Konspirasi Dunia Sepak Bola, Semua Orang Tahu tapi Tak Mau Mengatakannya

spot_img

Setiap musim Sevilla mengikuti Liga Champions, namun hanya untuk finis di peringkat ketiga, dan memenangkan Liga Eropa. Pernah mendengar teori itu? Teori yang bernuansa konspirasi itu muncul ketika Sevilla lolos ke Liga Champions, tapi justru lebih sering menjuarai Liga Eropa.

Benar tidaknya sulit dibuktikan. Bisa jadi iya, namun tidak menutup kemungkinan salah. Namun, bukan itu yang akan kita bahas, melainkan konspirasi-konspirasi di dunia sepak bola. Karena selain konspirasi Sevilla itu, ternyata ada banyak. Apa saja itu? Mari membahasnya.

Chelsea Dicurangi demi Ronaldo vs Messi di Final

Chelsea lolos ke semifinal Liga Champions musim 2008/09 setelah mengalahkan Liverpool. Di semifinal, musuh yang mesti dihadapi adalah Barcelona yang masih diperkuat Lionel Messi. Di leg pertama, skor kacamata pun menutup laga. Mau tidak mau, leg kedua akan menjadi partai penentuan.

Chelsea mencetak gol duluan ketika laga belum genap 10 menit, lewat Michael Essien. Namun, di injury time babak kedua, Andres Iniesta menjadi mimpi buruk. Iniesta mencetak gol penyeimbang. Saat itu aturan gol tandang masih berlaku, sehingga gol Iniesta menjadi gol kemenangan Blaugrana.

Banyak yang bilang laga ini adalah konspirasi. Kemenangan Barcelona sudah diatur agar menciptakan Messi vs Ronaldo di partai final. Sebab Manchester United, yang waktu itu diperkuat CR7 juga melangkah ke final. Kinerja wasit Norwegia, Tom Henning Ovrebo dipertanyakan.

The Blues merasa dirugikan karena setidaknya ada tiga penalti yang mestinya didapat. Mantan wasit Tony Chapron di Canal+ mengatakan, Ovrebo kehilangan akal ketika memberi Chelsea tendangan bebas, alih-alih penalti saat Dani Alves melanggar Florent Malouda di kotak penalti.

Bertahun-tahun setelah kejadian itu, sang wasit baru klarifikasi. Mengutip Goal, Ovrebo yang pensiun sebagai wasit tahun 2013 mengatakan, keputusannya di laga itu memang menguntungkan Barcelona dan merugikan Chelsea. Waktu itu, ia sebenarnya tidak bisa tepat mengambil keputusan karena belum ada VAR.

Ketika pemain Chelsea protes, ia tetap mempertahankan keputusannya agar tidak kehilangan marwahnya di hadapan para pemain. Soal apakah itu biar laga Messi vs Ronaldo tersaji, Ovrebo tidak mengatakannya.

Copa America Digelar 4 Kali dalam 6 Tahun Agar Lionel Messi Juara

Copa America digelar setiap empat tahun sekali. Namun, ingatkah kamu dari tahun 2015 hingga 2021 ada empat kali Copa America? Sesuatu yang ‘tidak wajar’ itu kemudian menimbulkan spekulasi. Copa America sengaja dilaksanakan empat kali dalam enam tahun agar Lionel Messi bisa meraih gelar di level internasional.

Konspirasi ini makin menjadi-jadi ketika pada edisi 2021, Messi akhirnya menjuarai Copa America, dan itu merupakan trofi internasional pertama La Pulga. Namun, benarkah itu konspirasi? Tentu saja tidak. Ada alasan mengapa tahun 2016 digelar Copa America padahal di tahun sebelumnya sudah.

Kejuaraan antarnegara di Amerika Selatan ini mulai ada tahun 1916. Namanya menjadi Copa America tahun 1975. Kejuaran ini diikuti oleh 10 negara anggota CONMEBOL dan dua undangan dari luar kawasan. Edisi 2016 sendiri dibuat untuk menandai 100 tahun dengan melibatkan negara CONCACAF.

Amerika Serikat didapuk sebagai tuan rumah. Ini untuk pertama kalinya Copa America digelar di luar Amerika Selatan. Oleh karena itu, kompetisi ini dinamai Copa America Centenario. “Centenario” sendiri berarti abad. Ironisnya, Messi malah gagal di kompetisi ini. Argentina dua kali dikalahkan Chile di final Copa America 2015 dan 2016.

Carlo Ancelotti Tidak Pernah Merayakan Gol atau Kemenangan

Carlo Ancelotti bukanlah pelatih yang suka meledak-ledak. Ia tidak seperti Antonio Conte, Josep Guardiola, maupun Diego Simeone. Oleh karena itu, muncul teori kalau Don Carlo tidak merayakan gol maupun kemenangan.

Salah satu yang memicu teori ini adalah ketika Ancelotti melatih Everton. Alih-alih merayakan gol yang dicetak Bernard saat perpanjangan waktu melawan Tottenham Hotspur di Piala FA pada 2021 lalu, Ancelotti malah menyeruput teh. Padahal gol tersebut mengantarkan kemenangan bagi The Toffees.

Mengutip Football Italia, ketika ditanya, Carletto hanya bilang ia kedinginan waktu itu. Ancelotti sepertinya tahu, Spurs cuma perlu ditinggal ngeteh, nanti juga kalah sendiri. Well, di Real Madrid, Ancelotti juga jarang merayakan gol.

Namun, beberapa kali ia masih kok merayakan kemenangan, meski dengan cara yang berbeda. Ketika Real Madrid meraih UCL ke-15 kemarin, Ancelotti bahkan berjoget bersama para pemain.

Ciro Immobile Tidak Pernah Kelihatan Cetak Gol, tapi Selalu Top Skor

Ciro Immobile salah satu striker paling diremehkan di abad ini. Namanya selalu tenggelam, baik di level klub maupun internasional. Namun, ia selalu masuk jajaran top skor. Sebuah teori pun muncul, bahwa ia selalu mencetak gol walaupun belum tidak ada orang yang pernah melihatnya mencetak gol. 

Ambil contoh di Serie A musim 2019/20. Sorot kamera tidak tertuju pada Immobile, tapi Cristiano Ronaldo. Padahal musim itu, abangda ‘hanya’ mencetak 31 gol di Serie A. Sementara Immobile mencetak 36 gol dan menjadi top skor musim itu.

Di musim 2021/22 juga sama. Dusan Vlahovic yang jadi primadona. Padahal Immobile yang jadi top skornya. Hal itulah yang mungkin melahirkan teori tadi. Immobile seolah tidak kelihatan karena ia tidak punya momen menonjol karena timnya, Lazio tidak pernah menjadi penantang gelar.

Kemunculan Casemiro

Kalau Immobile sering menjadi top skor tapi seolah tak kelihatan, Casemiro agak lain lagi. Banyak yang meyakini Casemiro muncul begitu saja. Sebagian besar orang, tak terkecuali penggemar sepak bola, tak tahu dari mana Casemiro berasal. Tiba-tiba memperkuat Real Madrid, dan seketika menjadi salah satu dari trio lini tengah terbaik Los Galacticos.

Casemiro berbeda dengan Luka Modric dan Toni Kroos. Dua kompatriotnya itu sudah punya nama sebelum berseragam Los Blancos. Modric dibeli karena kepiawaiannya di Tottenham Hotspur. Sementara, sebelum di Real Madrid, Kroos membela Bayern Munchen, klub raksasa di Jerman.

Hal itu berbeda dengan Casemiro. Pemain ini sama sekali tak kelihatan gaungnya sebelum datang ke Bernabeu. Real Madrid sendiri tidak gembar-gembor saat mendatangkannya. Casemiro direkrut dari Sao Paulo. Namun, tidak langsung membelinya, melainkan dipinjam terlebih dahulu. 

Casemiro akhirnya dibeli seharga 6 juta euro pada 2013. Di awal, Casemiro kurang diperhatikan. Tak terkecuali oleh penggemar Real Madrid. Namun, lambat laun, performanya kian menanjak. Dan Casemiro menjadi salah satu kekuatan El Real di lini tengah.

Crystal Palace Mengatur Tabel Klasemen Liga Inggris

Di Premier League ada sebuah konspirasi lucu. Bahwa Crystal Palace selalu ngecheat klasemen Premier League. Itu karena tim ini selalu tampil buruk di setiap musimnya, namun tidak pernah terdegradasi atau bahkan terancam degradasi.

Sejak 2013, tim berjuluk The Eagles itu belum pernah degradasi alias sudah satu dekade lebih bertahan di Premier League. Lucunya, selama satu dekade, kecuali musim lalu, mereka bahkan tidak pernah finis di posisi 10 besar. Itu membuktikan bahwa Crystal Palace selalu tampil buruk setiap musimnya. Tapi anehnya, mereka tak pernah terdegradasi maupun berada di tiga terbawah.

Contohnya saja musim lalu. Meski finis di posisi 10, tapi di pertengahan musim, mereka pontang-panting. Bahkan di ujung tahun 2023, tepatnya pekan 19, Crystal Palace duduk di peringkat 16. Itu hanya terpisah satu peringkat dari zona degradasi.

Tapi apa yang terjadi? Di pekan berikutnya mereka naik. Namun, di beberapa pekan berikutnya lagi turun. Kemudian naik lagi, hingga berakhir di posisi 10. Ketika turun, Crystal Palace tidak pernah menyentuh tiga terbawah. Sekalipun para fans sudah siap untuk degradasi, tapi degradasi yang dicemaskan tidak pernah menghampiri. Palace selalu punya cara untuk keluar dari zona bahaya.

Crystal Palace Selalu Mengalahkan City di Etihad

Masih dari Crystal Palace. Konon Crystal Palace selalu menang menghadapi Manchester City di Etihad setiap musimnya. Teori ini muncul sekitar tahun 2022. Kebetulan di musim 2021/22, City tidak pernah mengalahkan Crystal Palace, tak terkecuali di rumahnya sendiri. Justru City lah yang digiling Crystal Palace 2-0 di Etihad.

Pada musim 2018/19, City juga dikalahkan Crystal Palace di rumahnya. Kali ini skornya 3-2. Namun, apakah catatan itu bisa menarik kesimpulan kalau Palace selalu menang atas City di Etihad? Jelas tidak. Bukannya selalu menang, tapi The Citizens acap kali kesulitan menjamu Crystal Palace.

Musim lalu saja mereka hanya bisa menahan imbang Palace di Etihad. Kalau dilihat catatannya, Crystal Palace justru lebih sering kalah di Etihad. Dari 35 kali melawat ke markasnya City, Crystal Palace sudah menelan 20 kekalahan dan hanya tujuh kali menang. Jadi, anggapan Palace selalu mengalahkan City di Etihad tak lebih sekadar konspirasi saja.

Orang Bernama Dembele 99,9% Pasti Pesepakbola

Kamu bingung nggak sih, kenapa kok banyak banget pemain bola bernama Dembele? Mousa Dembele, Moussa Dembele, dan Ousmane Dembele, misalnya. Saking banyaknya pemain bernama Dembele, muncul sebuah teori bahwa orang dengan nama “Dembele”, 99,9% adalah pesepakbola.

Selain itu, banyak yang mengira kalau para Dembele itu bersaudara. Padahal ketiga nama yang disebutkan saja bukan saudara. Situs statistik Whoscored mencatat ada 37 pesepakbola yang berakhiran “Dembele”. Kebanyakan berasal dari Mali, negara Afrika yang mayoritas Muslim. Selain itu juga ada yang dari Prancis.

Sementara di situs Namespedia, “Dembele” digunakan sebanyak 1.118 di sekitar 20 negara sebagai nama belakang, dan digunakan 40 kali di setidaknya enam negara sebagai nama depan. Melihat data ini, rasanya tidak aneh kalau banyak pesepakbola yang menggunakan “Dembele” di namanya.

https://youtu.be/82JHK9TWjmA

Sumber: Football-Italia, SI, iNews, BR, StraitsTimes, WorldFootball, SportEs, PanditFootball, YahooSports

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru