Asia Tenggara seperti punya dunianya sendiri. Ia berbeda dengan bagian benua Asia lainnya, seperti Asia Selatan maupun Asia Timur. Asia Tenggara punya kompetisi yang daya pikatnya berbeda dari benua lain. Apalagi kalau urusan sepak bola.
Sepak bola Asia Tenggara memang tertinggal cukup jauh dari benua lain. Jangankan benua lain, sesama Asia lainnya saja, negara-negara di Asia Tenggara masih kalah bersaing. Tak ayal, jika akhirnya negara-negara di Asia Tenggara punya persaingan sendiri di dunia sepak bola dan sampai membuat turnamennya sendiri.
Jadi, kalaupun tidak mampu menjuarai Piala Asia atau AFC, negara-negara Asia Tenggara masih bisa mengaku hebat kalau minimal Juara Piala AFF. Atau jika tak sanggup berbicara banyak di kancah Asian Games, setidaknya bisa menjuarai SEA Games cabang sepak bola.
Maka dari itu, sejak dulu, negara-negara di Asia Tenggara berebut emas sepak bola SEA Games, atau yang levelnya lebih prestisius, Piala AFF. Piala AFF sendiri merupakan kompetisi sepak bola yang paling penting bagi negara-negara ASEAN.
Saking pentingnya, Malaysia bahkan sampai bikin hari libur nasional usai timnas sepak bolanya juara Piala AFF untuk kali pertama di tahun 2010. Bukan hanya itu semua negara partisipan Piala AFF akan sekuat tenaga bersiap diri.
Misalnya, Malaysia yang mulai mendatangkan pemain-pemain yang bermain di luar negeri, seperti Dion Cools. Lalu, Timnas Thailand yang memadukan pemain senior dan muda, plus mempertahankan Teerasil Dangda, striker maut yang pernah merapat ke Manchester City.
Filipina dan Singapura juga tidak ketinggalan dengan kekuatan pemajn naturalisasinya. Dan satu yang cukup mengejutkan, untuk Piala AFF ini, Kamboja bahkan memboyong mantan pemain AC Milan, Keisuke Honda untuk menjadi bagian tim pelatih. Begitu pula Timnas Indonesia yang sampai repot-repot mendatangkan Shin Tae-yong dan memanggil pulang Elkan Baggott.
Semua itu dilakukan cuma karena satu hal: gelar juara Piala AFF. Namun karena juara itu hanya satu, persiapan-persiapan tadi mungkin supaya minimal tidak malu-maluin saja. Yang jadi pertanyaan, mengapa Piala AFF begitu penting bagi negara-negara di Asia Tenggara?
Menarik Minat Warga Asia Tenggara pada Sepak bola
Walaupun Piala AFF tak masuk kalender FIFA, kenyataannya Piala AFF punya tujuan mulia untuk menarik animo masyarakat pada dunia sepak bola. FIFA silakan saja menganggap AFF hanya pertandingan persahabatan, meski untuk meraihnya harus berdarah-darah. Akan tetapi, FIFA mustahil mampu menghentikan gelaran Piala AFF.
Sebab Piala AFF sudah terlanjur sanggup menarik animo warga Asia Tenggara pada sepak bola. Sebelum AFF digelar, beberapa negara Asia Tenggara tidak begitu memperhatikan sepak bola, seperti Filipina yang fokus pada basket, atau Indonesia yang masyhur di kancah bulu tangkis.
Pelan-pelan AFF menarik perhatian banyak orang. Misalnya di AFF 2018, tak kurang dari 34 ribu penonton hadir di laga Kamboja vs Malaysia. Saat partai final AFF 2018, tak kurang dari 40 ribu orang menyaksikan kekalahan Malaysia atas Vietnam. Jumlah tersebut sama dengan laga final Piala AFF 2016 antara Indonesia vs Thailand.
Ekspresi kegembiraan dan dukungan dari suporter Indonesia untuk #TimnasIndonesia di leg pertama final Piala AFF 2016. Selamat tim Garuda! pic.twitter.com/JBQHXXnh4g
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) December 14, 2016
Berkat AFF, negara kecil seperti Singapura sampai mampu mendatangkan 30 ribu orang ke stadion mereka. Salah satu yang paling sukses adalah Malaysia. Saat menghadapi Myanmar di Piala AFF 2018, 87 ribu kapasitas Stadion Bukit Jalil terisi penuh.
Sementara, di Indonesia sendiri dari 30 ribu kapasitas Stadion Pakansari ada sekitar 149 ribu orang ingin membeli tiket pertandingan final Piala AFF 2016. Waktu itu, final leg pertama Indonesia kontra Thailand memang sengaja di gelar di Pakansari karena GBK sedang direnovasi.
Ladang Pemain Asia Tenggara Unjuk Gigi
Kompetisi sepak bola yang pernah ternodai skandal match fixing di edisi perdananya itu menjadi lahan untuk pemain Asia Tenggara unjuk gigi. Kalau bukan di Piala AFF mau di kompetisi apa lagi?
Di kancah AFC, talenta-talenta Asia Tenggara bakal tertutup oleh pemain berbakat asal Korea Selatan, Jepang, Iran, bahkan Australia. Kalau di kancah dunia, makin hilang lagi karena saingannya sudah lintas benua. Maka pemain Thailand, Kiatisuk Senamuang itu mulai jadi buah bibir usai memenangi Piala AFF perdana tahun 1996.
Senamuang kabarnya pernah sampai ke klub Inggris, Huddersfield Town. Filipina juga punya kiper yang pernah bermain di Cardiff City. Ia adalah Neil Etheridge. Thailand juga masih punya nama-nama lain yang melejit di Piala AFF.
Salah satunya Chanathip Songkrasin yang akhirnya bermain di Jepang. Vietnam juga tak mau ketinggalan. Walaupun belum mengirimnya ke liga luar, nama Nguyen Quang Hai turut ranum ketika Vietnam mampu meraih gelar Piala AFF 2018. Bagaimana dengan Indonesia?
🚨As per recent reports Kerala Blasters are in advanced talks with Vietnamese Attacker Nguyễn Quang Hải
The 24 year old winger currently plays for Hanoi FC#keralablasters #KBFC #Kochi #IndianFootball #HeroISL #ISL #Vietnam #Hanoi #Transfers #TransferRumors #Vietnamese pic.twitter.com/XViK1tWWx0— Footy Isle (@FootyIsle) August 10, 2021
Ada Egy Maulana Vikri yang merumput di FK Senica dan sebelumnya di Lechia Gdansk. Witan Sulaeman juga bergabung ke Lechia Gdansk. Lalu Asnawi Mangkualam yang terbang ke Korea untuk merumput bersama Ansan Greeners.
Ada pula Syahrian Abimanyu yang kini berseragam Johor Darul Takzim. Jangan lupakan juga Yanto Basna, Brylian Aldama, Bagus Kahfi, Saddil Ramdani, Andik Vermansyah, dan masih banyak lagi pemain Indonesia lainnya yang dilirik setelah penampilannya di Piala AFF. Walaupun di level atau kelompok umur yang berbeda.
Gengsi Tinggi
Piala AFF menjadi kompetisi paling kompetitif bagi negara-negara ASEAN. Maka dari itu, Piala AFF selalu menarik atensi, bahkan sejak masih bernama Piala Tiger. Apalagi masing-masing negara punya gengsinya masing-masing untuk menganggap diri mereka yang terbaik di Asia Tenggara.
Thailand dan Vietnam, misalnya. Dua negara tersebut adalah yang terkuat di Asia Tenggara. Namun, entah Vietnam atau Thailand langsung loyo di ajang AFC. Karena hampir mustahil menjuarai AFC, setidaknya sampai 15 tahun ke depan, Thailand dan Vietnam punya ambisi besar untuk mendominasi sepak bola Asia Tenggara.
Thailand lebih superior dengan lima gelar juara. Sedangkan Vietnam baru dua kali. Singapura juga diam-diam menghanyutkan dengan empat gelar Piala AFF.
📆 #OnThisDay in 2016 , 🇹🇭 Thailand defeated 🇮🇩 Indonesia 2-0 at Rajamangala Stadium in the 2016 AFF Suzuki Cup Finals 2nd leg with two goals by Siroch Chatthong ⚽️🔥 #changsuek #thailandnationalteam #ช้างศึก #ฟุตบอลทีมชาติไทย pic.twitter.com/zojxw19v97
— Everything Thai Football (@ETFthaifootball) December 17, 2020
Thailand, Singapura, Vietnam, ditambah Malaysia selalu punya ambisi yang membara di setiap edisi Piala AFF. Gengsi ketiganya juga tinggi, khususnya Thailand, Singapura, dan Malaysia yang memang turut mencetuskan AFF.
Bagaimana mungkin pencetus AFF tapi tak pernah meraih pialanya? Atau bagaimana mungkin mantan juara Piala AFF bisa tersingkir begitu mudahnya di fase grup? Soal yang kedua ini, kamu bisa tanyakan sendiri ke Timnas Malaysia.
Namun, dari negara-negara yang punya gengsi itu, ada satu yang cuma bisa gengsi dan ambisi, tapi untuk juara hanya bisa mimpi. Yup, silakan menyebut dengan keras: INDONESIA.
Dari dulu, Indonesia selalu diagungkan sebagai kekuatan Asia Tenggara. Namun pengagungan itu hanya utopis belaka. Lima kali Indonesia dijagokan juara, lima kali pula Indonesia nyungsep di partai final.
Padahal Indonesia adalah pendiri federasi sepak bola di Asia Tenggara atau AFF itu sendiri. Bahkan ketua AFF pertama adalah Ketum PSSI periode 1983-1991, Kardono. Kardono terpilih menjadi Ketua AFF tahun 1984.
Wajar kalau Indonesia masih terus mengejar ketertinggalan gelar juara Piala AFF dari Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Singapura. Vietnam yang bukan pendiri AFF dan baru bergabung di tahun 1996 saja bisa juara, kenapa Indonesia belum?
Maka gelaran Piala AFF, edisi berapa pun pasti akan menarik perhatian rakyat Indonesia. Mengingat kejuaraan dua tahunan itu sangat sentimentil bagi rakyat Indonesia. Kita tunggu saja, ketika voucher AFF Suzuki Cup 2020 itu digosok, akankah kembali muncul frasa “Coba Lagi”?
Sumber referensi: espn.com, thesefootballtimes.co, historia.id


