Juan Cuadrado, merupakan salah satu pemain terbaik yang bermain untuk raksasa Italia, Juventus. Dirinya sering menjadi pilihan pelatih dikala tim sedang menemui jalan buntu. Gaya bermainnya yang gesit serta lincah membuat Cuadrado banyak ditakuti lawan.
Juan Guillermo Cuadrado Bello, lahir pada 26 Mei 1988 di Necocli, Kolombia. Cuadrado lahir dari keluarga miskin dengan segala keterbatasannya. Selain hidup dari keluarga kelas rendah, ia juga tinggal di daerah yang memiliki tingkat kriminal tinggi.
Sang ayah yang merupakan supir truk dan ibunya yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga benar-benar tak mampu memenuhi semua kebutuhan Cuadrado.
Cuadrado tumbuh menjadi bocah yang menggunakan sepak bola sebagai kegemarannya. Ia sering bermain di jalanan kotor tanpa alas kaki. Meski begitu, Cuadrado tetap menikmati hobi sederhananya itu. Sepulang sekolah, ia bahkan tak langsung pulang kerumah. Hal ini sempat membuat sang nenek geram.
“Aku mengantarnya ke sekolah tapi ia biasa pulang dalam kondisi kotor gara-gara main sepakbola. Aku menghukum dan memukulnya karena kekacauan yang ia buat,” kenang sang nenek.
Menjalani hidup sulit dan tinggal didaerah dekat para gembong narkoba membuat Cuadrado kecil tak bahagia.
Bahkan, ada satu pengalaman mengerikan yang tak akan pernah dilupakan olehnya. Yaitu, kematian sang ayah dengan cara mengenaskan. Kasus kekerasan antara geng narkoba sangat marak kala itu. Kenangan buruk menghampiri Cuadrado saat berusia empat tahun.
Sang ayah, Guillermo Cuadrado, tewas setelah ditembak oleh sekelompok pria bersenjata yang menyambangi rumahnya. Kejadian itu berada tepat di depan mata Cuadrado sebelum akhirnya ia diperintahkan sang ibu untuk bersembunyi dibawah tempat tidur.
Sejak saat itu, hidupnya menjadi semakin sulit. Cuadrado harus berjuang untuk membantu sang ibu yang mencari uang.
Ibunya juga menjual pisang untuk mendapat uang tambahan. Sementara Cuadrado membantu mengepak pisang untuk kemudian dijual.
Sang ibu mengatakan bahwa setelah tragedi yang menimpa ayah Cuadrado, anaknya itu tumbuh menjadi pribadi yang tangguh.
“Kematian ayahnya membuat dia tumbuh lebih cepat,” tutur ibu Cuadrado, seperti dilansir Mirror.
Menyukai sepak bola sejak kecil, Cuadrado mencoba mencari peruntungan lewat permainan yang digemarinya itu. Memulai karir di jalanan bersama teman-temannya, Cuadrado menjadi sosok paling menonjol diantara yang lain.
Hingga pada akhirnya saat Cuadrado berusia 13 tahun, keajaiban seakan datang. Ia bergabung dengan Athletico Uraba. Sempat bermain sebagai penyerang, Cuadrado akhirnya berposisi sebagai sayap atas rekomendasi pelatihnya kala itu.
Bersama Athletico Uraba, bakat Cuadrado terus berkembang. Keyakinan yang terus tumbuh pada diri Cuadrado berbuah manis. Ia menjadi pesepakbola potensial yang dianggap mampu bersaing di kancah dunia.
Performa impresifnya memikat klub Independiente Medellin dan mendapatkan laga debut profesionalnya di divisi pertama Kolombia pada tahun 2008, melawan Boyaca Chico, di mana ia juga mencetak gol pertamanya. Ia hanya bertahan selama satu tahun di sana setelah klub Serie A Italia, Udinese, datang meminangnya.
Menjalani musim yang tak terlalu mulus bersama Udinese, Cuadrado kembali menemukan ketajamannya di Fiorentina. Cuadrado mampu menampilkan permainan khasnya dengan kecepatan ditambah skill mengolah bola yang mengagumkan, kemampuannya tersebut membuat publik Italia menjulukinya sebagai La Vespa.
Musim 2013/14 menjadi musim terbaik Cuadrado, di mana ia berhasil mencetak total 15 gol untuk La Viola. Padahal musim-musim sebelumnya, ia tidak pernah mencetak lebih dari lima gol.
Selain itu, dirinya juga tampil gemilang di Piala Dunia 2014.
Cuadrado menjadi salah satu pemain yang paling bersinar di timnas Kolombia pada Piala Dunia 2014. Ia mengantarkan timnya menembus babak perempat final untuk pertama kalinya dalam sejarah keikutsertaan mereka di turnamen empat tahunan tersebut.
Sempat singgah di London bersama Chelsea, Cuadrado resmi berseragam Juventus. Bersama Si Nyonya Tua, pemain yang memiliki kecepatan luar biasa ini sukses mengangkat trofi Serie A dan Coppa Italia.
Sepak bola benar-benar merubah nasib Cuadrado. Ibunya juga mengaku bahagia dengan apa yang telah dicapai oleh sang anak.
“Ketika tahu Cuadrado sukses menjadi pemain bola, aku merasa seperti menjadi ibu paling bahagia di dunia.”
Tragedi yang dialami sang ayah mengubah mental Cuadrado untuk selalu menjadi pemain tangguh yang terus berjuang.