Bila Roma punya Francesco Totti, atau Inter punya Javier Zanetti, maka Napoli punya Marek Hamsik. Kapten kharismatik yang dihormati seantero kota Naples, serta telah memperkuat klub lebih lama dari siapa pun.
Hamsik, yang juga kapten timnas Slovakia, lahir pada 27 Juli 1987 di Banska Bystrica, kota di Slovakia yang dikelilingi perbukitan. Ibunya adalah seorang pemain bola tangan, sedangkan ayahnya merupakan kapten bola timnas bola lima-lawan-lima Slovakia. Kelak, istrinya juga merupakan atlet bola tangan.
Hamsik kecil bermain untuk Jupie Podlavice, klub kecil di daerah tersebut. Baru pada 2002, dalam usia 14 tahun, ia pindah ke Slovan Bratislava, klub terbesar Slovakia. Menurut Hamsik, kepindahannya ke Slovan harus dibarengi pengorbanan orang tuanya, yang harus menjual satu-satunya mobil demi membiayai pendidikan akademi Hamsik.
Takdir tampaknya cepat menjemput Hamsik. Hanya dalam waktu dua tahun, ia dipinang oleh Brescia, klub di utara Italia. Saat itu, meski baru mencatat enam penampilan senior bersama Slovan dan baru menginjak 17 tahun, Brescia sudah harus mengeluarkan 500 ribu euro.
Hijrah ke negara baru di usia belia bisa membuat karier sepak bola seseorang mandek. Nyatanya, Hamsik kerasan di Brescia. Para teman sebaya silih bergantian mengajaknya ke rumah untuk makan bersama. Italia pun tak terasa asing lagi baginya.
Pada musim 2006/07, Brescia berlaga di Serie B, menjadi kompetitor bagi Napoli yang baru saja bangkrut. Hamsik mencetak 10 gol pada musim itu. Di akhir musim, Brescia gagal promosi, sedangkan Napoli berhasil naik kasta. Napoli yang sudah mengetahui kualitas seorang Hamsik pun serta merta mengajaknya naik level. Napoli perlu membayar 5,5 juta euro untuk mengamankannya.
Sejak berseragam biru langit, kariernya meroket. Pada 2007, ia sudah jadi runner-up pemain terbaik Slovakia di belakang bek Liverpool Martin Skrtel. Di musim pertamanya, ia sudah jadi top scorer Napoli dengan sembilan gol.
Ia tak pernah melirik klub lain semenjak menjadi bagian dari Neapolitan. Kedatangannya ke San Paolo berbarengan dengan Ezequiel Lavezzi, pemain Argentina yang sama-sama digadang akan jadi legenda. Nyatanya, Lavezzi silau dengan fulus PSG. Demikian pula bintang-bintang lain semacam Edinson Cavani, Gonzalo Higuain, sampai Jorginho. Mereka semua pernah bahu-membahu bersama Hamsik, tapi akhirnya pergi.
Hanya Hamsik yang tetap bertahan. Menyaksikan silih berganti pelatih dan naik turunnya para pemain andalan.
Profesionalitas dan loyalitas Hamsik pada I Partenopei tak terbantahkan, walau diancam nyawa sekalipun. Pada November 2011, istri Hamsik yang sedang hamil dirampok dan ditodong senjata api. Nyatanya, di hari yang sama, Hamsik tampil penuh konsentrasi di laga Liga Champions melawan Manchester City.
Pada 2013, giliran Hamsik sendiri yang dirampok. Selepas pertandingan tanpa gol melawan Sampdoria, kaca mobilnya dipecah dan ia ditodong senjata api. Ia harus kehilangan jam tangan dan barang berharga lainnya.
Pengabdian Hamsik yang tak pernah lekang oleh waktu tersebut membuatnya dapat memecahkan rekor klub. Dengan koleksi 74 penampilan, ia berstatus sebagai pemain Napoli yang paling banyak mencatatkan penampilan di Eropa. Dengan koleksi 132 gol, ia telah melampaui rekor Diego Maradona sebagai top scorer sepanjang masa klub.
Utangnya untuk klub Neapolitan tersebut mungkin cuma kurang satu, yakni gelar scudetto. Terakhir kali Napoli mampu meraihny adalah kala mereka masih diperkuat Diego Maradona.
Saat ini, dengan Napoli rutin menjadi pengancam serius Juventus di posisi tertinggi sepak bola Italia, kita bisa berharap Hamsik mampu mempersembahkan gelar Serie A sebelum gantung sepatu…