Mengapa Negara Banyak Penduduk Malah Sepakbolanya Buruk?

spot_img

“Masa sih, dari 200 juta penduduk, mencari 11 pemain bola terbaik saja tidak bisa?” adalah pertanyaan yang familiar di telinga kita. Saat Timnas Indonesia tak kunjung menoreh prestasi membanggakan, pertanyaan semacam itu kerap muncul.

Soal kualitas sepak bola di sebuah negara, terutama tim nasionalnya, acap kali dikaitkan dengan jumlah populasi. Semakin banyak populasi setiap negara, untuk mencari setidaknya 24 pemain tim nasional gampang.

Namun, gagasan semacam itu tidak pada tempatnya di dunia sepak bola. Negara-negara yang populasinya besar justru sepak bolanya buruk. Tim nasional sepak bolanya minim prestasi. Mengapa bisa begitu? Mari kita mengulitinya.

Minim Berpartisipasi di Piala Dunia

Salah satu tolok ukur apakah sebuah negara bagus atau tidak sepak bolanya adalah, seberapa sering negara tersebut berpartisipasi di Piala Dunia. Faktanya, cuma dua dari lima negara dengan populasi terbanyak di dunia yang pernah ambil bagian di Piala Dunia.

Ada lima negara yang per 2024 ini menduduki peringkat teratas sebagai negara dengan populasi terbanyak. Mengutip Worldometers, yang datanya diambil dari Divisi Populasi PBB; India, China, Amerika Serikat, Indonesia, dan Pakistan kelima negara tersebut.

India menjadi yang tertinggi dengan jumlah penduduknya 1,45 miliar sekian. China menguntit di posisi kedua dengan 1,41 miliar sekian penduduk. Tempat ketiga ada Paman Sam dengan 345 juta penduduk. Indonesia berada di belakangnya dengan 283 juta penduduk. Sementara Pakistan di urutan kelima dengan 251 juta penduduk.

Dari kelima negara itu, hanya Amerika Serikat dan China yang pernah tampil di Piala Dunia. Dan cuma Amerika Serikat yang paling sering, yakni 9 kali, dan akan menjadi 10 kali karena di edisi 2026 tuan rumah. Sementara The Dragons cuma sekali ke putaran final Piala Dunia, yakni di edisi 2002.

Lho, bukannya Indonesia pernah? Ya, Indonesia memang pernah tampil di edisi 1938. Tapi saat masih belum merdeka dan tampil dengan nama Hindia Belanda. Dua negara lainnya: India dan Pakistan, belum pernah main di putaran final Piala Dunia.

Negara dengan Populasi Sedikit Malah Cukup Sering

Negara dengan populasinya sedikit justru sering bermain di Piala Dunia. Misalnya Uruguay. Per 2024, populasi Uruguay hanya 3,3 juta penduduk. Namun, negara ini langganan Piala Dunia. Bahkan menjuarainya di tahun 1930 dan 1950. Uruguay juga tidak pernah absen di empat Piala Dunia terakhir.

Argentina juga selalu lolos ke Piala Dunia, kecuali edisi 1970. Malahan, Argentina berhasil menjuarainya di tiga edisi. Walaupun jumlah warganya 45,6 juta jiwa saja. Sementara Brasil, juara dunia terbanyak, bahkan hanya menduduki posisi tujuh negara dengan populasi terbanyak di dunia.

Kroasia, Panama, dan Islandia adalah negara dengan jumlah penduduk kecil. Kalau digabung jumlah penduduknya cuma sekitar 9,3 juta jiwa, lebih sedikit dari jumlah penduduk DKI Jakarta yang menyentuh 11 juta jiwa lebih per 2024. Namun, ketiga negara tersebut sudah pernah tampil di Piala Dunia. Kroasia bahkan nyaris menjuarainya tahun 2018.

Itu artinya, kualitas sepak bola sebuah negara tidak ada kaitannya dengan banyak tidaknya manusia yang mendiami negara tersebut. Ada beberapa alasan mengapa negara dengan populasi terbanyak sulit menghasilkan para pemain hebat, yang kemudian berdampak pada prestasi negara tersebut di sepak bola.

Skala Prioritas

Pertama adalah soal prioritas. India misalnya, tidak memprioritaskan sepak bola. Olahraga ini tidak cukup populer di negaranya Anushka Sharma, ketimbang misalnya, kriket. Jika kamu menonton film-film Bollywood, olahraga kriket lebih sering ditampilkan daripada sepak bola.

Bahkan banyak film-film India yang mengambil tema kriket. Shabaash Mithu dan Azhar di antaranya. Namun, apakah India tidak pernah berprestasi di bidang sepak bola? Di Piala Dunia memang belum pernah bermain. Namun, India pernah lolos ke Piala Dunia 1950. Meski akhirnya menolak mengirimkan timnya.

Pemilihan tim dan waktu latihan yang tidak mencukupi membuat India batal berpartisipasi. Timnas India hanya sering bermain di ajang multiolahraga, seperti Olimpiade dan Asian Games. Di Asian Games, India pernah menjambret dua medali emas, tahun 1951 dan 1962, dan satu medali perunggu di edisi 1970.

Di Amerika Serikat, yang menyebut sepak bola adalah soccer daripada football juga tidak terlalu memperhatikan olahraga. Sepak bola tidak populer di Paman Sam. Tidak populer sama sekali tidak bermakna bahwa di Amerika tidak ada yang memainkan sepak bola. Toh, MLS juga terkenal. Yah, meski sepak bola di sini tidak cukup maju.

Sulit Mencari Pemain Sepak Bola

Sebagian orang mengira mencari pemain di negara yang populasinya banyak mudah. Padahal sebaliknya. Semakin banyak populasi, semakin sulit mencari pemain sepak bola. Misalnya, Amerika Serikat. US Soccer harus menjangkau lebih banyak orang demi menemukan sejumlah pemain untuk dikembangkan.

Persentase untuk mendapatkan pemain bola pun sedikit. Sedangkan di negara yang populasinya kecil seperti Kroasia dan Islandia, tak perlu menjangkau lebih banyak orang. Persentase mendapatkan pemain potensial lebih besar. Imbasnya di negara berpenduduk banyak, pemain bola yang muncul justru sedikit.

Mengutip Soccerwiki, cuma ada 238 pemain di seluruh dunia yang berkewarganegaraan India. Coba hitung sendiri, itu berapa persen dari total jumlah penduduk India. China lebih banyak, yakni 1000 pemain. Tapi itu masih tidak sebanding dengan jumlah penduduknya. Amerika? Hanya 915 pemain.

Bandingkan dengan negara yang lebih sedikit populasinya. Misal, Kroasia. Dengan jumlah penduduk sekitar 3,8 juta jiwa, Negara Balkan itu menelurkan 1.061 pesepakbola profesional. Luka Modric, Mateo Kovacic, hingga Marcelo Brozovic dan Josko Gvardiol termasuk di dalamnya.

Di negara dengan populasi banyak, akan lebih banyak pula bakat-bakat yang tidak terlacak dan gagal dikembangkan. Berbeda dengan di negara yang populasinya sedikit. Namun, apakah cuma itu faktornya? Tentu saja tidak, bung.

Infrastruktur

Keberadaan infrastruktur juga menjadi faktor. Masalahnya negara dengan populasi banyak, kerap tak memiliki itu. Contohnya India. Negara dengan ketimpangan sosial salah satu yang tertinggi di dunia ini, tak cukup banyak memiliki infrastruktur sepak bola.

India memang punya 72 stadion sepak bola. Tapi yang sesuai standar FIFA cuma dua: Greenfield International Stadium di Kerala dan Kalinga Stadium di Odisha. Perkara infrastruktur ini tak berhenti pada stadion berstandar FIFA. Lapangan sepak bola juga termasuk infrastruktur.

Jika dilihat kasat mata, banyak lapangan sepak bola di Indonesia yang sudah beralih fungsi. Sayang, kita sulit menemukan data terbaru. Catatan BPS hanya sampai tahun 2018. Tahun segitu lapangan sepak bola tersebar di 48.819 desa di seluruh Indonesia. Memang meningkat dari tahun 2014 (44.698 desa).

Hanya saja, dari data yang bahkan sudah enam tahun lalu itu, jumlah lapangan sepak bola masih kalah dari lapangan voli. Di tahun 2018, lapangan voli tersebar di 59.785 desa di seluruh Indonesia. Jadi bayangkan, mencari lapangan saja susah, bagaimana mau menelurkan pemain hebat?

Pengembangan dan Korupsi

Minimnya lapangan berkelindan dengan program akar rumput. Di negara berpenduduk banyak, seperti India, China, dan tak terkecuali Indonesia, program akar rumput sering terkendala. Melihat Timnas Indonesia sedang moncer, kamu mungkin tak peduli soal ini.

Namun, jujur saja, pengembangan akar rumput di Indonesia masih jauh dari kata layak. Seberbusa apa pun mulut Erick Thohir bilang pengembangan akar rumput jalan, toh PSSI masih tak melepaskan diri dari program naturalisasi.

Di negara yang program pengembangannya jalan, pemain naturalisasi hanya dijadikan pelengkap. Sebaliknya, di negara yang programnya tak jalan, pemain naturalisasi dijadikan ujung tombak.

Mana buktinya pengembangan akar rumput di Indonesia tak layak?

Mari melihat dari jumlah SSB. Di DKI Jakarta saja cuma ada sekitar 30 SSB. Katakanlah setiap SSB menampung 100 anak calon pesepakbola. Berarti cuma ada 3000 calon pesepakbola. Padahal data BPS tahun 2023 menunjukkan, di DKI Jakarta ada 1,6 juta anak usia 5-14 tahun.

Masalah juga tidak selesai di pengembangan. Ada pula masalah klasik yakni korupsi. Dari kelima negara dengan populasi tertinggi di dunia, hanya Amerika Serikat yang indeks persepsi korupsinya lumayan, nilainya 69.

Perlu diketahui, semakin tinggi nilai indeks persepsi korupsi, semakin rendah tingkat korupsi di suatu negara. Indonesia (34), India (41), China (42), dan Pakistan (29) termasuk negara dengan indeks persepsi korupsi rendah.

Ihwal contoh korupsi membunuh perkembangan sepak bola di sebuah negara, kamu bisa menonton video Starting Eleven Story yang membahas kehancuran sepak bola China.

Well, itu tadi pembahasan mengapa negara banyak penduduk tapi sepak bolanya buruk. Kalau kamu, punya pendapat lain nggak, football lovers?

https://youtu.be/fN7r0xdttJ8

Sumber: ChillingCompetition, Quora, AwFulannouncing, USAToday, Worldometers, TheAthletic

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru