Tak bisa dipungkiri bahwa dampak ekonomi dari Covid-19 telah menelan banyak korban. Tak terkecuali klub sepak bola eropa. Pendapatan klub sepak Eropa mengalami kerugian di berbagai sektor dalam laporan keuangannya.
Seperti yang dilaporkan KPMG Football Benchmark dalam hasil auditnya yang berjudul “The European Champions Report 2021”. Para juara liga musim lalu kompak mengalami penurunan pendapatan opersional. KPMG juga melaporkan bahwa 20 besar klub kaya eropa kehilangan pendapatan hingga lebih dari 1 miliar euro selama setahun terakhir.
Bahkan, KPMG juga memperkirakan bahwa seluruh klub sepak bola eropa bisa mengalami kerugian operasional yang lebih parah. Kerugian hingga 5 miliar euro untuk musim 2019/2020 dan 2020/2021 sangat mungkin terjadi. Sungguh angka yang sangat besar bukan?
While pre-COVID seasons demonstrated a stable growth path of the football industry, the past season reveals an aggregate decrease of EUR 1.2b in total operating revenues for all 43 clubs in 10 top division European leagues whose financial results for 19/20 are presently available pic.twitter.com/hh2VcEwqMN
— KPMG Football Benchmark (@Football_BM) February 2, 2021
Dampak ekonomi lain yang ditimbulkan oleh Covid-19 membuat banyak klub besar eropa terpaksa berhemat. Memangkas gaji staf dan pemain adalah hal lumrah. Pemerintah Spanyol saja sempat memberi bantuan keuangan kepada klub La Liga lewat skema ERTE dengan syarat, klub telah memotong gaji karyawannya hingga 70%.
Selain itu, KPMG juga menyebutkan bahwa harga jual pemain mengalami penurunan sebesar 9,6% selama bulan Januari-Februari kemarin. Hal itu membuat bursa transfer pemain di dua jendela transfer sepi. KPMG memperkirakan bahwa selama pandemi ini klub bisa memberi diskon atas pemain terbaiknya demi mendapat pemasukan.
Senada dengan KPMG, badan audit keuangan lainnya, yaitu Deloitte juga mengeluarkan laporan serupa. Dalam laporannya yang berjudul “Deloitte Football Money League 2021”, Deloitte melaporkan bahwa 20 klub terkaya Eropa rata-rata mengalami penurunan pendapatan sebesar 12% di musim 2020 kemarin.
Lebih lanjut, Deloitte memperkirakan bahwa pendapatan klub dari sektor matchday revenue yang bergantung dari uang tiket menurun sebesar 17%. Sementara pendapatan dari broadcast revenue alias uang hak siar TV persentasenya menurun sebesar 23%.
Dengan masih digelarnya laga tanpa kehadiran penonton, otomatis klub tak bisa mendapat pemasukan dari uang tiket. Persewaan stadion dan berbagai fasilitas yang tersedia di stadion seperti tur stadion, museum, atau persewaan stadion untuk konser musik juga secara otomatis terhambat.
Setali tiga uang, akibat pertandingan yang masih digelar secara tertutup, pemasukan dari uang hak siar TV juga berkurang. Hal ini disebabkan oleh penundaan pertandingan musim lalu dan laga yang digelar tanpa penonton. Alhasil banyak kontrak kerja sama dengan sponsor yang tidak berjalan sesuai jadwal.
Dalam laporan KPMG juga terungkap bahwa 3 klub besar eropa yang jadi juara liga musim lalu, yaitu Juventus, PSG, dan Porto mengalami penurunan pendapatan terbesar dibanding para juara lainnya. Persentase kerugian yang diderita Porto bahkan mencapai 50%. Sementara Juventus dan PSG kehilangan pendapatan operasional sebesar 15%.
Sementara itu, dalam laporan versi Deloitte, Inter Milan, Tottenham Hotspur, dan Manchester United jadi klub besar eropa yang paling merugi. Pendapatan tahunan Inter turun 20%, sementara Tottenham dan MU turun masing-masing 15% dan 19%. Penyebabnya sama, yaitu pendapatan dari sektor broadcast dan matchday revenue yang turun.
Namun, laporan KPMG dan Deloitte kompak melaporkan bahwa pendapatan komersial klub sepak bola Eropa justru mengalami peningkatan. Rata-rata klub Eropa mencatat kenaikan pendapatan di sektor komersial sebesar 3%.
Juventus misalnya. Meski kehilangan pendapatan operasional sebesar 15%, juara bertahan Serie A Italia itu mencatat keuntungan sebesar 3,3 juta euro dari sektor komersial. Angka tersebut naik 2% dari catatan musim lalu. Hal itu disebabkan oleh perpanjangan kontrak kerja sama Si Nyonya Tua dengan 2 sponsor utamanya, Jeep dan Adidas.
Deloitte juga memperkirakan bahwa keuntungan Juventus di sektor komersial berpotensi mengalami peningkatan di masa yang akan datang. Pasalnya, klub yang bermarkas di J Stadium itu tengah fokus menjalin kerja sama dengan layanan streaming Amazon Prime untuk menyiarkan Juventus TV secara eksklusif demi menaikkan merek dagangnya di pasar internasional.
Hal serupa juga ditempuh rivalnya di Serie A, yakni AC Milan. Rossoneri jadi salah satu klub Italia paling merugi musim lalu bersama AS Roma. Sejak awal musim ini, rossoneri bergerak cepat menjalin kerja sama dengan berbagai platform digital dan start-up seperti Skrill dan Socios.
Sementara itu, langkah berbeda ditempuh jawara Ligue 1 musim lalu, PSG. Klub berjuluk Les Parisiens itu memanfaatkan dengan baik citra yang dimiliki Kota Paris sebagai pusat fashion dunia. Meski mengalami penurunan pendapatan, PSG berhasil menggaet brand fashion ternama asal Amerika, Jordan. Kerja sama itu sukses menaikkan penjualan jersey dan produk fashion PSG di Amerika.
Anomali terjadi di 3 klub terkaya dunia saat ini, yakni Barcelona, Real Madrid, dan Manchester United. Meski merugi di berbagai sektor, pendapatan komersial ketiganya tetap konsisten mencatat untung seperti musim-musim sebelumnya.
Top 5 Clubs Revenue 19/20:
🇪🇸 FC Barcelona – €715.1M
🇪🇸 Real Madrid – €714.9M
🇩🇪 Bayern Munich – €634.1M
🏴 Manchester United – €580.4M
🏴 Liverpool – €558.6M[Deloitte] #FCB #Rmalive #MUFC pic.twitter.com/cxedIYpfPb
— RouteOneFootball (@Route1futbol) January 27, 2021
Ketiga klub itu secara berurutan menempati posisi teratas klub paling kaya di dunia versi Deloitte. Sebagai klub paling kaya, baik Barca, Madrid, dan MU juga jadi brand sepak bola paling terkemuka di pasar global. Penjualan jersey dan beragam produk merchandise mereka tak terganggu, alias tahan pandemi.
Pendapatan komersial MU bahkan jadi yang terbesar di Inggris. Setan Merah menghasilkan 282,1 juta poundsterling di tahun 2020 lalu. Investasi MU di sektor digital, aplikasi e-commerce dan MUTV terbukti ampuh.
📰| Manchester United’s position as English football’s top revenue generators is under threat from Manchester City or Liverpool in next year’s table.
[Deloitte via @FourFourTwo] pic.twitter.com/xHFLBfItws
— City Chief (@City_Chief) January 14, 2020
Hal serupa juga dilakukan Barcelona. Meski punya banyak utang, Barca berhasil memanfaatkan merek dagangnya di pasar global dengan baik. Blaugrana berinvestasi dengan meluncurkan platform streaming baru, Barca TV+. Barcelona juga menjadi klub olahraga pertama yang mendapat lebih dari 10 juta subscribers di YouTube.
Sementara itu, rivalnya di El Clasico, Real Madrid tercatat dalam laporan KPMG sebagai satu-satunya juara bertahan liga yang mencatat laba bersih sebesar 0,3 juta euro dalam laporan keuangan mereka di musim 2019/2020. Keuntungan diperoleh Los Blancos dari sektor komersial setelah klub milik Florentino Perez itu mengendalikan sendiri penjualan produk komersilnya tanpa bantuan pihak ketiga.
Klub lain yang juga mencatat kenaikan pendapatan operasional adalah Borussia Dortmund. Selain karena prestasinya yang sedang meningkat dan pamor Haaland yang makin mendunia, dalam laporan keuangannya, penjualan produk komersial Dortmund mengalami kenaikan signifikan di kawasan Asia.
Dalam laporan audit KPMG dan Deloitte kita bisa menyimpulkan bahwa industri sepak bola sedang dan akan terus bergerak ke arah yang makin komersial. Perang dagang produk merchandise dan konten digital antar klub Eropa akan jadi hal lumrah di kemudian hari.
Sejalan dengan perkembangan media sosial yang makin besar, jumlah pengikut dan penggemar klub sepak bola di media sosial akan semakin menentukan arah bisnis klub di masa depan. Semakin banyak jumlah pengikut dan penggemarnya akan memberi keuntungan besar di pasar global.
Suka tidak suka, inilah masa depan sepak bola dunia. Sepak bola sudah bukan soal meraih prestasi semata atau bersaing memperebutkan prestige. Sepak bola bukan lagi olahraga biasa, melainkan telah bertransformasi menjadi produk infotainment, hiburan, dan produk bisnis yang menjanjikan.
Meski mencekik keuangan klub sepak bola, ternyata pandemi Covid-19 justru mengubah arah bisnis industri sepak bola dunia. Namun, bila kondisi pandemi ini terus berlanjut, tentu tidak akan sehat. Bagaimanapun, sepak bola tak bisa dilepaskan dari kehadiran penonton. Itulah hal yang hilang saat ini dan semoga kondisi ini akan segera berakhir.
Sumber Referensi: Deloitte Football Money League, The European Champions Report, The Guardian, Goal