Jika di Euro 2024 ada Belgia, maka di Copa America 2024 ada Timnas Brazil. Tim raksasa bertabur bintang yang tampil begitu mengecewakan di ajang besar. Dihuni oleh pemain-pemain sekelas Vinicius dan Eder Militao, Tim Samba cuma sampai di perempat final doang. Itu tandanya, Brazil tidak mencatatkan kemenangan di fase gugur musim ini.
Hasil ini pun menimbulkan komentar negatif dari berbagai pihak, tak terkecuali legenda Brazil itu sendiri. Salah satu yang paling pedas dalam mengkritik Selecao adalah Ronaldinho. Mantan pemain AC Milan itu bahkan menyebut tim nasionalnya sebagai tim terburuk di Copa America edisi kali ini.
Lantas, apakah perkataan Ronaldinho itu benar? Mari kita temukan jawabannya bersama.
Daftar Isi
Performa Brazil di Copa America 2024
Pernyataan Ronaldinho bukan tanpa dasar yang jelas. Karena kita bisa melihatnya dengan mata kepala sendiri bahwa Selecao bermain di bawah standar. Tidak lagi tercermin apa itu joga bonito, tarian samba, atau identitas sebagai negara yang menganggap sepakbola adalah olahraga nomor satu.
Sepakbola indah yang khas dari tim nasional Brazil seakan hanya sejarah bagi skuad asuhan Dorival Junior. Secara statistik yang dihasilkan pun, Brazil jauh dari kata istimewa di Copa America 2024. Tergabung dalam Grup D bersama Kolombia, Paraguay, dan Kosta Rika, Brazil kewalahan.
Brazil memang tidak terkalahkan. Tapi, dari tiga pertandingan yang dimainkan di babak penyisihan grup, hanya satu kemenangan yang bisa diraih. Itu pun didapat dari Paraguay, tim yang sangat tidak diperhitungkan di kompetisi kali ini. Lantas, bagaimana dengan dua pertandingan lain? Hanya berakhir dengan imbang.
Alhasil Brazil cuma menempati urutan kedua di bawah Kolombia. Dikangkangi Kolombia, tentu ini membuat harkat dan martabat Brazil runtuh seketika. Mencapai babak gugur dengan cara yang tak spesial apakah membuat Brazil sadar dan berbenah? Tidak.
Bertemu Uruguay di perempat final, Brazil kalah dari segi permainan, kreativitas, dan penciptaan peluang. Beruntung Brazil tidak dihabisi dalam waktu normal. Yah, setidaknya kalahnya sedikit terhormat, yakni lewat adu penalti.
Lini Depan yang Tumpul
Sepanjang kompetisi Timnas Brazil begitu kesulitan untuk mencetak gol. Okelah, Brazil menang 4-1 atas Paraguay. Namun, kemenangan melawan tim yang cuma mengandalkan Julio Enciso dan Miguel Almiron tidak bisa dijadikan tolok ukur.
Lagi pula selain melawan melawan Paraguay, Brazil mentok cuma mencetak satu gol, yakni pas melawan Kolombia. Di laga menghadapi Kosta Rika, satu gol pun tak dicetak. Total, Brazil hanya mencetak lima gol dari empat pertandingan.
Di Copa America kali ini, Brazil mengalami krisis lini depan. Ini tidak biasanya terjadi. Karena Brazil tak seharusnya kehabisan talenta di lini depan. Tercatat hanya dua penyerang tengah yang dibawa oleh Dorival Junior. Mereka adalah pemain baru Real Madrid, Endrick dan penyerang FC Porto, Evanilson. Itu tak lepas dari Richarlison yang tak kunjung pulih dari cedera hamstring.
Lucunya, kedua pemain ini justru jarang dimainkan. Untuk itu, sang pelatih punya alasannya sendiri. Endrick masih terlalu muda untuk mengemban tugas sebagai ujung tombak utama Selecao. Sementara Evanilson, dinilai belum cukup pengalaman di sepakbola internasional. Karena Copa America 2024 adalah ajang internasional pertamanya bersama Brazil. Bahkan, capsnya di tim nasional senior baru tiga.
Sang pelatih justru lebih sering memasang Vinicius atau Rodrygo secara bergantian untuk mengisi pos lini serang. Keduanya yang sama-sama memiliki posisi asli sebagai sayap dipaksa untuk bermain di pos penyerang tengah. Hasilnya? Gagal total. Rodrygo bahkan tak mencetak gol di turnamen ini.
Kurangnya Kreativitas
Tapi kan nggak salah juga memasang Rodrygo atau Vini di lini depan. Kan mereka tulang punggung Real Madrid dalam mencetak gol musim lalu. Lho, lho, lho cut that stupid shit bro. Kedua pemain itu mendulang banyak gol karena bermain dari posisi aslinya. Bukan sebagai penyerang tunggal. Selain itu, penampilan mereka di Real Madrid mendapat banyak support dari second line.
Bermain di tim terbaik di dunia seperti Real Madrid, keduanya mendapat service bintang lima dari gelandang-gelandang terbaik. Mungkin mereka tak bisa mencetak dua digit gol per musim jika bukan karena Toni Kroos, Luka Modric, Federico Valverde, hingga Brahim Diaz. Sementara di Timnas Brazil tak ada pemain kreatif
Lini tengah Tim Samba hanya berisikan pemain-pemain medioker. Sebut saja seperti Lucas Paquetá, Andreas Pereira, Bruno Guimarães, dan João Gomes. Tak ada satu pun dari mereka yang bermain di klub papan atas musim lalu. Paling cuma Bruno yang bermain di turnamen sekelas Liga Champions musim lalu.
Pemain-pemain tersebut tidak tampil optimal. Kreativitas mereka minim. Expected Assist dari Paqueta, pun hanya berada di angka 0,26. Itu sangat buruk bagi pemain yang nyaris bergabung Manchester City musim lalu.
Dilatih Pelatih Medioker
Meski begitu, akan terlalu jahat jika hanya menyalahkan performa pemain. Sang pelatih, Dorival Junior juga mengambil peran dalam buruknya penampilan Brazil di Copa America 2024. Setelah ditelusuri lebih dalam, ternyata bukan lini tengah Brazil saja yang medioker, pelatihnya pun demikian.
Menurut situs Transfermarkt, Junior memang punya banyak pengalaman di level klub. Dirinya bahkan sudah melatih sejak tahun 2002. Prestasi terbaiknya menjuarai Copa Libertadores musim 2021/22 bersama Flamingo. Meski begitu, Junior belum pernah menangani tim nasional, sebagai asisten pelatih sekali pun. Ini jadi kali pertama sang pelatih menukangi tim nasional.
Melatih tim nasional dan klub adalah dua hal yang berbeda. Jika di klub, pelatih memiliki waktu satu tahun penuh dalam mengelola tim. Klub juga diberikan kemudahan dalam menambah pemain di bursa transfer. Klub bisa memilih dan mendatangkan pemain sesuai dengan kemampuan finansial dan pola permainan yang diinginkan oleh pelatih.
Sementara di tim nasional, pemainnya mungkin lebih banyak dan berkualitas. Tapi, belum tentu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelatih. Selain itu, kiprah Junior yang belum pernah menangani klub Eropa dan tim nasional membuat dirinya jarang bersinggungan dengan pemain-pemain Brazil yang berkarir di Eropa.
Dengan begitu, bisa disimpulkan bahwa Dorival Junior belum pernah menangani pemain-pemain bintang yang dikenal memiliki ego tinggi. Di beberapa pertandingan, Junior seperti kesulitan mendapatkan rasa hormat dari para pemainnya sendiri. Kalian pasti masih ingat saat Brazil akan melakoni adu penalti melawan Uruguay.
Junior bahkan tidak diberi kesempatan untuk memberikan arahan tim. Dirinya hanya clingak-clinguk di belakang pemain yang sudah melingkar. Buruknya man management, kurangnya fleksibilitas taktik, dan gagal mengeluarkan potensi maksimal dari skuadnya yang mewah adalah cerminan betapa buruknya pengalaman Junior dalam melatih.
Kehilangan Sosok Leader
Selain faktor-faktor tersebut, hilangnya sosok pemimpin juga jadi alasan mengapa skuad Selecao terkesan hilang arah. Tidak adanya pemain-pemain seperti Neymar di lini depan dan Casemiro di lini tengah membuat Timnas Brazil seperti sekumpulan bocah yang sedang bermain sepakbola di teras rumah. Yang penting main aja, urusan menang kalah itu belakangan.
Tak adanya Neymar jadi yang paling berpengaruh. Brazil kehilangan pemain yang bisa melakukan hal-hal ajaib guna mengeluarkan tim dari situasi sulit. Tak bisa dipungkiri, pengalaman dan skill-nya masih jadi yang terbaik di Brazil. Jika Neymar tak berkutat dengan cedera, mungkin nasib Brazil di Copa America masih terselamatkan. Kalo gini kan, jadi keliatan lebih buruk dari Timnas Inggris.
Sumber: ESPN, Khelnow, CNN Indonesia, Fbref