Mengapa Atalanta Bisa Jadi Klub dengan Profit Menjanjikan?

spot_img

Atalanta jadi klub asal Bergamo, Italia yang berhasil lolos dari degradasi lalu masuk di empat besar klasemen Serie A secara konsisten. Kehadirannya menjadi penantang perburuan gelar domestik dan Eropa dalam lima tahun terakhir.

Kemunculan La Dea di papan atas mengejutkan banyak orang. Tim yang tak diperhitungkan keberadaannya, dengan skuad “murah” dan aturan finansial klub super ketat. Pencapaian Atalanta bukan sulap. Ada usaha selama tiga dekade yang dijalankan secara konsisten oleh presiden, akademi, tim, dan suporter. Lalu, bagaimana upaya Atalanta mengelola klub semenjana jadi profit yang menjanjikan?

Becus Urus Finansial

Persoalan keuangan Atalanta tergambar saat Presiden Atalanta, Percassi menjawab pertanyaan wartawan Sky Sport Italia mengenai tips dan trik mengelola keuangan klub selama satu dekade terakhir.

Percassi berusaha menjaga keseimbangan pembukuan keuangan sebagai fondasi bisnis klub. Ia sadar diri anggaran Atalanta sama sekali tidak sebanding dengan Juventus, AC Milan, Inter Milan, atau Napoli.

Alasan Percassi sadar diri melihat Juventus mampu mendatangkan pemain terbaik dunia dan menggaji 31 juta euro (Rp468,5 miliar) per tahun untuk Cristiano Ronaldo. Jumlah itu hampir setengah dari apa yang Atalanta bayarkan untuk seluruh skuad. Keadaan itu membuatnya memutar otak untuk menemukan cara bersaing dengan mereka.

Mula-mula Atalanta mengelola biaya staf kepelatihan. Pada tahun 2020, klub hanya menghabiskan 74 juta euro (Rp1,1 triliun) per tahun untuk biaya staf. Jumlah ini jauh lebih sedikit daripada Inter Milan yang mengeluarkan 198 juta euro (Rp3,09 triliun) atau Juventus 284 juta euro (Rp4,4 triliun).

Pengeluaran untuk staf kepelatihan diimbangi dengan urusan jual beli pemain dalam lima tahun terakhir, La Dea mencatatkan saldo perdagangan pemain yang positif mencapai 22 juta euro (Rp343,6 miliar) pada tahun 2016 tumbuh tiga kali lipat menjadi 68 juta euro (Rp1,06 tiliun) per tahun 2020. Hasil perdagangan pemain berdampak positif pada neraca keuangan klub.

Penjualan yang dilakukan Atalanta dibarengi dengan mengakuisisi 11 pemain agar skuad tetap konsisten dengan total biaya 95 juta euro (Rp1,5 triliun) . Four your information, nilai pasar kesebelas pemain tersebut mencapai 218 juta euro (Rp3,4 triliun) alias dua kali lipat dari harga beli.

Atalanta patut diacungi jempol untuk urusan mengelola keuangan. Sebab Atalanta adalah satu-satunya klub papan atas Serie A yang mendapat keuntungan di tahun 2020 alias tahun pertama pandemi melanda seluruh dunia.

Atalanta yang telah mengumpulkan keuntungan 129 juta euro (Rp20,1 triliun) sejak 2016. Rata mereka mencapai rata-rata keuntungan 25 juta (Rp390,9 miliar) per tahun euro dibandingkan raksasa Italia seperti AC Milan mencatat kerugian tahunan rata-rata sekitar 125 juta euro (Rp1,9 triliun)

Neraca positif Atalanta diraih sebelum suntikan modal atau investasi besar-besaran dari pemilik. Mereka juga belum mendapatkan kesepakatan sponsor besar, dan belum pernah diisukan terlibat skandal Financial Fair Play (FFP).

Kesehatan keuangan mereka adalah konsekuensi dari pekerjaan luar biasa yang dilakukan Percassi dan anggota dewan lainnya.

Peran Presiden Antonio Percassi

Percassi sendiri adalah mantan pesepakbola. Dia melakukan debut pada usia 17 saat bermain untuk Atalanta. Namun, pada usia 24 ia memutuskan pensiun dan mengejar karier sebagai pebisnis. Kecintaannya kepada Atalanta membuatnya enggan berjauhan dengan La Dea, sehingga kantor pusat bisnisnya pun terletak di Bergamo. 

Hingga tahun 2010, ia diangkat menjadi presiden klub dan memiliki kendali lebih serius. Ketika dia mengambil alih klub, Atalanta baru saja terdegradasi ke Serie B. Rencananya, pada musim pertama bertugas, Atalanta akan memenangkan kejuaraan Serie B untuk promosi ke Serie A.

Di bawah kendalinya, klub meningkatkan infrastruktur “Centro Sportivo Bortolotti” sebagai pusat rekreasi olahraga Kota Bergamo. Direkonstruksi menjadi 7 lapangan atau taman bermain, gym, ruang ganti, restoran, fisioterapi, pusat kesehatan, dan ruang pertemuan. Tak berhenti di situ, gebrakan Percassi sebagai presiden klub memutuskan mengakuisisi stadion dari pemerintah kota seharga 8,6 juta euro (Rp134 miliar).

 Produksi Pemain Lewat Akademi 

Akademi Atalanta bisa dibilang yang terbaik di Italia. Berbeda dengan tim besar, mereka tidak mampu membeli nama besar; sebaliknya, mereka memproduksinya. Selama bertahun-tahun secara konsisten menghasilkan pemain level tim utama.

Mino Favini direkrut dari Como untuk merombak sektor junior Atalanta. Hanya butuh dua tahun, klub muda Atlanta mengunci Primavera pertamanya.

Favini mengambil mereka yang memiliki bakat untuk sepak bola, daripada mereka yang besar dan kuat. Strategi perekrutan berdasarkan bakat karena yang dibutuhkan klub muda adalah hati dan jiwa untuk sepak bola. Urusan fisik bagi mantan pelatih muda Como datang dapat dikembangkan di kemudian hari.

Dia ingin menghasilkan karakter pemain yang gigih dalam bermain untuk tim. Alur pelatihannya, menekankan pada permainan tim dan proses pertumbuhan pemainnya. Ia tidak menginginkan bergantung pada super star di masa muda, melainkan pemain haus proses lalu beradaptasi dengan keberadaan tim.

Atalanta meniru model akademi paling terkenal di dunia, La Masia Barcelona. Akademi memiliki fokus pada pengembangan kemampuan teknis para pemain sebelum hal lain. Mereka percaya bahwa tidak ada gunanya fokus pada taktik dan formasi jika para pemain tidak dapat mengeksekusinya.

Dalam beberapa tahun terakhir, penjualan beberapa produk pemuda terbaik mereka telah membantu mendanai operasi klub.

Misalnya, Dejan Kulusevski ditransfer ke Juventus seharga 34,8 juta euro (Rp600 miliar), Alessandro Bastoni ke Inter seharga 31,1 juta euro (Rp486,3 miliar), Franck Kessie dan Andrea Conti ke Milan masing-masing seharga 26.5 juta euro (Rp414,4 miliar) dan 24 juta euro (Rp375,3 miliar), Roberto Gagliardini ke Inter 22 juta euro (Rp344 miliar), dan Mattia Caldara ke Juventus se harga 19 juta euro (Rp297,1 miliar).

 

Gasperini Effect

Pada akhirnya, satu-satunya cara untuk mengukur keberhasilan proyek Percassi dengan hasil yang diperoleh di lapangan.

Penampilan Atalanta luar biasa dalam beberapa tahun terakhir. Dalam dua musim terakhir berada di empat besar Serie A. Di Liga Champions mereka mencapai perempat final Liga Champions musim 2020 sebelum dikalahkan PSG.

Gian Piero Gasperini menjadi manajer sejak 2016 dan musim pertama membawa tim ke posisi empat. Gasperini telah melakukan sesuatu yang lebih dari sekadar membawa hasil bagi Bergamo.

Gasperini telah memberikan identitas kepada tim. Dengan sepak bola ofensif dan high press man-marking, bersama dengan formasi 3-4-3 mampu mengubah Atalanta menjadi mesin pencetak gol yang menyenangkan untuk ditonton.

Selain itu, Gasperini selalu menjadi manajer yang menaruh kepercayaan pada pemain muda yang dihasilkan dari Akademi Atalanta. Ia tak perlu kikuk saat pemain-pemain yang sangat penting bagi tim, seperti Kessie, Conti, dan kapten mereka Gomez hengkang.Tambal sepadan telah tersedia di klub atau pembelian harga murah. Jalan keluar ini dipilih Gasperini agar performa timnya tidak menurun

Atalanta telah menunjukkan, bahwa mereka membangun proyek serius dan ambisius dengan pondasi yang sangat kuat bakal membawa kesuksesan klub secara profit dan prestasi saat ini.

https://youtu.be/zyqXZGeT5vc

Referensi: Medium, Bleachreport, Goal, Irish Examiner, The Flanker

 

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru