Meraba Setiap Jenjang Karir Kontroversial Carlos Tevez

spot_img

RIP Fergie” Begitulah tulisan dari spanduk yang tertangkap kamera sedang diangkat tinggi-tinggi oleh Carlos Tevez kala Manchester City melakukan parade juara Premier League tahun 2012. Tentu hal itu membuat gempar satu Manchester. 

Tingkahnya membuat hubungan antara dua klub sekota itu kian memanas. Tevez memang tidak pernah menghindar dari kontroversi. Intrik dan masalah sudah sepaket dengannya. Namun, kini ia telah mengumumkan telah menarik diri dari sepakbola profesional.

Kematian ayahnya tahun lalu, membuat Tevez sangat terpukul. Ia memilih pensiun meski tawaran untuk bermain terus berdatangan. Ia berhenti bermain lantaran ia telah kehilangan penggemar nomor satunya.

Merantau ke Inggris

Di usianya yang masih 18 tahun, Tevez menjalani musim yang fantastis di Boca Juniors. Penampilan apiknya membuat Tevez dinobatkan sebagai pemain terbaik Liga Argentina di usianya yang masih belia.

Pencapaian dan keistimewaanya terdengar hingga ke daratan Ratu Elizabeth. Salah satu klub ibu kota pun berminat untuk menggunakan jasanya. Tevez pun merantau ke Inggris bersama West Ham. Ia diperkenalkan ke publik pada tahun 2006 bersama dengan rekan senegaranya, Javier Mascherano.

Inilah awal dari serangkaian kontroversi Carlos Tevez dimulai. Kedatangan Tevez ke West Ham memicu kontroversi karena status kepemilikannya. Ia diketahui dimiliki oleh perusahaan broker bernama Media Sport Investment (MSI).

Dilansir dari Football London, Di paruh kedua musim 2006/07, West Ham menerima gugatan dari Sheffield United. Ketika itu, posisi West Ham di tabel klasemen sangat mengkhawatirkan. Mereka bersaing dengan Wigan, Fulham, dan Sheffield guna menghindari jurang degradasi.

Namun, berkat adanya Tevez, The Hammers berhasil terhindar dari degradasi. Di hari terakhir, West Ham yang menghadapi kemustahilan lantaran harus menang melawan Manchester United untuk bisa bertahan, secara mengejutkan membuktikannya. Di laga inilah El Apache menunjukan magisnya. Menjelang turun minum, Upton Park dibuat bergetar oleh gol Tevez.

Ini adalah gol ketujuh Tevez dari sepuluh pertandingan bersama West Ham. Sir Alex yang menurunkan Cristiano Ronaldo dan Ryan Giggs di babak kedua dirasa terlambat untuk mengubah keadaan. Gol Tevez akhirnya menyelamatkan West Ham dari degradasi. Sementara Sheffield terdegradasi.

Dari situlah Sheffield merasa dirugikan lantaran West Ham unggul dengan menggunakan Tevez sebagai pemain ilegal. Penggunaan pemain dengan kepemilikan pihak ketiga seperti Tevez itu tak sah di Inggris. Akhirnya West Ham didenda 5,5 juta pounds atau sekitar Rp100 miliar setelah mengaku bersalah melanggar aturan Liga Inggris. Namun, pihak West Ham tetap boleh memainkan Tevez hingga akhir musim.

Berjaya Bersama Manchester United

Tevez mengakhiri musim 2006/2007 hanya dengan 7 gol saja. Namun, penampilan atraktif serta etos kerja yang ia tunjukan di lapangan sudah cukup bagi Sir Alex untuk memboyongnya ke Old Trafford.

Kepindahannya ke Manchester United adalah langkah terbesar dalam karirnya. Ia bergabung dengan skuad bertabur bintang dan dipimpin oleh salah satu manajer terhebat di dunia.

Namun, seperti yang sudah-sudah, Tevez datang sepaket dengan kontroversinya. Dan lagi-lagi dalangnya adalah sang agen. Melalui MSI, ternyata sebelum tawaran United datang, ia sudah mengantongi tawaran dari Inter Milan. MU yang tak mau ambil resiko, akhirnya hanya mengontrak Tevez sebagai pemain pinjaman selama dua tahun. 

Di United ia tergabung dalam skuad yang berisikan Wayne Rooney, Rio Ferdinand, Paul Scholes, hingga Cristiano Ronaldo. Ia pun melengkapi duo Rooney dan Ronaldo dan menjadi trio yang terkenal mematikan di kotak penalti lawan.

Permainan Tevez bagaikan sebuah mesin pencari bola yang memudahkan lini depan United. Ia terus berlari dan melakukan segala macam pekerjaan di lapangan. Entah membantu membagi bola atau menelurkan gol buat Setan Merah. 

Tevez sesekali mencetak gol-gol indah yang membuat penonton berdecak kagum. Ia berhasil mencetak 34 gol dari 99 laga yang ia mainkan bersama United. Selama dua musim berseragam MU, ia berhasil meraih satu trofi Champions League dan dua trofi Liga Inggris secara beruntun.

Berpaling ke Manchester City

Sebetulnya Ferguson ingin mempermanenkan Tevez. Namun dengan sikap kurang profesionalnya di luar lapangan, akhirnya pihak klub mengurungkan niatnya. Yang lebih menjengkelkannya lagi, ia malah pindah ke rival sekota, Manchester City.

Dari sini lah kebencian antara fans United dengan pemain internasional Argentina itu mulai muncul. Mungkin jika kalian fans MU, kalian pasti masih ingat dengan perasaan jengkel melihat sikap yang ditunjukan Tevez waktu itu.

Selama berseragam Manchester City, Tevez masih bisa mempertahankan performanya. Ia menjelma sebagai monster bagi lawan-lawannya. Kualitasnya di lapangan tidak pernah diragukan. Ia meneror lawan melalui akselerasi dan kekuatan kakinya. 

Tevez memiliki sesuatu yang tidak dimiliki banyak pemain, yaitu sikap pantang menyerah. Bersama Yaya Toure, David Silva dan Mario Balotelli, ia membangun dinasti sepakbola baru di sisi lain kota Manchester.

Di musim keduanya bersama Manchester City, Tevez bahkan menyabet sepatu emas pertamanya dengan torehan 20 gol sekaligus menghadirkan trofi Piala FA pertama bagi Manchester City. 

Namun, kelakuannya di luar lapangan kembali mencoreng prestasinya. Ketika City menghadapi Bayern Munchen di ajang Liga Champions 2011. Tevez menolak untuk bermain saat Mancini membutuhkan tambahan penyerang karena saat itu City tertinggal 2-0. 

perselisihan dengan Roberto Mancini ini membuat Tevez mendapatkan hukuman tak boleh bermain dan pemotongan gaji selama 2 pekan. Merasa sudah tidak kondusif, ia pun segera mengajukan permintaan resmi kepada klub bahwa ia ingin segera dijual.

Italia, China dan Kembali ke Kampung Halaman

Akhirnya pada 2013, Tevez sepakat untuk pindah ke Italia bersama Juventus. Ia mencetak 50 gol, meraih dua gelar Serie A, dan satu Coppa Italia. Carlos Tevez bak sebuah kode cheat bagi Juventus di salah satu periode tersuksesnya.

Memakai nomor punggung 10, Tevez bahkan membantu Si Nyonya Tua mencapai final Liga Champions pada tahun 2015. Namun sayang, Juventus harus takluk di tangan Barcelona yang kala itu masih diperkuat oleh trio MSN.

Setelah gagal di final Champions League, Tevez memutuskan untuk pulang kampung ke Argentina dan kembali memperkuat Boca Juniors. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk membantu Boca meraih lebih banyak trofi.

Bermain di depan publik sendiri, Tevez kembali merasakan kedamaian di kampung halaman. Ia mencetak 9 gol dalam 15 pertandingan sekaligus menghidupkan semangat api yang selama ini hilang bersama Tevez.

Ia kembali menambahkan dua trofi domestik untuk Boca sebelum akhirnya pergi “berlibur” ke Liga China dengan bergabung Shanghai Shenhua untuk meraup untung sebanyak-banyaknya. Berstatus sebagai pemain bergaji tinggi, nyatanya Tevez hampir tidak berdampak apa pun di lapangan.

Mungkin kalian berfikir, Tevez adalah pemain yang mata duitan. Namun itu tak sepenuhnya benar. Ia mencari uang untuk menghidupi saudara-saudaranya di Argentina. Yang mungkin tidak kalian tahu, Tevez juga membangun sebuah yayasan di Fuerte Apache. 

Sempat kembali ke Boca Juniors untuk ketiga kalinya pada 2018, kini Tevez tengah menikmati masa-masa tuanya sebagai pensiunan pesepakbola profesional. Terimakasih telah memberikan warna yang berbeda dalam sepakbola.

Sumber: Foottheball, Sportskeeda, Thesefootballtimes, BR, BolaTempo

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru