Ada sebuah anomali yang terjadi di papan klasemen Ligue 1 Prancis musim ini. Bukan Marseille, Lille, Lens, Monaco, ataupun Lyon yang tengah menjadi pesaing terdekat PSG di puncak klasemen, melainkan Stade Brestois.
Sejak pekan ke-22 hingga pekan ke-29, tim yang lebih dikenal dengan nama Brest tersebut jadi kontestan yang membuntuti PSG di posisi runner-up. Bahkan, tim ini sempat menjadi pemuncak klasemen di pekan ke-6.
Apa yang dicapai Brest adalah sebuah anamoli, sebab secara prestasi mereka layak disebut sebagai tim medioker. Bahkan secara finansial Brest layak disebut sebagai tim kurcaci.
Jadi, siapa sebenarnya Brest? Dan, klub seperti apa mereka? Berikut ulasannya.
🔴🇫🇷 Brest having crazy season! Another 4-3 win vs Metz today.
One step closer to Champions League qualification as they’re currently 2nd.
Could be historical Ligue 1 season for them. pic.twitter.com/d6wHApyQ1V
— EuroFoot (@eurofootcom) April 7, 2024
Profil Stade Brestois: Klub Medioker dan Miskin
Stade Brestois adalah klub yang berasal dari kota Brest, departemen Finistère, region Brittany. Kota Brest adalah sebuah kota pelabuhan penting dan pelabuhan militer terbesar kedua di Prancis setelah Toulon.
Sejak tahun 1830, kota ini juga telah menjadi pusat Akademi Angkatan Laut Prancis. Selain itu, kota ini juga terkenal sebagai tuan rumah dari Brest International Maritime Festival, sebuah festival empat tahunan yang mempertemukan kapal-kapal tradisional dari seluruh dunia.
Hal-hal terkait maritim memang lebih populer ketimbang sepak bola. Meski begitu, warga kota ini dikenal sangat fanatik. Namun, Stade Brestois alias “The Pirates” yang jadi klub kebanggan kota ini hanyalah sekadar tim medioker.
Klub yang secara resmi berdiri pada 26 Juni 1950 ini jauh lebih banyak bolak-balik antardivisi ketimbang mengangkat trofi. Bahkan, pada November 1991, Brest pernah menyatakan bangkrut dan harus terjun kembali ke kasta amatir.
Satu-satunya trofi yang cukup prestisius yang bisa mereka pajang adalah trofi juara Ligue 2 di musim 1981. Sementara di kasta teratas, Brest bahkan tak pernah finish di atas peringkat 8. Namun kini, “The Pirates” secara tiba-tiba mampu bercokol di posisi runner-up Ligue 1 musim ini. Sungguh sebuah hal yang mengejutkan sekaligus tidak biasa.
Lalu, apa yang menjadi rahasia dari Brest?
Seperti yang kami singgung di awal, Brest secara finansial dapat disebut sebagai tim kurcaci. Sebab, mereka adalah salah satu tim dengan bujet terendah di Ligue 1 musim ini.
Brest bahkan bisa dibilang salah satu klub termiskin di Liga Prancis. Buktinya, total anggaran mereka untuk mengarungi musim kompetisi 2023/2024 hanyalah sebesar 48 juta euro. Angka yang terbilang sangat kecil tersebut bahkan hanya lebih banyak dari Clermont Foot dan dua klub promosi, FC Metz dan Le Havre. Jika dibandingkan dengan PSG, jaraknya bagai bumi dan langit, sebab anggaran PSG di musim ini tembus hingga 700 juta euro.
Brest finish third in Ligue 1.
Putting historic Champions League qualification in numbers:
💰 15th out of 18 teams in terms of budget this season at €48m.
Seven clubs had budgets more than twice as big, four had budgets four times greater.
🔴 Had never finished higher than… pic.twitter.com/gWNmkj8Drz
— Robin Bairner (@RBairner) May 19, 2024
Bujet kecil yang dimiliki Brest tersebut sudah termasuk biaya gaji, biaya operasional, dan biaya transfer. Faktanya, Brest adalah tim dengan pengeluaran transfer terkecil kedua di Ligue 1 musim ini.
Mereka hanya mengeluarkan 3,5 juta euro di bursa transfer musim 2023/2024. Dengan biaya yang minim tersebut, Brest membeli 2 pemain anyar, mendatangkan 6 pemain pinjaman, merekrut 2 pemain bebas transfer, dan merekrut 2 pemain yang sebelumnya berstatus tanpa klub.
Dengan bujet yang minim, Brest jelas tak bisa melakukan kebijakan layaknya klub liga petani lainnya yang banyak mengorbitkan pemain muda dalam skuadnya. Bahkan, dengan rataan usia 26,4 tahun, skuad Brest adalah yang tertua ketiga di Ligue 1 musim ini.
Pertanyaan pun timbul. Brest adalah klub miskin dan medioker. Keterbatasan adalah hambatan utama mereka. Lalu, apa yang menjadi resep rahasia keberhasilan mereka musim ini? Apakah hanya sebatas hoki?
Jawabannya tentu tidak. Sebab, Brest saat ini tengah menikmati buah dari kecerdikan mereka memanfaatkan apa yang ada. Dan, yang lebih krusial lagi, mereka memilih pelatih yang tepat.
Berevolusi di Bawah Arahan Eric Roy
Eric Roy adalah alasan utama Brest ada di posisi ini. Saat diumumkan sebagai pelatih anyar Brest pada Januari 2023, nama Eric Roy membuat banyak pihak mengernyitkan dahinya. Roy bukan pelatih bau kencur, tetapi pekerjaannya sebelum melatih Brest membuat banyak orang ragu.
Dari tahun 2017 hingga 2020, Eric Roy bekerja sebagai sporting director di RC Lens dan Watford. Perna serupa juga pernah ia lakukan di OGC Nice pada musim 2011/2012. Terakhir kali Eric Roy menjadi manager terjadi di musim 2010/2011. Artinya, sudah lebih 11 tahun lamanya Eric Roy absen dari dunia kepelatihan.
Akan tetapi, seperti kata Hugo Magnetti, Eric Roy berhasil merevolusi Brest. Ide Eric Roy sebenarnya cukup sederhana. Ia ingin anak asuhnya menjadi tim yang sulit untuk dilawan sekaligus sulit untuk dikalahkan.
Roy tak langsung menjejali pemainnya dengan taktik rumit ataupun menu latihan yang berat. Sejak kali pertama datang, ia justru secara individu menemui setiap pemain satu per satu demi menciptakan dan membangun kedekatan dengan pemainnya.
Pendekatan seperti itu sukses menciptakan suasana kekeluargaan di dalam tim. Pada akhirnya, para pemain jadi punya kepercayaan diri tinggi serta ingin saling berjuang untuk satu sama lain dan tidak pernah menyerah.
Satu ciri khas lain dari gaya manajemen Eric Roy adalah menyuruh anak asuhnya untuk menetapkan target. Jika target tersebut tercapai, Roy akan memberi hadiah.
Seperti kata Hugo Magnetti, “kami sepakat untuk mengincar 6 atau 7 poin dalam beberapa laga. Dan segera setelah kami mencapai target, pelatih akan mengajak kami pergi ke restoran bersama atau kami mendapatkan hari libur tambahan. Itu sangat keren! Itu semua membantu menciptakan semangat kekeluargaan.”
Cara yang Eric Roy terapkan tersebut sukses mengubah Brest. Setelah berhasil menyelamatkan Brest dari degradasi di musim pertamanya, Roy kini berhasil mengubah Brest menjadi klub papan atas.
Dalam perjalanan hebatnya di musim ini, salah satu performa terbaik Brest adalah saat mereka berhasil tampil mengejutkan kala menahan imbang PSG 2-2 di pekan ke-19, serta mengalahkan Marseille 1-0 di pekan ke-22.
Kinerja Eric Roy memang luar biasa. Padahal “The Pirates” tak punya pemain bintang dalam skuadnya. Beberapa pemain andalan mereka bahkan statusnya hanyalah pemain pinjaman. Seperti Martin Satriano, Jordan Amavi, Kamory Doumbia, dan Julien Le Cardinal. Sementara itu, nama-nama seperti Hugo Magnetti, Mahdi Camara, Pierre Lees-Melou, Romain Del Castillo, Lilian Brassier, hingga Jérémy Le Douaron yang sebelumnya asing terdengar, sukses mencuri perhatian berkat arahan Eric Roy.
Romain Del Castillo is going to crack the Ligue 1 Team of the Season — he’s been absolutely phenomenal for Brest. pic.twitter.com/GwCieLW6uC
— Zach Lowy (@ZachLowy) April 16, 2024
Brest Lolos ke UCL Untuk Kali Pertama Dalam Sejarah
Pada akhirnya, Eric Roy memang gagal mempertahankan Brest di posisi runner-up. Namun, dengan hasil 17 kali menang dan 10 kali imbang dalam 34 pertandingan, “The Pirates” sukses mengakhiri Ligue 1 musim 2023/2024 di posisi ketiga.
Pencapaian mengejutkan tersebut resmi menjadi prestasi terbaik Brest di Ligue 1 Prancis. Tak hanya itu, finish di peringkat ketiga juga sukses membuat mereka meraih tiket langsung ke Liga Champions musim depan.
Sejarah pun tercipta! Sebelumnya, Brest belum pernah sekalipun menginjakkan kakinya di kompetisi antarklub Eropa. Berkat prestasinya musim ini, Eric Roy pun diganjar dengan penghargaan manager terbaik Ligue 1 musim 2023/2024.
🇫🇷👨🏫 𝐎𝐅𝐅𝐈𝐂𝐈𝐀𝐋 | Eric Roy has won Ligue 1 manager of the season! 👏
His Brest side have been exceptional, European football is guaranteed for them next season.
They can still get Champions League (depending on final day results). ✨ pic.twitter.com/IUUFfO0Jyg
— EuroFoot (@eurofootcom) May 13, 2024
Namun, masalah baru timbul. Kandang milik Brest, Stade Francis-Le Blé, hanyalah sebuah stadion tua nan kecil yang kapasitasnya hanya sekitar 15 ribu penonton. Stadion terkecil kedua di Ligue 1 musim ini tersebut tak memenuhi syarat untuk menggelar pertandingan setaraf Liga Champions.
Dengan demikian, Brest harus bernasib sama layaknya Union Berlin musim lalu. Brest dipastikan bakal menjadi klub musafir di UCL musim depan. Namun, siapa juga yang peduli. Finish di peringkat 3 dan lolos ke UCL adalah sebuah prestasi membanggakan bagi Brest yang layak dipuji tanpa tapi.
***
Referensi: Britannica, planetegrandesecoles, One Football, Ligue 1, GFNF, The Guardian.