Nasib buruk seperti penyamun ulung yang selalu mengintai. Ia licik dan siap menjatuhkan kita dari mana saja tanpa ampun, tanpa kita bisa mengelak. Di saat seperti itu, kita akan remuk redam, terseok-seok bagai seorang pesakitan di tengah mereka yang sedang bersinar. Jalan kita akan lebih lambat ketika yang lain melaju begitu cepat.
Apa yang disebut nasib buruk itu sedang memeluk erat Timnas Singapura. Salah satu raksasa di Asia Tenggara, peraih empat gelar Piala AFF, dijatuhkan begitu saja oleh nasib buruk yang tengik. Status sebagai peraih gelar Piala AFF terbanyak setelah Thailand, sama sekali tak bisa menolong Singapura.
Well, apa yang terjadi pada Timnas Singapura? Mengapa The Lions seolah ambruk hanya dalam waktu yang, kita tidak pernah menyangka, akan secepat itu? Berikut ini kisahnya.
Daftar Isi
Kejayaan Timnas Singapura
Gagal di edisi pertama Piala AFF, Singapura lalu menunjukkan tajinya di edisi kedua. Lolos untuk pertama kalinya ke final di edisi 1998, Singapura mengalahkan tuan rumah, Vietnam dan membawa pulang trofinya.
Siapa sangka, gelar pertama itu membuka jalan bagi Singapura di Piala AFF. Setelah juara di tahun 1998, Singapura lolos di tiga final lainnya: 2004, 2007, dan 2012. Singapura melibas tiga lawannya di tiga final tersebut. Indonesia dikalahkan di 2004, dan Thailand digiling dua kali di tahun 2007 dan 2012.
Memandangkan tahun ini tahun piala AFF dianjurkan.
Ini adalah senarai negara yang pernah merangkul piala AFF.
Pelik, Singapura yang kurang baik prestasi pun boleh dapat 4 trofi berbanding Malaysia.
Malaysia satu sahaja, Harus bersyukur. pic.twitter.com/Q9Ei6g495Y
— Onefootball.my (@OnefootballM) June 19, 2024
Kegemilangan Singapura tersebut tak bisa lepas dari Radojko Avramovic. Pelatih asal Serbia itu mempersembahkan tiga gelar Piala AFF di tahun 2004, 2007, dan 2012. Besarnya legasi yang diciptakan Avramovic, The Lions seakan sulit meloloskan diri dari bayang-bayangnya saat ia angkat kaki.
Tak Lagi Menjuarai Piala AFF
Perginya Avramovic membuat Timnas Singapura seperti mesin yang kehilangan salah satu baut terpentingnya. Gonta-ganti pelatih dilakukan, namun tidak ada yang bisa menyamai prestasi Avramovic. Setelah Piala AFF 2012, Singapura tidak lagi menjadi juara. Itu seiringan dengan mereka yang tidak pernah lagi lolos ke partai final.
Satu-satunya prestasi terbaik di AFF adalah tahun 2020, saat Singapura berhasil melangkah ke semifinal. Selain di level senior, di level kelompok umur, Singapura juga kehilangan raungannya. Dari tahun 2013, tidak ada lagi medali SEA Games yang didapat Singapura.
Karena turnovernya tinggi. Negara Asia jarang ada pelatih timnas punya span kerja belasan tahun kayak Jogi Low atau Oscar Tabarez.
Rekornya saat ini di ASEAN kayaknya Raddy Avramovic (Singapura/2003-2012) (?)
Di Indonesia: Toni Pogacnick (1954-1963)
STY on verge of History? pic.twitter.com/ZSaHPdD0lX
— Aun Rahman (@aunrrahman) April 25, 2024
Ranking yang Merosot
Di level paling dasar saja bonyok, apalagi yang lebih tinggi. Singapura tak pernah lolos ke Piala Asia sejak 1984. Itu artinya, kegemilangan Singapura di Piala AFF pun tidak bisa dilanjutkan di tingkat Asia. Jadi, ketika Singapura tak lagi gemilang di AFF, tak mengejutkan apabila mereka kehabisan tenaga di kualifikasi Piala Asia.
Di Piala Dunia, Singapura masih jadi depot gol tim-tim lainnya. Ambil contoh di Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia. Singapura melenggang ke putaran kedua, tapi di sana hanya menjadi samsak tim-tim seperti Thailand, China, dan Korea Selatan.
Singapura benar-benar kehabisan energi untuk naik ke taraf yang lebih tinggi. Di putaran kedua tersebut, The Lions hanya meraih satu poin. Hasil menahan imbang Tiongkok dengan susah payah.
Singapura pun dipaksa menerima kenyataan bahwa ranking mereka di FIFA perlahan-lahan merosot. Dari posisi 149 di tahun 2015, mereka turun ke peringkat 173 pada 2018, menjadi ranking terendah sejak bergabung ke FIFA. Ranking mereka sempat naik ke 157 di akhir tahun 2019. Tapi anjlok lagi di akhir tahun berikutnya ke 158.
Kini, per 19 September 2024, Singapura masih berada di peringkat 161. Lebih rendah dari Indonesia dan Malaysia. Itu jelas memalukan bagi peraih gelar Piala AFF terbanyak kedua setelah Thailand.
Singapura Kini
Kita memasuki Bulan Oktober 2024. Ada jeda internasional. Tim nasional dari hampir seluruh penjuru dunia mencari lawan agar bisa mengeruk poin FIFA sebanyak-banyak. Namun, alih-alih bertanding dengan sesama negara, Singapura justru menggelar uji tanding dengan klub lokal dan klub dari luar negeri.
Mirisnya lagi, bukan hasil positif yang didapat melainkan sebaliknya. Bulan lalu dihajar Johor Darul Ta’zim 3-0. Oktober 2024 ini giliran klub J1 League, FC Tokyo yang menyetrika Timnas Singapura dengan skor 4-0.
Kekalahan itu makin menegaskan ketidakberdayaan Timnas Singapura. Apa yang terjadi pada The Lions ini, tak pelak salah satunya diakibatkan oleh mandeknya proyek naturalisasi.
The Singapore Men’s National Team played the first of three training matches earlier today. 24 players got minutes under their belt in a 4-0 loss to FC Tokyo. The Lions will next face Tokyo Verdy on Friday. pic.twitter.com/JnFdl4LQjb
— FAS (@FASingapore) October 8, 2024
Proyek Naturalisasi Mandek
Di belahan Asia Tenggara lain, program naturalisasi dianggap mematikan talenta lokal. Namun, di tengah kekolotan semacam itu, Singapura pernah mendobrak melakukan proyek naturalisasi yang gila-gilaan. Kesuksesan meraih empat gelar Piala AFF juga sedikit banyak berkat proyek ini. Di tahun 2004 misalnya. Singapura diperkuat tiga pemain naturalisasi.
Baihakki Khaizan dan Daniel Bennett dua di antaranya. Ada pula Itimi Dickson dan Agu Casmir di angkatan berikutnya. Bahkan di edisi 2012, Singapura belum berhenti menaturalisasi pemain. Muncul Aleksandar Duric. Barulah setelah itu proyek naturalisasi berhenti.
Singapura memang masih memakai pemain naturalisasi, seperti Mustafic di 2016. Namun, usia senja membuatnya tak lagi berdaya. Tahun 2017, ketika Federasi Sepak Bola Singapura atau FAS dipimpin Lim Kia Tong, naturalisasi makin jarang dilakukan, seiring izin mendapatkan paspor atau hak kewarganegaraan Singapura bagi warga asing dipersulit.
Konflik FAS dan Pemerintah
Sulitnya memperoleh paspor Singapura ternyata menciptakan buih-buih masalah antara FAS dan pemerintah Singapura. Hubungan keduanya pun tidak erat. FAS dipaksa tunduk oleh pemerintah. Namun, ketika prestasi timnasnya jeblok, pemerintah bisa lepas tangan, dan seluruh dampratan mengarah ke FAS.
Congratulations to Singapore youth international Ben Davis for signing a two-year professional contract with @FulhamFC!
Ben, 17, is the first Singaporean player to pen professional terms with a top flight English team 🇸🇬️
(Photo: Fulham FC) pic.twitter.com/ORfoEDckNo
— FAS (@FASingapore) July 13, 2018
Salah satu contoh kasusnya menimpa Ben Davis. Sang pemain pernah diangkut Fulham dari Singapore Sports School. Impian bermain di Liga Inggris terbuka. Namun, pemerintah Singapura menghalangi kepergian Davis ke Inggris. Kementerian Pertahanan Singapura tidak mengizinkan Davis berangkat ke Inggris karena harus menjalani wajib militer.
Demikian yang ditulis Pandit Football. Karena memiliki tiga paspor: Singapura, Thailand, dan Inggris, Davis pun akhirnya meninggalkan Timnas Singapura yang sudah dibelanya sejak U-16, lalu pindah ke Thailand dan berangkat ke Inggris. Hal serupa juga dialami penggawa Lion City Tailors, Adam Suwandi. Ia dipaksa melupakan tawaran FC Metz demi wajib militer.
Pembinaan Gagal
Ketatnya aturan wajib militer ini membebani FAS. Ia seperti batu besar yang menghalangi kesuksesan pembinaan usia muda. Mengingat sebetulnya pembinaan usia muda Singapura salah satu yang terbaik di Asia Tenggara. Singapura pernah menjadi tempat yang sering dikunjungi para pemandu bakat dari Eropa.
Salah satu bentuk pembinaan yang dilakukan adalah membentuk tim Young Lions yang isinya pemain lokal di bawah usia 23 tahun. Tim ini berkompetisi di Liga Utama Singapura. Sayangnya, pembinaan mandek sampai di sana. Ketika negara sesama ASEAN seperti Malaysia, Thailand, dan Indonesia mengorbitkan pemainnya ke luar negeri, Singapura tidak.
𝙏𝙧𝙖𝙞𝙣𝙞𝙣𝙜 𝙎𝙚𝙨𝙨𝙞𝙤𝙣 ✅
Our boys putting in a shift in 🇯🇵#coyl #younglions pic.twitter.com/kyUrLt4lwB
— Young Lions (@yglions) October 10, 2024
Ganjalannya adalah aturan wajib militer. Hal itu diperparah dengan iklim liga yang tidak kondusif sehingga tak menjanjikan menit bermain. Sejak dulu, Liga Singapura memang sepi penonton. Bahkan oleh orang Singapura itu sendiri. Riset terbaru dari Yahoo Singapore Football Study tahun 2023, sebanyak 65% warga Singapura tidak mendukung klub lokal maupun tim nasionalnya.
Faktornya banyak. Salah satunya karena Liga Singapura dikuasai tim satelit dari Jepang, seperti Albirex Niigata. Kejayaan Timnas Singapura zaman dulu juga pelan-pelan dilupakan oleh masyarakat Singapura. Sepak bola atau bahkan olahraga secara keseluruhan, bukan lagi fokus Singapura. Konsentrasi mereka beralih ke dunia akademik dan saintifik.
Kita pun melihat Singapura maju karena itu. Sementara kalau menyaksikan sepak bolanya, seolah berhenti di tempat. Karena yang primer akademik, sepak bola tak membuat anak-anak muda tertarik. Ujungnya, mencari generasi baru menjadi persoalan pelik.
Lihat saja, Young Lions yang isinya pemain muda Singapura babak belur. di Liga Primer Singapura. Begitu pula timnas usia mudanya. Bernard Tan yang ditunjuk sebagai presiden FAS sejak 2023 juga belum mampu memberi dampak.
Sumber: StraitsTimes, ChannelNewAsia, TheMonitor, PanditFootball, Bolacom, Kumparan