champions. Tapi sejak musim resmi bergulir pada pertengahan Agustus 2024 lalu, pelan tapi pasti Liverpool menunjukan tajinya.
Sejak awal, Salah dan kawan-kawan sudah tancap gas dengan rentetan hasil yang memuaskan. Tiga laga, tujuh gol dan tanpa kebobolan jadi catatan yang menggembirakan. Di pekan ke-4, Liverpool memang sempat tersandung oleh kekalahan tipis atas Nottingham Forest.
Namun setelah itu Liverpool tak terbendung, laga demi laga selalu menerbitkan senyum di wajah para pemain. Kekhawatiran berlebihan fans dan omongan pedas para pundit di awal malah nggak menemui kebenaran. Bahkan butuh 26 pertandingan sebelum akhirnya Liverpool kembali merasakan kekalahan.
Laga-Laga Krusial Liverpool Musim Ini
Laga-laga krusial jadi saksi bagaimana The Reds menolak untuk tunduk. Mereka beberapa kali membalikkan ketertinggalan, memaksa kemenangan di kandang lawan, dan bahkan ketika beberapa pemain kunci seperti, Joe Gomez, Diogo Jota, dan Trent Alexander-Arnold sempat naik ke meja operasi, Liverpool tak kehilangan arah.
Belum lagi pemberitaan tentang kontrak Mo Salah dan Virgil van Dijk yang sempat lama nggak diperpanjang. Juga kemarahan fans lantaran Trent Alexander-Arnold yang bakal berlabuh ke Real Madrid. Namun hebatnya, Arne Slot selaku juru kemudi mampu mengendalikan situasi.
Terbukti The Reds terus melaju dengan penuh kepercayaan diri. Momen kunci seperti menang telak di Old Trafford pada pekan ke-3, lalu dua kemenangan dengan skor sama persis atas Manchester City termasuk di Etihad, hingga pesta gol saat mempecundangi Tottenham Hotspur dua kali. Menahan imbang Arsenal, Newcastle United, dan mengandaskan Chelsea, menjadi batu pijakan meyakinkan menuju tahta tertinggi sepak bola Inggris.
Dari hasil positif kontra klub-klub Big Six tersebut, ditambah hasil minor para pesaing lain, membuat perjalanan Liverpool lebih lapang. Sebetulnya, Liverpool sempat memberi harapan palsu ke Arsenal ketika kalah dari Fulham. Kekalahan yang merusak rekor unbeaten Liverpool dalam 26 laga.
Untungnya, pasca kekalahan itu, Liverpool bisa menjaga momentum dengan kembali memenangi laga. Meski Mo Salah dan kawan-kawan harus bersusah payah meladeni West Ham United dan Leicester City. Namun sepertinya, Liverpool memang sengaja menahan diri lantaran di laga yang hanya butuh hasil imbang, pasukan Arne Slot meluluhlantakan Tottenham Hotspur untuk memastikan gelar.
Dan sejatinya dari semua laga krusial tersebut, Liverpool berjuang bukan hanya untuk memenangkan pertandingan dan rajin memperlebar jarak hingga tak bisa lagi disalip. Tapi juga sebuah usaha memenangkan hati semua fans yang masih percaya. Bahwa sepak bola bukan hanya soal uang dan nama besar, tapi tentang profesionalitas, semangat kebersamaan, dan yang lebih penting rasa bangga bermain untuk tim kebanggaan.
Penutup dan Refleksi
Gelar Premier League musim ini terasa sangat spesial. Bukan saja karena mengakhiri dominasi Manchester City dan menggenapkan jumlah trofi menjadi 20 sekaligus menyamai jumlah koleksi Manchester United. Lebih dari itu, status juara ini sebuah pernyataan. Semacam bukti bahwa bahkan di tengah keraguan, di tengah badai kritik, keyakinan dan tekad bisa menembus batas logika.
Liverpool menunjukan kepada kita bahwa mereka bukan hanya kesebelasan biasa. Mereka adalah simbol perjuangan tanpa akhir. Mereka adalah bukti hidup bahwa selama ada keyakinan, tidak ada yang tidak mungkin. Dan hari ini, dunia kembali belajar satu pelajaran penting: You’ll Never Walk Alone yang menggema di Anfield bukan hanya sekadar lagu. Ini adalah janji suci.