Pemain Melempem yang Disulap Xabi Alonso di Bayer Leverkusen

spot_img

Bayer Leverkusen menjadi tim yang patut diperhitungkan. Aktornya tiada lain pelatih asal Spanyol, Xabi Alonso. Sang entrenador juga berhasil menyulap beberapa pemain yang sebelumnya melempem menjadi bahan bakar yang terus menggerakkan mesin kemenangan bernama Bayer Leverkusen. Siapa saja pemain-pemain tersebut?

Florian Wirtz

Karier Florian Wirtz nyaris karam. Pemain yang satu ini berkali-kali diterpa cedera. Terakhir kali cedera memaksanya absen 10 bulan lamanya. Dan sebagaimana pemain yang mengalami cedera lama, ia dihantui kehancuran karier.

Namun, tekad dan keinginan untuk terus bangkit masih ada dalam dirinya. Apalagi saat menjalani pemulihan, ia tahu Bayer Leverkusen kedatangan pelatih baru. Sang pelatih itu datang kepadanya. Ia ingin menjalin hubungan baik sejak awal dengannya.

Bahkan sang pelatih ini terus menanyakan kabarnya. Ya, pelatih itu adalah Xabi Alonso. Didorong dengan keinginan kuat dan besarnya kepercayaan Alonso terhadapnya, Wirtz pun keluar dari ruang perawatan. Sekembalinya Wirtz ke dalam tim, Alonso membantunya untuk menyesuaikan diri dengan tim yang telah ia racik.

Wirtz telah membuktikan ketajamannya dengan mencetak 10 gol di Bundesliga tahun 2021. Rekam jejaknya cukup membuat Xabi Alonso terkesan. Apalagi Alonso membutuhkan seorang kreator sepertinya. Di sisi lain, Wirtz nyaman dilatih Alonso.

Kesempatan langka dilatih oleh pelatih yang dulu berposisi sama dengannya. Wirtz diberi keleluasaan oleh Alonso. Ia menempati posisi nomor “10”, tapi Wirtz tak cuma berkreasi dan maju ke depan. Kadang-kadang ia bermain melebar. Wirtz hampir selalu diturunkan oleh Alonso.

Alonso berhasil meningkatkan efektivitas permainan Wirtz. Ia hampir selalu terlibat dalam serangan Leverkusen. Lihat saja, musim ini Wirtz sudah melahirkan 56 chance created. Menjadi salah satu yang terbanyak di Bundesliga musim ini.

Jonas Hofmann

Selain Wirtz, ada gelandang serang Jerman yang sama sekali tidak terlacak, tetapi diandalkan oleh Alonso. Ya, orang itu adalah Jonas Hofmann. Ia pernah menjadi komoditas menjanjikan pada tahun 2021. Chelsea pernah tertarik untuk mendatangkannya.

Pada waktu itu Hofmann yang berusia 28 tahun disebut-sebut sosok bintang yang terlambat berkembang. Sayangnya, Hofmann tak pernah benar-benar berseragam Chelsea. Bahkan usai dikabarkan tak hanya menarik perhatian Chelsea tertarik, tapi juga Tottenham Hotspur, nyatanya Hofmann masih membela Borussia Monchengladbach.

Musim lalu permainannya di Gladbach konsisten. Total ia memainkan 33 laga bersama Gladbach dengan mencetak setidaknya 14 gol. Hofmann punya kemampuan umpan yang bagus. Caranya dalam menciptakan kreasi serangan juga oke punya. Tapi usia jadi penghalang. Hal itulah yang membuatnya tak dilirik sama sekali jelang musim 2023/24 dimulai.

Di tengah kondisi itu Bayer Leverkusen justru meminatinya. Alonso tak peduli usia Hofmann. Sebab tua atau muda hanya soal mindset. Alonso butuh pemain berpengalaman sepertinya. Die Werkself pun mendatangkan Hofmann dengan hanya 10 juta euro saja.

Alonso memanfaatkan Hofmann untuk mengisi posisi dua gelandang di belakang striker, dalam formasi 3-4-2-1. Ia berduet dengan Wirtz untuk menciptakan orkestra serangan di lini depan. Pemain Jerman itu terlibat dalam hampir semua gol Leverkusen di Bundesliga musim ini. Betapa tidak? Leverkusen sudah mencetak 59 gol, dan ia mengemas 49 chance created.

Granit Xhaka

Perjalanan pertama Granit Xhaka di Emirates menyebalkan. Xhaka selalu menjadi tong sampah yang menampung kekecewaan dan kemarahan pendukung Arsenal. Banyak yang membandingkannya dengan Patrick Vieira.

Hal itu terus terjadi bahkan hingga Arsene Wenger berhenti. Di era Unai Emery, Xhaka menanggung beban berat. Ia selalu disalahkan oleh penggemar ketika Arsenal tampil buruk. Hal itu bertambah parah ketika Xhaka mengenakan ban kapten.

Cacian kepadanya kian keras. Xhaka bahkan diancam untuk dibunuh. Ada pula penggemar yang sampai hati mendoakan agar anaknya Xhaka kena kanker. Di tengah hujan cacian itu, Xhaka bertahan di Arsenal. Untunglah datang seorang Mikel Arteta yang membesarkan hatinya. Namun, berada di tangan Arteta tak membuat beban berat seketika lepas.

Selain itu ketika performanya menurun, Xhaka juga kerap mendapat kritik.. Hal itu yang akhirnya membawa Xhaka ke Bayer Leverkusen. Ia memilih hengkang ke Leverkusen karena menurutnya di sana tidak banyak keributan. Setidaknya tekanannya tak sebesar di Emirates.

Xhaka bertemu orang yang tepat. Alonso yang berkawan dengan Arteta menerimanya dengan senang hati. Ia mengerti bagaimana menggunakan Xhaka. Lagi pula Alonso juga mantan gelandang. Alonso pun menjadikan Xhaka tangan kanan. Ia adalah kepanjangan mulut Alonso.

Seluruh ide taktik Alonso termanifesto pada Xhaka. Pemain Swiss itu menjadi kunci permainan Die Werkself. Ia belum mencetak asis dan baru mengemas satu gol. Tapi Xhaka adalah pemain paling sibuk memberi umpan di Bundesliga musim ini. Rata-rata dalam 90 menit, Xhaka melepas 95,4 umpan dengan akurasinya 91,9%. Itu tertinggi di Bundesliga.

Piero Hincapie

Setelah 12 tahun hanya berkarier di Amerika Latin, Piero Hincapie dibeli Bayer Leverkusen tahun 2021. Akan tetapi, di musim pertama, pemain kelahiran Esmeraldas itu menemui hambatan. Penampilannya kurang menggigit. Setidaknya lebih buruk ketimbang saat bermain bersama Talleres.

Hal itu kian memburuk kala Leverkusen dilatih Gerardo Seoane. Hincapie nyaris putus asa sebelum datang seorang Xabi Alonso. Sang pelatih tak hanya menekankan taktik, tapi juga manusia. Alonso terinspirasi dari Carlo Ancelotti untuk tidak menjadikan pemainnya robot.

Jadi, ia tidak akan banyak menuntut ke pemain. Cuma dua hal yang ditekankan: kontrol dan kualitas umpan. Sisanya Alonso membiarkan bakat alami sang pemain bekerja di lapangan. Di situlah mentalitas para pemain tumbuh. Dan salah satu yang jadi penerima manfaatnya adalah Piero Hincapie.

Ia nyaris tak tergantikan. Alonso berhasil mengeluarkan kemampuan terbaik pemain Timnas Ekuador itu. Hincapie akhirnya memiliki sesuatu yang belum pernah dipunyainya. Salah satunya kemampuan distribusi bola. Maka dari itu, ia menjadi salah satu bek yang memiliki tingkat akurasi umpan lebih dari 90% di Bundesliga.

Edmond Tapsoba

Edmond Tapsoba datang tahun 2020. Sebelum berseragam Leverkusen kariernya sama sekali tak bagus. Tapsoba hanya bermain di klub Burkina Faso dan Liga Portugal. Ketika datang ke Leverkusen, Tapsoba menjelma bek paling menjanjikan.

Ini bahkan sebelum Xabi Alonso datang. Setidaknya walau seorang bek, sejak musim 2020/21 ia selalu mencetak gol. Tapi peningkatan drastis memang terjadi saat Xabi Alonso melatih. Ia diberikan peran yang sama oleh Alonso. Kendati seorang bek, Tapsoba beberapa kali ikut memberi ancaman.

Ia aktif mendribel dan cukup sering melepas tembakan. Dari 18 laganya di Bundesliga, Tapsoba bahkan sudah melepas tujuh tembakan. Kemampuan umpannya juga masih diandalkan Alonso. Tak ayal jika beberapa tim, seperti Manchester United dan Liverpool tertarik memboyongnya.

Jeremie Frimpong

Jeremie Frimpong juga makin berkembang di tangan Xabi Alonso. Pemain berpaspor Belanda itu sebelumnya adalah pemain yang terlunta-lunta. Ia dididik akademi Manchester City. Tapi tak pernah sekali pun memperkuat tim utama.

Di Celtic, karier Frimpong timbul tenggelam. Bahkan lebih banyak tenggelamnya. Kendati meraih beberapa trofi, tapi secara kualitas individu masih jauh panggang dari api. Nah, di tangan Xabi Alonso, Frimpong diberi keleluasaan dalam bergerak.

Ia menjadi tandem Alejandro Grimaldo sebagai bek sayap. Frimpong sering melakukan tusukan. Ia membelah pertahanan lawan untuk melepas umpan maupun tembakan. Karena itulah meski seorang bek sayap, ia sudah mencetak tujuh gol di Bundesliga musim ini dari nilai pengharapan golnya 5,53.

Itu berarti Frimpong sering berada dalam posisi yang bagus untuk mencetak gol. Selain itu, Frimpong juga sudah membukukan enam asis dari 22 laganya di Bundesliga musim ini. 

Amine Adli

Setelah bergabung ke Bayer Leverkusen 2021 lalu, Amine Adli bukanlah andalan di lini depan. Para pelatih sebelum Alonso lebih menyukai Patrik Schick sebagai juru gedor ketimbang dirinya. Alhasil perannya pun tak signifikan. Saat Alonso datang, ia mengutak-atik posisi Adli.

Kebetulan pemain berpaspor Maroko bersedia untuk bermain di posisi mana pun. Belakangan ini meski sudah ada Schick dan Boniface, Alonso beberapa kali menempatkan Adli di lini depan. Dalam formasi ia seolah striker. Padahal Adli memainkan peran baru.

Orang mengenal peran itu sebagai false nine. Perubahan peran itu justru membuat Adli lebih produktif, terutama dalam mencetak gol. Kendati tidak menempati posisi sayap kiri, posisi yang disukainya.

Musim ini baru bermain dalam 24 laga saja, Adli sudah mencetak tujuh gol di seluruh kompetisi. Padahal musim lalu membutuhkan 38 laga baginya untuk mencetak jumlah gol yang sama.

Sumber: WDR, Primicias, Squawka, Bundesliga, Bundesliga, FotMob, TheAthletic

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru