Nasib Malang Italia, Lanjutkan Kutukan dan Tim Raksasa yang Pulang Duluan di EURO 2024

spot_img

Di Kualifikasi Piala Dunia 2022 lalu, Italia segrup dengan Swiss. Dalam persaingan yang ketat lagi sengit, Italia yang harusnya memetik kemenangan, justru imbang melawan Irlandia Utara, sedangkan Swiss menghajar Bulgaria 4-0. Hasil itu membawa Italia ke babak play-off dan akhirnya dikalahkan Makedonia Utara.

Tiket ke Qatar pun raib. Swiss menjegal Italia ke Piala Dunia. Karena selain mengangkangi Gli Azzurri di tabel klasemen, Italia juga tak mampu mengalahkan Swiss dalam dua pertandingan. Kurang lebih tiga tahun setelah itu, Swiss lagi-lagi jadi mimpi buruk Italia.

Pasukan “Kotak Obat” justru memberi luka bagi publik Italia. Gli Azzurri dihentikan lewat dua gol dari Remo Freuler dan Ruben Vargas di EURO 2024. Apakah ini bukan karena Italia main buruk, hanya saja Swiss bermain lebih baik? Atau, Italia memang mainnya jelek? Berikut ulasannya.

Spalletti: Saya yang Tanggung Jawab!

Apa yang dikatakan Spalletti tampak sangat ksatria, walau memang begitulah seharusnya seorang pelatih. Namun, terlepas dari upaya pria 65 tahun itu menjadi tameng bagi anak asuhnya, harus diakui, memang banyak ketidaktepatan dalam keputusan Spalletti di pertandingan itu.

Pria berkepala plontos itu melakukan enam perubahan saat melawan Swiss. Salah satunya, yang mungkin paling berimbas pada buruknya performa Italia adalah, pemilihan pemain. Spalletti memasukkan Bryan Cristante, Gianluca Mancini, Stephan El Shaarawy, dan Nicolo Fagioli.

Keempat pemain tadi belum pernah turun di pertandingan sebelumnya. Coba bayangkan, belum pernah bermain, tapi Spalletti memainkan mereka di laga sepenting 16 besar Piala Eropa. Apa yang sebenarnya ada di tempurung kepalanya yang licin itu?

Keputusan Tidak Tepat

Spalletti tampaknya ketularan Gareth Southgate. Di laga sepenting itu, ia masih saja coba-coba. Kendati memang bisa dimaklumi, kondisi para pemain Italia kurang bagus. Beberapa pemain tak memiliki kebugaran yang cukup. Ditambah pemain seperti Ricardo Calafiori tak bisa dimainkan.

Tak bisa memainkan Calafiori yang terkena akumulasi kartu, alih-alih menurunkan Alessandro Buongiorno dan Federico Gatti yang minimal kemampuannya mirip Calafiori, Spalletti justru memainkan Gianluca Mancini.

Memasukkan Nicolo Fagioli adalah keputusan yang dapat dimengerti. Jorginho yang dipasang sebelumnya kurang menggigit, jadi Spalletti perlu pemain lain untuk mengisi posisinya. Tapi nggak si tukang ngeslot juga.

Apa yang bisa diberikan Fagioli, ketika ia sendiri sudah tujuh bulan tidak menginjakkan rumput karena dihukum akibat terseret kasus taruhan bola, selain cuma bisa clingak-clinguk di atas lapangan?

Italia Melambat

Di laga melawan Swiss, Italia pun kekurangan ritme permainan. Para pemain tadi membuat tim Spalletti tampak lamban sebagaimana ketika menghadapi Spanyol. Gli Azzurri tak sanggup melakukan tekanan tinggi karena di lini belakang seperti PNS main mini soccer: kurang cepat dan minim ketangkasan.

Di sisi lain, itu menjadi makanan empuk bagi Swiss. Murat Yakin tinggal melakukan strategi sebaliknya saja. Jika Italia kurang menekan, Swiss bermain dengan tekanan tinggi dan terus memblokade pertahanan Italia.

Gli Azzurri kelabakan. Tapi intensitas dalam menekan tak kunjung tinggi. Malahan para pemain Italia cenderung membiarkan pemain Swiss menguasai setiap jengkal lapangan. Dari segi statistik, Swiss dapat mengemas 286 umpan di pertahanan Italia, sedangkan Gli Azzurri lebih sedikit dengan 266 umpan di pertahanan Swiss.

Pertahanan Italia yang serapuh hati pemuda yang ditinggal tanpa alasan, membuat Granit Xhaka dan kolega gampang melepas tembakan. Mengutip FotMob, Swiss melepas setidaknya 16 tembakan dengan empat di antaranya tepat sasaran dan dua berbuah gol.

Dua gol itu, jika pemain belakang Italia punya gairah untuk menekan, bisa dicegah. Namun, karena tidak begitu, seorang Vargas bahkan bisa leluasa menyontek bola ke gawang Donnarumma.

Lini Serang Tumpul

Kalaupun tak kuat dari segi pertahanan, harusnya bisa dimaksimalkan di lini depan. Tapi lini depan Italia tak setajam omongan tetangga. Kirain selama ini Italia telah menyelesaikan regenerasi di lini depan. Kenyataannya, pemain yang digadang-gadang penyerang tengah masa depan, Gianluca Scamacca bahkan cuma bisa melepas satu tembakan tepat sasaran dalam empat laga.

Itu terjadi di pertandingan pembuka melawan Albania. Mateo Retegui dan Giacomo Raspadori juga tidak pernah memberi ancaman lawan mana pun. Mereka yang turun di laga-laga sebelumnya saja tak mampu, apalagi El Shaarawy.

Jadi, selain kurang dalam tekanan, Italia juga malas menyerang. Catatan FotMob memperlihatkan bahwa Italia hanya melepas 1 tembakan tepat sasaran dari total 11 tembakan ke gawang Yann Sommer.

Lha bejimane coba itu? Katanya taktik Spalletti anti-Italia dan sangat menyerang? Nyatanya sudah buruk dalam bertahan, bapuk pula dalam menyerang.

Tak Dimaafkan Suporter Sendiri

Tak ada maaf bagi Timnas Italia asuhan Luciano Spalletti, kata para suporter. Mengutip Football Italia, para penggemar sepertinya akan sulit memaafkan kekalahan Italia atas Swiss. Sikap ogah-ogahan para pemain di atas lapangan menjadi pemicunya.

Italia asuhan Spalletti ini dianggap lebih buruk dari Italia asuhan Antonio Conte yang gagal di perempat final EURO 2016. Waktu itu, Italia ditekuk Jerman, namun para penggemar masih menghargai tim itu. Sebab, tim asuhan Conte terlihat patriotik.

Sementara, tim Spalletti hanya seperti rombongan pegawai kantor yang bermain mini soccer di tengah gemerlap Kota Berlin. Mereka bermain hanya untuk mendapatkan foto dan kemudian di-upload di Instagram dengan caption, “gas tipis-tipis”.

Spalletti juga kelihatannya masih belum siap sepenuhnya melatih Italia. Sejauh ini, Spalletti masih sering membongkar-pasang susunannya dan mengubah formasinya. Bahkan sejak menghadapi Spanyol, Spalletti mengubah formasi Italia setiap 45 menit.

Italia Pulang Duluan

Di lain sisi, kemenangan atas Italia berharga bagi Swiss. Disamping membuat mereka lolos ke perempat final, kemenangan tersebut merupakan kemenangan pertama Swiss atas Italia setelah 31 tahun. Miris bagi Italia. Kalah dari Swiss menjadikan mereka tim raksasa yang memesan tiket pulang lebih dulu.

Tim-tim besar lainnya tak mengikuti jejak Italia dan melaju ke delapan besar. Tuan rumah membalaskan dendam atas Denmark dengan skor yang sama di final EURO ‘92. Spanyol menghabisi Georgia 4-1. Sementara Inggris yang nyaris kalah, membalikkan keadaan di menit 90+.

Di EURO 2024 ini, kutukan juara bertahan berlanjut. Sejak 2016, juara bertahan Piala Eropa selalu tersingkir di babak 16 besar. Spanyol dikalahkan Italia 2-0 di Saint-Denis di edisi 2016.

Empat tahun berselang, Portugal yang juara di 2016, dikalahkan Belgia di babak 16 besar di 2020. Terakhir, di 2024, Italia yang juara di 2020 dipulangkan Switzerland, juga di babak 16 besar.

Sumber: ABC, EuroNews, TheAthletic, Football-Italia, TheScore, BWReadAllOver, Detik

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru