Pergantian pemain menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sepak bola. Dari sana jalannya pertandingan bisa berubah drastis. Tim yang semula diprediksi kalah bisa jadi malah keluar sebagai pemenang saat wasit meniup peluit panjang, hanya karena pergantian pemain.
Tak ayal jika pergantian pemain ini juga menciptakan atau mengubah sejarah sepak bola. Mau tahu apa saja pergantian pemain yang akhirnya mengubah sejarah sepak bola? Berikut ini ulasannya.
Daftar Isi
Ole Gunnar Solskjaer, Final UCL 1999
Ole Gunnar Solskjaer dikenal sebagai seorang supersub. Julukan supersub itu muncul pada final Liga Champions tahun 1999. Tak kurang dari 90 ribu pasang mata di Camp Nou menyaksikan pertandingan yang amat menegangkan antara Manchester United dan Bayern Munchen.
Laga baru berjalan enam menit, gawang Peter Schmeichel dijebol oleh Mario Basler. Sepanjang babak pertama, gol yang dinanti-nantikan Setan Merah tak kunjung datang. Gawang Oliver Kahn masih sulit dijebol Jesper Blomqvist dan kolega.
Pun di babak kedua. MU masih sukar mencetak gol, sedangkan Bayern tampak sudah malas mencetak gol lagi. Pikir mereka, mengakhiri laga dengan skor 1-0 saja cukup untuk meraih gelar Liga Champions. Tapi bukan Alex Ferguson kalau kehabisan strategi di situasi genting.
Menit 67, Teddy Sheringham masuk, Blomqvist ditarik keluar. Tapi sampai menit ke-80 gol masih belum tercipta. Andy Cole lalu ditarik keluar, Solskjaer gantinya. Hingga memasuki menit ke-90, gol masih belum datang. Ottmar Hitzfeld siap merayakan kemenangan timnya. Tapi laga belum selesai.
Masih ada injury time. Di masa itulah, Sheringham menjebol gawang Kahn, persis di menit 90+1. Kebobolan di masa injury time jelas merusak mental. Mental yang rusak itu dimanfaatkan Solskjaer untuk mencetak gol kemenangan.
Berkat gol itu, United juara. Gelar UCL di Camp Nou juga membuat United tim Inggris pertama yang meraih treble.
Juliano Belletti, UCL Final 2006
Fans Barcelona bangkotan pasti mengenal Juliano Belletti. Di final Liga Champions 2006, Belletti menjelma pahlawan bagi Blaugrana. Padahal di laga tersebut Belletti tidak main sejak menit awal. Menghadapi Arsenal asuhan Arsene Wenger…. bentar, jangan bilang kamu nggak ingat kalau Arsenal pernah ke final Liga Champions?
Barcelona sangat menginginkan gelar tapi sialnya, Arsenal musuh yang merepotkan. Pasukan Wenger bahkan mencetak gol duluan lewat Sol Campbell menit 37. Sisa babak pertama, Barcelona tak becus membalas. Gol balasan baru tercipta di menit 76 melalui Samuel Eto’o.
Tersisa 14 menit di waktu normal. Setelah mencetak gol balasan, hasrat El Barca memenangkan laga kian menggebu-gebu. Pada menit 80, Barcelona akhirnya menyarangkan gol kemenangan lewat aksi Belletti.
Ya, Belletti, pemain yang baru masuk lima menit sebelum Barca menyamakan kedudukan. Ia masuk menggantikan Oleguer. Gol Belletti tersebut sukses membuat fans Arsenal menangis sepulang dari Saint-Denis.
Eder, Final EURO 2016
Selama EURO 10 tahun terakhir, barangkali tidak ada yang paling tersakiti kecuali Prancis. Lha, gimana? Prancis berpeluang juara ketika jadi tuan rumah di edisi 2016. Tanda-tanda Prancis akan juara kelihatan di final, karena Portugal, lawannya sudah gembos kala laga baru berjalan kurang dari 30 menit.
Cristiano Ronaldo terkapar di lapangan dan terpaksa ditarik keluar. Laga lalu berjalan alot. Para pemain keluar-masuk, pertanda kedua pelatih tengah cari cara memenangkan laga. Tapi nasib memihak Portugal. Pergantian Renato Sanches ke Ederzito ternyata membuahkan hasil.
Eder mencetak satu-satunya gol di laga itu di babak tambahan. Gol Eder tak mampu dibalas Prancis. Portugal pun untuk kali pertama mengangkat trofi EURO. Gelar Piala Eropa bagi Portugal ini juga memperuncing perdebatan Lionel Messi vs Cristiano Ronaldo.
Mario Gotze, Final Piala Dunia 2014
Itu di EURO. Di Piala Dunia juga pernah terjadi. Tepatnya tahun 2014. Jerman ke final usai meremukkan Brasil 7-1. Di tempat lain, Argentina membutuhkan 120 menit plus adu penalti untuk mengalahkan Belanda di empat besar. Laga Argentina vs Jerman pun tersaji di stadion megah Maracana.
Angin tidak berpihak pada Jerman. Laga belum mulai, Sami Khedira tidak dimainkan karena merasakan nyeri di betis. Ia digantikan Christoph Kramer. Tapi setengah jam kemudian Kramer pun ditarik karena cedera. Andre Schurrle menggantikannya.
Sepanjang laga Jerman menguasai, namun peluang justru berkali-kali tercipta dari Argentina. Mulai dari Gonzalo Higuain hingga tembakan Messi yang melebar beberapa inci dari tiang gawang. Sampai 20 menit terakhir waktu normal, tidak ada gol tercipta.
Low menarik Klose keluar dan menggantinya dengan Mario Gotze dua menit sebelum peluit panjang. Sepertinya Low tahu, laga akan berlanjut ke babak tambahan. Dengan memasukkan Gotze yang gelandang, bukan striker, tampaknya Low punya rencana lain.
Pada menit ke 113, kepercayaan Low dijawab Gotze. Berawal dari pergerakan Schurrle yang mengirim umpan ke Gotze. Sang pemain mengontrolnya dengan dada lalu melepas tembakan ke gawang Argentina. Jerman mencetak gol. Argentina tak mampu membalasnya.
Gol semata wayang Gotze itu akhirnya membawakan gelar Piala Dunia bagi Jerman. Gotze mengaku itu luar biasa. Ia masih tak menyangka jadi pahlawan Jerman. Namun Low sudah memprediksi hal itu karena sebelum Gotze masuk, ia bilang begini:
“Tunjukkan kepada dunia bahwa kamu lebih baik dari Messi dan bisa menentukan pemenang Piala Dunia.”
Georginio Wijnaldum, Semifinal UCL 2018/19
Setelah dari internasional, kita ke klub lagi. Liga Champions musim 2018/19 menyisakan kisah comeback sensasional Liverpool atas Barcelona di babak semifinal. Di leg pertama, Camp Nou jadi saksi bisu brace LIonel Messi dan satu gol Suarez mengantarkan kemenangan Barca atas Liverpool.
Usai laga, Jurgen Klopp membantah timnya main buruk. Ia tak peduli hasilnya. Klopp hanya mau menatap optimis laga berikutnya. Tentu ini pernyataan normatif pelatih usai timnya kalah. Betapapun tiga gol, defisit yang nyaris mustahil dikejar.
Namun, Klopp tak main-main mengatakan optimis. Di leg kedua, Barcelona merasakan angkernya Anfield. Menit 27 Liverpool sudah memimpin melalui Divock Origi. Tapi baru golin satu, petaka datang. Andrew Robertson ditarik keluar menit 46 karena cedera.
Klopp mengganti bek sayap itu dengan seorang gelandang, Wijnaldum. Pemain pengganti ini malah mencetak dua gol tambahan hanya dalam waktu dua menit. Liverpool membuat agregat sama kuat. Sudah selesai? Belum.
Liverpool benar-benar memulangkan Barca lewat skema tendangan sudut menyebalkan TAA yang diubah jadi gol oleh Divock Origi. Liverpool lolos ke final dan akhirnya juara Liga Champions setelah penantian 14 tahun.
Ilkay Gundogan, City vs Aston Villa
Momen laga Manchester City melawan Aston Villa di ujung musim 2021/22 Liga Inggris tak kalah menegangkan. Manchester City menghadapi The Villans di markasnya sendiri. Etihad selalu menjadi neraka bagi Villa. Dalam 11 laga sebelumnya di Etihad, Villa selalu kalah.
Namun di hari itu, justru City yang kewalahan. Mereka ketinggalan dua gol hingga menit ke 70. City membutuhkan tiga gol buat menang di laga itu dan mengunci gelar Liga Inggris. Susah mengharapkan Liverpool kalah dari Wolves di Anfield. Pilihannya cuma dua: cetak tiga gol atau gelar luput.
Jawaban kebuntuan itu datang dari Ilkay Gundogan yang baru masuk menit ke-68. Gundogan mengecilkan skor setelah bola hasil sundulannya merobek gawang Aston Villa. Dua menit berselang, sepakan Rodri membawa City menyamakan kedudukan.
The Citizens terus menggempur pertahanan Aston Villa. Gol pengantar gelar yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tercipta. Menit ke-80 Kevin de Bruyne melewati tiga bek Villa dan mengirim umpan silang rendah yang dikonversi jadi gol oleh Ilkay Gundogan.
Rodrygo, Semifinal UCL 2021/22
Tuah pemain pengganti juga dirasakan di semifinal UCL musim itu. Manchester City mengalahkan Real Madrid di kandang sendiri, meski skornya ketat. Mereka datang ke ibu kota Spanyol untuk bermain sabar, sehingga tuan rumah pun frustrasi.
Tim asuhan Guardiola memperlambat pertandingan, menyederhanakan berbagai hal, dan tak membiarkan Madrid merebut pesta kecil-kecilan mereka. Saat coba mencetak gol, justru Los Blancos kebobolan lebih dulu lewat aksi Riyad Mahrez.
Sial, usai kebobolan Madrid makin sulit. Ancelotti sampai menarik Luka Modric dan Toni Kroos demi menambah lebih banyak penyerang. Salah satunya Rodrygo yang masuk menit ke-68. Real Madrid akhirnya menemukan cara bertahan hidup, itu pun di menit ke-90.
Dua gol Rodrygo di menit 90 dan 91 membuat City tercengang dan terkapar. Di saat Pep Guardiola masih berpikir, Real Madrid memperbesar kedudukan sekaligus memastikan lolos ke final, usai Karim Benzema mencetak gol lewat titik putih.
Joselu, Semifinal UCL Musim 2023/24
Hal yang sama diulangi Real Madrid. Comeback menakjubkan kembali terjadi di babak semifinal Liga Champions musim 2023/24. Kali ini bukan Manchester City korbannya, tapi Bayern Munchen. Die Roten menahan imbang Los Galacticos di rumahnya.
Bermain di depan pendukung sendiri di leg kedua, Real Madrid justru klebon lebih dulu lewat Alphonso Davies di babak kedua. Seusai gol itu, FC Hollywood bermain sangat solid. Persentase kemenangan Die Roten meningkat. Carlo Ancelotti berada di situasi gawat.
Namun, malam yang harusnya milik Bayern Munchen itu berubah menjadi milik Real Madrid. Gara-gara Ancelotti memasukkan Joselu di menit ke-81. Sang pemain seakan turun dari langit untuk menyelamatkan Real Madrid. Terbukti dua gol Madrid tercipta di ujung laga dari Joselu. Setelah laga nama Joselu dielu-elukan publik Santiago Bernabeu.
https://youtu.be/P-JrA7g-Wvk
Sumber: TheAthletic, Sportskeeda, ESPN, TheGuardian, Goal, Bundesliga, Independent