Carlos Bacca merupakan salah satu talenta Amerika Selatan yang tak bisa dianggap remeh. Dirinya beberapa kali menjadi pilar penting bagi klub yang dibelanya untuk meraih gelar juara.
Penempatan posisi serta insting yang baik membuatnya mampu memanfaatkan peluang sekecil apapun untuk menjadi gol. Dibalik karier gemilang Carlos Bacca, ada sebuah perjuangan luar biasa yang menghiasi perjalanan suksesnya.
Carlos Arturo Bacca Ahumada, lahir pada 8 September 1986 di Puerto, Kolombia. Sang ayah merupakan seorang nelayan, dan ibunya, membantu suaminya itu untuk menjual ikan.
Tumbuh di Puerto membuat Bacca menjadi pribadi yang tangguh. Ia sudah terbiasa hidup dalam kesengsaraan. Sejak kecil, dirinya sering menemani sang ayah memancing. Keseharian itu seolah sudah menjadi tanggung jawab Bacca untuk membantu perekonomian keluarga.
Meski begitu, Bacca tetaplah seperti bocah lainnya. Ia kerap mencuri waktu untuk bermain bola. Bahkan bola sudah menjadi bagian dari hidupnya. Sang ibu mengatakan jika Bacca menolak ketika dibelikan mainan mobil, yang ia mau hanyalah bola.
Mengetahui minat sang anak, kedua orang tuanya memutuskan untuk memasukkan Bacca ke sekolah sepak bola. Ketika masih berusia 8 tahun, Bacca resmi berlatih di akademi lokal. Permainan yang ditampilkan mengesankan pelatihnya saat itu, Rafael Reyes.
Meski bermain baik, nasib Bacca untuk menjadi seorang pesepakbola terkenal belum menemui titik terang. Ia masih kerap bermain untuk tim lokal yang berlaga di turnamen amatir. Karena tak mendapat penghasilan yang seberapa, Bacca juga masih sering membantu sang ayah mencari ikan.
Saking tak cukupnya uang yang ia dapatkan waktu itu, Bacca harus mencari pendapatan dari sumber lain. Ketika itu, dirinya memilih untuk menjadi kernet bus.
“Di usia 20, aku tinggal di kampung di Puerto Colombia, bekerja sebagai kondektur bus. Hidup saat itu jauh dari kemudahan. Aku dari keluarga miskin dan harus menghasilkan uang untuk membantu mereka.”
Ketika itu, yang dipikirkannya hanya kerja dan kerja. Mimpi untuk menjadi pesepakbola sempat hilang akibat keberuntungannya yang tak kunjung datang.
Meski begitu, Bacca terus berkeyakinan hingga dirinya mulai menemui titik terang. Tepat di tahun 2006, Bacca melakukan trial di Atletico Junior. Atletico Junior sendiri merupakan kesebelasan yang berasal dari kota tetangga Puerto Colombia, Baranquilla.
“Pintu sepakbola tertutup untukku dan di usiaku saat itu, ini bukan sesuatu yang aku pertimbangkan lagi. Tapi kemudian aku menjalani trial untuk Junior de Barranquilla dan untungnya, mereka memilihku,” kenang Bacca.
Setelah perjalanannya sebagai pesepakbola profesional dimulai, tantangan yang harus ia hadapi berikutnya adalah untuk bermain di kompetisi teratas Kolombia bersama Atletico Junior.
Namun Baccca sempat menjalani beberapa kali masa peminjaman.
Setelah kembali ke Atletico Junior, Bacca berhasil masuk ke tim utama. Akan tetapi, semua tak berjalan mudah bagi seorang Carlos Bacca. Dirinya kerap dihina karena dianggap sebagai pemain yang tidak terkenal,
“Dipertandingan pertamaku, aku mendapat banyak cemoohan. Tidak ada yang mengenalku. Lalu, aku melakukan dua sentuhan pertama dan sukses mencetak gol. Gol dihari itu benar-benar mengubah hidupku.”
Pada musim pertamanya, ia langsung menjadi pencetak gol terbanyak Piala Kolombia. Dalam tiga musim bersama Junior, ia dua kali menjadi pencetak gol terbanyak liga, di mana dua gelar juara liga berhasil ia persembahkan untuk Atletico Junior.
Sukses menampilkan aksi terbaiknya, Bacca mulai dilirik oleh beberapa klub Eropa. Meski sempat akan bergabung dengan klub Russia, Lokomotiv Moskow, pada akhirnya Bacca mendaratkan kakinya di Belgia. Dirinya menandatangani kontrak dengan Club Brugge.
Tak mudah baginya untuk menembus skuat utama Club Brugge. Brugge masih begitu mengandalkan penyerang asal Nigeria, Joseph Akpala. Gol pertamanya di Eropa pun baru hadir pada bulan keempat ia di benua biru.
Hengkangnya Akpala ke Bremen menjadi berkah bagi Carlos Bacca. Ia menjadi pilihan utama pelatih dan langsung menjawab kepercayaan dengan menorehkan 18 gol meski kompetisi baru bergulir setengah musim.
Pada musim keduanya di Eropa, Bacca sukses menyabet gelar pemain terbaik sekaligus pencetak gol terbanyak di liga Belgia. Prestasi inilah yang akhirnya membuat Sevilla jatuh hati.
Dengan biaya transfer sekitar 7 juta euro, Bacca resmi menjadi pemain yang pentas di salah satu liga terbaik dunia. Di Sevilla, prestasinya tak main main. Ia sukses merengkuh gelar Europa League bersama salah satu kontestan La Liga tersebut.
Bacca menjadi aktor penting Sevilla ketika mengalahkan Dnipro Dnipropetrovsk di partai puncak tahun 2015. Dalam kemenangan Sevilla dengan skor 3-2 tersebut,Carlos Bacca layak dijadikan sebagai pahlawan. Penyerang asal Kolombia itu mencetak dua gol dan satu assist. Tak heran ia dinobatkan sebagai man of the match pada laga ini.
Meski sudah pernah menjuarai trofi tersebut di musim sebelumnya yang juga bersama Sevilla, final kali ini terasa spesial bagi Carlos Bacca. Selain menjadi pemain terbaik pada laga itu, Bacca juga sukses menjadi tokoh utama dalam keberhasilan Sevilla.
Setelah sempat hijrah ke AC Milan, Bacca kembali pentas di Spanyol bersama Villareal.
Menjadi Nelayan dan sibuk sebagai kernet bus di usia 20 tak benar-benar menyurutkan nyali Carlos Bacca untuk terus maju.
Gelar Liga Europa dua musim beruntun pada 2014 dan 2015 bersama Sevilla ikut mengangkat nama Bacca sebagai jajaran penyerang top dunia.
“Aku bangkit dan terus menjalani hidup. Orang berani bukan mereka yang membiarkan dirinya tenggelam, orang berani adalah mereka yang mampu bangkit lebih kuat.”