Piala Asia makin dekat. Saatnya mengobral optimisme lagi. Timnas Indonesia yang sudah lebih dari satu setengah dekade tidak lolos, akan tampil di Piala Asia. Barangkali lupa, Indonesia tergabung Grup D. Di sana ada Jepang, Vietnam, dan Irak.
Tentu ini bukanlah grup yang mudah. Namun, harapan harus diletupkan lagi. Toh, tidak ada Libya di grup itu. Rakyat bolehlah berdoa agar Timnas Indonesia melaju jauh di Piala Asia. Karena dengan begitu, rakyat bisa sedikit bahagia di tengah sumpeknya Pemilihan Presiden.
Target dipasang. Indonesia diharapkan lolos dari fase grup. Tapi melaju ke 16 besar Piala Asia apakah sebuah target yang realistis, padahal Timnas Garuda rutin gagal?
Daftar Isi
Target 16 Besar Piala Asia
Jelang bergulirnya Piala Asia 2023 pada Januari 2024 nanti, pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong optimistis lolos ke 16 besar. Saat sedang menemani punggawa Timnas Indonesia di Turki untuk pemusatan latihan pada Desember 2023 lalu, Shin Tae-yong menyempatkan diri untuk berbicara kepada media.
Dilansir CNN Indonesia, pemilik enam gelar K-League itu meyakini anak asuhnya lolos ke 16 besar. Ia punya keberanian mengatakan itu setelah melihat kerja keras yang ditunjukkan punggawa Timnas Indonesia selama pemusatan latihan. “Pasti kita bisa mewujudkan target yang diinginkan,” kata Shin Tae-yong dikutip CNN Indonesia.
Coach Shin Tae Yong optimis timnas Indonesia akan tampil mengejutkan dan lolos ke babak 16 besar Piala Asia Qatar 2024.
— Liputan Timnas (@LiputanTimnasID) December 23, 2023
Bagaimana tanggapanmu ? 👀 pic.twitter.com/iim1J4ttQl
Selama sepekan di Turki, Shin Tae-yong menggembleng anak asuhnya dengan program fisik. Latihan dengan intensitas tinggi juga dilakukan demi menghadapi tim-tim kuat di Piala Asia. Selain STY, Wakil Ketua Umum PSSI, Zainudin Amali juga mengatakan demikian.
Katanya, target Shin Tae-yong sangat realistis. Maka dari itu, federasi juga harus mendukung target tersebut. Rafael Struick yang gembira karena memperkuat Timnas Indonesia juga mengutarakan hal yang sama. Pemain berusia 20 tahun itu yakin Indonesia sanggup lolos ke fase gugur.
Selalu Gagal dalam Empat Edisi
Target memang harus besar. Muluk-muluk juga tidak masalah. Namun, balik lagi, lolos ke 16 besar Piala Asia nanti apakah merupakan tujuan yang realistis? Kalau melempar ingatan ke belakang, Timnas Indonesia sering termarjinalkan di Piala Asia.
Coba bayangkan. Piala Asia ada sejak tahun 1956. Tapi Timnas Indonesia baru bisa berpartisipasi 40 tahun berikutnya, yakni pada tahun 1996. Malangnya lagi, ketika lolos ke Piala Asia, Indonesia hanya menjadi penggembira saja.
Kegagalan 1996
Misalnya, saat pertama kali lolos tahun 1996. Pada saat itu Piala Asia hanya diikuti 12 tim saja. Indonesia yang diarsiteki Danurwindo lolos dan gabung Grup A, bersama Kuwait, Korea Selatan, dan tuan rumah Uni Emirat Arab. Pada waktu itu, skuad Indonesia terbilang menjanjikan.
Kurnia Sandy yang andalan di bawah mistar ditopang pemain seperti Yeyen Tumena, Sudirman, hingga Agung Setyobudi. Di lini tengah, Supriyono dan Chris Yarangga dibantu Bima Sakti. Sang juru gedor ada Ronny Wabia dan Widodo Cahyono Putro.
Namun, yang sering diingat dari Piala Asia 1996 hanyalah gol salto Widodo ke gawang Kuwait. Semua orang berdecak kagum pada gol Widodo, tapi tidak dengan Timnas Indonesia. Gol itu terasa kehilangan maknanya, karena pada akhirnya Indonesia gagal memenangkan pertandingan itu.
Satu poin diraih, dan itu satu-satunya poin yang diraih Timnas Indonesia di Piala Asia 1996. Laga menghadapi Korea Selatan dan tuan rumah, Indonesia kembali ke cetakannya. Kalahan. Indonesia pun hanya jadi pelengkap di Grup A.
Piala Asia 2000
Empat tahun berselang, Piala Asia masih diikuti 12 tim. Indonesia bangga lolos lagi dalam dua edisi beruntun. Masih ada muka lama yang bermain, seperti Bima Sakti. Skuad Timnas Indonesia di Piala Asia 2000 barangkali lebih banyak dikenal, ketimbang edisi sebelumnya.
Skuad piala Asia tahun 2000. Bintang pada masanya. 20 tahun kemudian, saat pemain lain sudah menjadi pelatih/asisten pelatih di klub/Timnas, Ismed Sofyan masi bermain di Liga Indonesia. #legend pic.twitter.com/oP4EehEApp
— GARAGARABOLA (@garagarabola_) August 13, 2020
Siapa yang tak kenal Bambang Pamungkas? Tahun 2000 adalah tahun kedua Bepe bermain untuk Timnas Garuda. Usianya masih seumuran Rafael Struick kala itu. Bejo Sugiantoro, Uston Nawawi, Seto Nurdiyantoro, Rochi Putiray, Kurniawan Dwi Yulianto, Aji Santoso, Ismed Sofyan, Gendut Doni, hingga Hendro Kartiko memenuhi skuad Timnas Indonesia.
Dengan skuad yang jauh lebih matang, mestinya Indonesia bisa lebih baik di Piala Asia 2000. Tapi lebih baik bukan nama tengah Timnas Indonesia. Di edisi kali ini, Indonesia masih tanpa kemenangan. Parahnya, tidak hanya gagal mengalahkan China, Kuwait, dan Korea Selatan. Namun, Indonesia juga tidak mencetak satu pun gol.
Kemenangan Pertama
Timnas Indonesia baru sanggup memetik kemenangan pertama di Piala Asia tahun 2004. Edisi yang kebetulan berbarengan dengan Pemilihan Presiden. Kemenangan tersebut diraih saat Timnas Indonesia menghadapi Qatar di pertandingan pertama Grup A.
Kemenangan itu juga istimewa bagi Ponaryo Astaman. Pemain yang kala itu membela Juku Eja mencetak satu gol lewat tendangan geledek dari luar kotak penalti. Yang membuat Indonesia unggul 2-0 lebih dulu.
Puji Tuhan, pasukan Ivan Kolev sanggup mempertahankan keunggulan. Namun, yah, setelahnya balik lagi ke setelan pabrik. Kemenangan di laga pertama tak ada artinya setelah di laga kedua, Indonesia keok 5-0 atas China.
Penderitaan Indonesia bertambah dengan kekalahan telak 3-1 atas Bahrain. Indonesia memang tidak lolos ke fase gugur. Tapi minimal finis di peringkat ketiga. Lebih baik dari dua edisi sebelumnya.
Malu di Rumah Sendiri
Tahun 2007, Indonesia menggelar Piala Asia di rumahnya sendiri. Mengusung tagline “Ini Rumah Kita”, Indonesia menatap Piala Asia dengan keyakinan penuh. Di hadapan 60 ribu pasang mata di GBK, Timnas Indonesia membuktikan harapan itu bukan lagi semu.
Mereka menghajar Bahrain lewat gol Budi Sudarsono dan Bambang Pamungkas. Keyakinan makin menjadi karena Indonesia belum akan menghadapi Korea Selatan di laga berikutnya. Menghadapi Arab Saudi setelah Bahrain, peluang meraih poin terbuka.
Apalagi Elie Aiboy sukses menyamakan kedudukan. Namun, di penghujung laga, Arab Saudi berhasil mencuri gol sekaligus kemenangan. Indonesia kalah. Di laga terakhir pun, pasukan Ivan Kolev harus mengakui keunggulan Korea Selatan.
Kendati gagal lagi ke fase gugur, tapi edisi 2007 terbilang lebih baik dari sebelumnya. Karena kala itu Indonesia hanya kebobolan empat gol saja.
Diuntungkan Format Baru?
Lho, itu kan dulu? Ya, memang tidak bisa jadi patokan. Apalagi kini Piala Asia sudah berganti format. Jika dulu hanya 12 tim, kini 24. Selain itu, mulai tahun 2019, tim yang akan lolos ke fase gugur bukan hanya juara dan peringkat kedua grup, melainkan empat peringkat ketiga terbaik.
Indonesia diuntungkan dengan format itu. Terlebih dalam dua edisi terakhir bermain di Piala Asia, Indonesia sanggup finis di peringkat ketiga. Jadi, andai tidak bisa menjadi juara grup maupun runner-up, Tim Garuda bisa mengejar peringkat tiga terbaik.
Probabilitas Lolos Kecil
Harapannya gitu. Tapi menurut analisis Harian Kompas, peluang Indonesia lolos ke 16 besar kecil, jika tidak menyebutnya mustahil. Mengapa? Pertama, peringkat FIFA. Dalam tiga edisi terakhir, negara berperingkat terendah acap kali tidak lolos 16 besar.
Tahun 2011 ada India yang menempati peringkat 133 FIFA, jadi terendah di Piala Asia, dan tidak lolos. Palestina (167) dan Turkmenistan (129) yang menjadi tim dengan peringkat terendah di Piala Asia 2015 dan 2019 juga tidak lolos.
Saat lolos ke Piala Asia 2023, Indonesia ada di peringkat 149 dan terendah dari seluruh tim. Mengacu edisi sebelumnya, maka peluang Indonesia lolos 16 besar adalah 0 persen. Selain itu, hanya sedikit tim di luar 100 besar FIFA bisa lolos ke fase gugur Piala Asia.
Pada tahun 2019 misalnya, saat untuk pertama kalinya format 16 besar dipakai dan empat tim peringkat tiga terbaik lolos. Tim di luar 100 besar FIFA yang lolos ke 16 besar saat itu hanya lima tim: Qatar (101), Vietnam (103), Thailand (112), Bahrain (116), dan Yordania (117).
Artinya, hanya memenuhi 21% saja dari kuota 16 besar. Jika persentase itu dibagi rata dengan enam tim di luar 100 besar yang lolos ke Piala Asia 2023, maka peluang masing-masing tim lolos 16 besar cuma 3,5%. Tim-tim itu adalah India, Tajikistan, Thailand, Malaysia, Hong Kong, dan Indonesia.
Absen di Edisi Sebelumnya
Pengalaman juga akan menentukan. Indonesia yang absen di edisi sebelumnya bisa dibilang buta persaingan Piala Asia. Selain itu, jika berkaca pada edisi sebelumnya, 13 tim yang lolos ke 16 besar adalah tim-tim yang konsisten tampil di putaran final Piala Asia.
Hanya Thailand, Kirgistan, dan Vietnam yang tidak lolos pada 2015, tapi lolos fase grup di edisi 2019. Tahun ini hanya ada empat tim yang lolos ke putaran final setelah absen di edisi sebelumnya: Malaysia, Hong Kong, Tajikistan, dan Indonesia.
Merujuk performa tim yang inkonsisten di Piala Asia 2019, hanya akan ada satu tim dari tim-tim tadi yang akan lolos ke 16 besar. Dengan variabel itu, peluang Tim Garuda lolos fase gugur hanya di kisaran 9%. Persentase yang amat sedikit.
Tapi tiada mengapa. Walau bagaimana itu modal Timnas Indonesia. Siapa tahu meski bukan 100 besar FIFA, Indonesia bisa mengejutkan dengan bukan hanya lolos ke 16 besar, tapi mengulangi kesuksesan Qatar. Ingat kata Bung Karno, “Bermimpilah setinggi langit, jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang.”
Sumber: KompasId, TirtoId, Goal, CNNIndonesia, Bola