Mengapa Real Madrid Tidak Bisa Meraih Treble Winner?

spot_img

Dari penggemar sepak bola kelas kakap sampai yang ikut-ikutan doang, pasti sepakat bahwa Real Madrid adalah tim termasyhur di Eropa. Bahkan barangkali tidak keliru kalau menyebut Los Galacticos adalah tim terbaik di dunia. Kalaupun bukan yang terbaik di antara yang terbaik, Real Madrid setidaknya satu yang terbaik.

Dalam satu dasawarsa terakhir saja, Real Madrid mengoleksi 23 trofi. Termasuk di dalamnya lima trofi Liga Champions dan lima gelar Piala Dunia Antarklub. Salah satu pencapaian menakjubkan Los Merengues adalah hattrick Liga Champions dari 2016 hingga 2018. Sebuah pencapaian yang rasanya sulit diraih oleh tim lain.

Namun, betapapun hebatnya Los Galacticos, sepanjang sejarah mereka belum pernah meraih treble dalam semusim. Treble yang dimaksud bagi Los Galacticos adalah Liga Champions, Copa del Rey, dan La Liga.

Kalah dari Tim Ini

Real Madrid kalah dari tim-tim Eropa lainnya, tak terkecuali oleh seteru abadi mereka, Barcelona. Los Cules bahkan sudah dua kali meraih treble, pada musim 2008/09 dan 2014/15. Di Eropa hanya ada delapan tim yang pernah meraih treble winner. Selain Blaugrana, ada pula Bayern Munchen yang meraih dua kali treble winner pada musim 2012/13 dan 2019/20.

Dua tim dari Kota Manchester, kota yang dikenal penuh dengan bajingan saja sudah meraih treble. Manchester City musim 2022/23 dan Manchester United musim 1998/99. Real Madrid juga ketinggalan dari Celtic karena tim ini pernah meraih treble musim 1966/67.

Di Belanda, PSV Eindhoven pernah merasakan manisnya treble winner pada musim 1987/88. Jose Mourinho, sebelum melatih Real Madrid juga sudah mengantarkan Inter Milan meraih treble. Tentu kamu juga bisa melihat album kenangan ketika Stefan Kovacs mengantarkan Ajax juara Eredivisie, European Cup, dan Piala KNVB musim 1971/72.

Tri gelar dalam semusim adalah pencapaian yang sulit sekaligus langka. Tapi sebagai tim besar, salah satu tim terbaik dan ditakuti di Eropa, belum meraih satu pun treble winner rasanya aneh bagi Real Madrid.

Pertanyaannya kemudian, mengapa Real Madrid tidak bisa meraih treble winner? Atau, supaya madridista dan para dedemit tidak ngamuk, mari perhalus pertanyaannya. Mengapa Real Madrid belum bisa meraih treble winner?

Persaingan La Liga yang Intens

Persaingan di liga domestik yang intens bisa jadi alasan mengapa Real Madrid kesulitan meraih tri gelar dalam semusim. Banyak yang bilang bahwa liga paling sengit persaingannya adalah Liga Inggris. Padahal tidak cuma itu. La Liga alias Liga Spanyol, walaupun yang muncul sebagai juara seringnya itu-itu lagi, tapi punya daya saing yang tinggi.

Terlebih Liga Spanyol secara konsisten menjadi rumah pemain-pemain kelas atas. Meski yang bersaing konon hanya beberapa tim saja, tapi Liga Spanyol penuh dengan ketidakpastian. Setiap musim tidak pasti Barcelona yang juara atau Los Galacticos yang mengangkat trofi.

Kadang kala mereka justru terusik oleh Atletico Madrid. Itu baru perkara perebutan gelar, belum langkah menuju ke sananya. Tim-tim medioker yang tidak diperhitungkan justru menjadi batu sandungan. Tidak, mereka bukan ikut bersaing di papan atas, tapi turut menjegal langkah tim-tim langganan juara seperti Real Madrid.

Musim lalu, kekalahan Real Madrid yang berjumlah delapan itu, yang membuat mereka akhirnya finis di belakang Barcelona, juga kebanyakan berasal dari tim-tim yang tidak diprediksi sebelumnya. Rayo Vallecano, Mallorca, Valencia, Real Sociedad, bahkan Girona mengalahkan Real Madrid.

Persaingan liga yang intens dan sulit ditebak inilah yang bikin Real Madrid dalam sepuluh tahun terakhir, hanya meraih tiga gelar La Liga. Padahal mereka bisa meraih lima trofi Liga Champions, lho. Ini kan, sebuah ironi.

Real Madrid Kesulitan di Copa del Rey

Di ranah domestik, persaingan intens tidak cukup di liga, tapi juga di kompetisi seperti Copa del Rey. Bagaimanapun besarnya Real Madrid, tim ini nyaris selalu kesulitan meraih trofi yang sudah ada lebih dari sejak seabad yang lalu itu. Oke, Real Madrid meraih 20 gelar Copa del Rey sepanjang sejarah. Dengan yang terbaru musim lalu saat mengalahkan Osasuna di final.

Tapi para madridista tak usah terlalu bangga atas pencapaian itu. Barcelona punya 31 trofi Copa del Rey. Para penggemar Real Madrid tampaknya perlu ditampar kenyataan bahwa sebetulnya dalam sepuluh tahun terakhir, terhitung dari 2013-2023, Real Madrid cuma punya dua gelar Copa del Rey.

Los Blancos acap kali kehabisan energi sebelum menyentuh final Copa del Rey. Ambil contoh musim 2021/22. Musim itu Real Madrid meraih gelar Liga Champions dan La Liga. Tapi bagaimana bisa justru kalah dari Athletic Bilbao di perempat final Copa del Rey?

Musim sebelumnya lebih mengenaskan lagi. Selain tak satu pun trofi diraih, Real Madrid sudah terhenti di babak 32 besar di Copa del Rey. Real Madrid disikat tim divisi tiga Alcoyano. Jika ditelusuri, dalam sejarahnya Real Madrid jarang sekali menyeriusi Copa del Rey.

Acap kali ketika bermain di Copa del Rey, Los Merengues menurunkan pemain yang menit bermainnya kurang. Ketika kalah dari Alcoyano itu misalnya. Real Madrid bahkan menurunkan Mariano Diaz sebagai ujung tombak dan membiarkan Karim Benzema duduk di bangku cadangan.

Ketidakpastian Liga Champions

Walaupun berstatus juara Liga Champions terbanyak, tapi tidak lantas menjamin Real Madrid akan selalu mulus langkahnya. Ibarat hutan, Liga Champions adalah hutan rimba yang sulit diterka. Kadang hutan rimba tampak tidak menyeramkan, namun ketika sudah masuk, setidaknya ular kobra ada di dalamnya.

Los Merengues mewarisi mentalitas Liga Champions. Mereka nyaris selalu teruji di laga-laga krusial. Tapi Real Madrid bisa saja terjungkal di laga-laga yang tidak terduga. Ingat bagaimana mereka tiba-tiba dihajar empat gol oleh Manchester City di leg kedua semifinal musim lalu?

Oh, mungkin City terlalu kuat bagi El Real. Tapi bagaimana menjelaskan kekalahan Real Madrid di 16 besar Liga Champions musim 2018/19 atas Ajax? Waktu itu, Real Madrid yang sudah menang di markas Ajax, malah dihajar 4-1 di Santiago Bernabeu. Begitulah Liga Champions. Selain keterampilan, keberuntungan dan ketahanan juga diperlukan. Dan Real Madrid sering melupakan salah satunya.

Transisi Manajerial

Selama bermusim-musim, Real Madrid cukup sering mengalami pergantian pelatih. Berganti pelatih atau manajer akan berdampak pada stabilitas tim. Sebab setiap pelatih punya filosofi dan gaya bermainnya sendiri. Selain itu, selera dalam memilih pemain juga akan mempengaruhi tim.

Hal ini akan berdampak pada susunan skuad. Karena itu acap kali menimbulkan tantangan, terutama dalam mengintegrasikan pelatih baru dengan pemain yang sudah ada. Atau, mensinkronkan antara pemain yang ada dengan gaya dan filosofi pelatih baru.

Ini tentu akan mengganggu kinerja tim dalam semusim. Apalagi jika dalam satu musim ada lebih dari satu pelatih yang menakhodai. Mempertahankan mesin untuk terus-menerus bisa unggul di liga domestik, piala domestik, dan Liga Champions bersamaan dengan penyesuaian merupakan tugas yang berat.

Los Merengues pernah mengalaminya pada musim 2018/19. Musim itu ada tiga pelatih yang menukangi Real Madrid: Julen Lopetegui, Santiago Solari, dan Zinedine Zidane. Hasilnya, Real Madrid yang juara Piala Dunia Antarklub; gagal di La Liga, Liga Champions, dan Copa del Rey musim itu.

Menyabet tri gelar dalam semusim; kekuatan, ketangguhan, daya saing, dan strata tim saja tidak cukup. Tapi juga butuh keberuntungan. Bisa jadi Tuhan belum meniupkan keberuntungan itu pada Real Madrid. Mereka mungkin perlu belajar, apa kiranya tirakat yang dipraktekkan oleh Manchester City.

Sumber: Soccerhint, SooFootball, Goal, VocalMedia, Quora

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru