“Rumput tetangga akan selalu lebih hijau” Apa yang ada di pikiran kalian jika mendengar kalimat tersebut? Meski ungkapan tersebut lebih banyak digunakan untuk maksud yang mengarah pada seksualitas, tapi jangan buru-buru berpikir negatif. Karena kalimat itu bisa digunakan dalam terminologi sepakbola.
Contohnya, Malaysia yang kini mulai lirik-lirik rumput Indonesia yang makin hijau dan segar. Mereka cemburu dengan perkembangan sepakbola Indonesia yang begitu signifikan di tangan Shin Tae-yong. Saking irinya, Harimau Malaya sampai merekrut pelatih yang sama-sama berasal dari Korea Selatan. Nahas, hasilnya nol besar.
Setelah gagal dengan Kim Pan-gon, Malaysia menyusun rencana untuk memperbaiki kualitas Timnas. Tapi belum apa-apa mereka sudah diremehkan oleh pemainnya sendiri. Benarkah demikian?
Daftar Isi
Serangkaian Kegagalan
Tahun 2024 barangkali jadi tahun terkelam bagi sepakbola Malaysia. Setidaknya, jika dibandingkan dengan negara tetangganya, yakni Indonesia, Harimau Malaya begitu mengenaskan. Dari luar terlihat sangar dengan bermodalkan pemain-pemain naturalisasi, tapi ketika beraksi dan mengaum, baru deh kelihatan bahwa harimaunya lagi ompong.
Serangkaian kegagalan pun mulai dialami oleh Malaysia. Semua berawal pada awal tahun 2024 kala mereka tampil di Piala Asia. Berada dalam satu grup dengan Korea Selatan, Yordania, dan Bahrain, Harimau Malaya jadi juru kunci Grup E.
Dari tiga pertandingan yang sudah dilakoni, Safawi Rasid cs hanya meraih satu poin dari hasil imbang melawan Korea Selatan. Hasil imbang melawan Korsel tentu tak bisa dibanggakan, mengingat kala itu Son Heung-min dan kolega masih ditukangi oleh pelatih gaje, Jurgen Klinsmann.
Kesengsaraan Malaysia berlanjut ke Kualifikasi Piala Dunia 2026 ronde kedua. Berada dalam grup yang sama dengan Kirgistan, Oman, dan China Taipei, Malaysia hanya finis di urutan ketiga. Sebetulnya performa mereka tak buruk-buruk amat. Pasukan Kim Pan-gon meraih tiga kemenangan dan satu hasil imbang. Tapi dengan torehan sepuluh poin, mereka gagal menyalip Kirgistan yang berada di urutan kedua dengan 11 poin.
Aroma Barcelona di Malaysia
Mungkin kegagalan seperti itu sudah menjadi hal yang lumrah bagi Timnas Malaysia. Wong mereka memang belum pernah menembus ronde ketiga Kualifikasi Piala Dunia. Tapi karena melihat Indonesia yang berhasil melaju ke ronde ketiga sekaligus jadi satu-satunya wakil Asia Tenggara di ajang ini, Malaysia jadi naik palak.
Federasi sepakbola Malaysia akhirnya memutuskan untuk tidak memperpanjang kerjasama dengan Kim Pan-gon. Mempekerjakan pelatih asal Korea Selatan ternyata tidak menghasilkan output yang sama jika diterapkan di sepakbola Malaysia. Federasi pun akhirnya menyusun proyek baru dengan mengandalkan para pelatih asal Spanyol.
Di tim utama, mereka mempekerjakan Pau Marti Vicente. Pelatih kelahiran Barcelona itu bukanlah sosok asing di tubuh Timnas Malaysia. Sebelumnya, Pau Marti menjabat sebagai asisten pelatih di dalam staf kepelatihan Kim Pan-gon. Dengan mundurnya sang pelatih utama, maka Pau Marti naik jabatan sebagai pelatih sementara.
Berbicara soal karier, Pau Marti Vicente dikenal sebagai asisten pelatih yang kaya akan pengalaman. Sebelum menjadi asisten pelatih Kim Pan-gon pada 2022, sejumlah klub pernah menggunakan jasanya. Tercatat, ia pernah menjadi asisten pelatih Barcelona U-18 dan Barcelona B.
Sementara di usia muda, Malaysia sudah lebih dulu mempekerjakan Juan Torres Garrido. Sama halnya dengan Pau Marti, Garrido bukan sosok sembarangan di sepakbola Spanyol. Dirinya berpengalaman sebagai analis pertandingan di CF Damm dan tim scouting di Barcelona serta Granada.
Seiring aroma Barcelona yang semakin kental di Timnas Malaysia, muncul isu yang mengatakan bahwa ini adalah salah satu siasat FAM dalam menciptakan pola permainan baru. Dilansir Superball, federasi ingin Harimau Malaya mengusung skema tiki-taka di kemudian hari.
Cari Pelatih Top Lain, Tapi…
Namun, karena Pau Marti hanya berstatus pelatih interim, dirinya ditugaskan untuk membangun pondasinya saja. Jika sudah terbentuk skema permainan tiki-taka di segala jenjang usia, maka federasi sepakbola Malaysia akan mencari pelatih baru kelas dunia yang cocok untuk melanjutkan proyek itu.
Jika tujuannya demikian, maka pelatih yang diincar harusnya juga berasal dari Spanyol, atau minimal paham dengan skema sepakbola Spanyol. Tapi yang beredar di media justru agak menggelikan. Alih-alih pelatih asal Spanyol, Malaysia dirumorkan akan segera menunjuk Park Hang-seo sebagai pelatih utama.
Tak bisa dipungkiri, Park Hang-seo memang kenyang pengalaman di sepakbola Asia Tenggara. Pelatih ikonik ini juga sempat beberapa kali merepotkan Timnas Indonesia di berbagai ajang. Selain itu, Park juga beberapa kali menciptakan sejarah bersama Timnas Vietnam.
Tapi jika tujuan Malaysia untuk berprestasi di Asia dan menggunakan skema tiki-taka, mempekerjakan Park Hang-seo adalah keputusan yang kurang tepat. Karena Park merupakan penganut sepakbola bertahan.
Tiru Pakai Talenta Belanda
Soal materi pemain juga sedang diperbaiki oleh Federasi sepakbola Malaysia. Baru-baru ini, FAM diberitakan sedang menjaring bakat-bakat keturunan yang berkarir di luar negeri, khususnya Eropa. Lucunya, mereka juga berburu pemain keturunan di Belanda, sama seperti Indonesia.
Dilansir TVOne News, Timnas Malaysia akan diperkuat oleh bek sayap kanan yang kini sedang memperkuat Go Ahead Eagles, Mats Deijl. Fyi aja nih, pemain berusia 27 tahun itu adalah mantan rekan satu tim dari Ragnar Oratmangoen dan Jay Idzes. Ketiganya sama-sama berseragam Go Ahead pada musim 2021/22.
Presiden Federasi Sepak Bola Malaysia, Datuk Hamidin Mohd Amin mengungkapkan pihaknya sedang mengurus proses naturalisasi pemain berdarah Belanda-Malaysia tersebut. Kabarnya, Deijl memiliki keturunan Malaysia dari sang kakek. Namun, dengan adanya kebijakan ini, fans Malaysia dipaksa untuk menjilat ludah mereka sendiri.
Karena sebelumnya fans Timnas Malaysia kerap mengolok-olok Indonesia. Mereka merasa Indonesia hanya bisa mengandalkan talenta dari Belanda, bukan murni dari pribumi. Bahkan beberapa dari mereka tak segan menyebut Skuad Garuda sebagai “Mini Belanda” karena banyaknya pemain berdarah Belanda yang kini berseragam merah putih.
Potong Generasi
Di luar itu, yang tak kalah bikin penasaran adalah kebijakan Federasi Sepakbola Malaysia yang mempertimbangkan untuk potong generasi, seperti yang dilakukan Shin Tae-yong di tahun pertamanya menangani Indonesia. Wacana ini muncul pasca kegagalan Malaysia di Kualifikasi Piala Dunia 2026.
Dorongan terkuat untuk melakukan revolusi tim nasional datang dari fans. Mereka ingin tim nasional hanya diisi pemain lokal saja. Alasan itu bukan tanpa sebab. Sebagian besar fans Malaysia masih terjebak kejayaan masa lalu saat mereka mampu meraih Piala AFF tanpa pemain naturalisasi. Di Piala AFF 2010, mereka mengandalkan seratus persen pemain lokal.
Diremehkan
Permintaan fans tersebut jelas bertolak belakang dengan upaya-upaya yang sedang dilakukan federasi. Bukannya mengurangi slot pemain naturalisasi di tim nasional, FAM justru kini sedang menggenjot proses pencarian pemain keturunan di Eropa. Masih banyaknya ketidakselarasan dalam proses pengembangan menimbulkan banyak keraguan dari berbagai sisi.
Tak terkecuali dari para punggawa tim nasional itu sendiri. Salah satu yang memberikan pandangan berbeda pada upaya yang sedang dilakukan oleh federasi adalah Faisal Halim. Pemain sayap yang sedang menjalani pemulihan dari luka bakar itu bahkan menyebut beberapa poin yang dilakukan federasi percuma.
Sebagai disclaimer, dirinya sama sekali tidak meragukan kapasitas Datuk Hamidin dalam mengelola sepakbola Malaysia. Tapi soal desakan pencarian pelatih baru, dirinya punya pendapat sendiri. Menurutnya, tidak peduli seberapa bagus seorang pelatih, kesuksesan sebuah tim pada akhirnya ditentukan oleh kualitas para pemainnya. Dan menaturalisasi pemain bukan satu-satunya cara untuk meningkatkan kualitas pemain Timnas Malaysia.
Selain Faisal, eks Timnas Malaysia, Razman Roslan juga berpikir demikian. Menurutnya, siapa pun pelatihnya yang penting soal kualitas pemainnya itu sendiri. Jika kualitas pemainnya medioker, Ruslan yakin skema tiki-taka yang bakal diterapkan tidak akan berjalan dengan baik. Secara tidak langsung, Ruslan mengakui bahwa SDM pemain Malaysia tidak cukup baik untuk mencerna skema permainan tiki-taka.
Sumber: Kompasiana, Superball, Bolasport, Suara, Kumparan