Ketika Antonio Di Natale Rela Gadaikan Trofi Demi Udinese

spot_img

Sepakbola Italia sudah banyak mengajarkan kita tentang makna sesungguhnya sebuah kesetiaan. Dari Paolo Maldini, Javier Zanetti, hingga sang pangeran Roma, Francesco Totti merupakan contoh nyata. Namun, barangkali kalian lupa bahwa masih ada nama Antonio Di Natale. Kisah kesetiaannya dengan Udinese patut untuk diceritakan.

Sama halnya dengan Keluarga Cemara, keluarga adalah harta yang paling berharga bagi Di Natale. Dan Udinese sudah menjadi keluarga kedua bagi penyerang bertubuh mungil itu. Ia meletakan nama “keluarga” di atas segalanya, bahkan sepakbola. Keluarga berada jauh di atas ego akan gelar juara. Itulah mengapa, Di Natale betah di Udinese hingga akhir karir sepakbolanya.

Sosok yang mengawali karirnya bersama Empoli itu tercatat telah membela Le Zebrette selama 12 musim lamanya, dan berikut adalah sepenggal kisah tentang kesetiaan Antonio Di Natale dengan klub semenjana namun paling ia cinta, Udinese.

Sebelum Bertemu Udinese

Antonio Di Natale memang identik dengan Udinese, tapi Di Natale ternyata memulai karirnya bersama Empoli. Setelah menjadi anggota tim muda Empoli sejak tahun 1994, Di Natale memulai karir profesionalnya bersama tim senior Empoli pada tahun 1996 silam. Saat itu, Empoli masih berlaga di Serie B dan Di Natale tetap bertahan dengan klub masa kecilnya itu hingga tahun 2004.

Selama karirnya bersama Empoli, Di Natale tak semata-mata langsung menjadi pilihan utama di klub yang bermarkas di Carlo Castellani tersebut. Ia juga sempat dipinjamkan ke beberapa klub Italia lainnya seperti, Iperzola, Varese, hingga Viareggio. 

Meski demikian, Di Natale jadi sosok penting yang membantu Empoli naik kasta ke Serie A pada musim 2001/02. 16 golnya membantu Empoli untuk finis di urutan keempat klasemen Serie B. Itu sudah cukup untuk mengamankan satu tiket play off ke Serie A.

Dua musim pertamanya di Serie A terbilang tak begitu buruk. Meski Di Natale tak mampu menyelamatkan Empoli dari degradasi di musim 2003/04, ia sempat mencetak 13 gol untuk membantu Empoli bertahan lebih lama semusim sebelumnya. Empoli terdegradasi, tapi bakat Di Natale dirasa terlalu apik untuk Serie B. Akhirnya, pada tahun 2004, Udinese menyelamatkan karir striker mungil tersebut.

Merangkai Kisah Bersama Udinese

Awal kedatangannya di Udine, Di Natale tak mendapat sambutan yang baik. Berlatar belakang pemain Serie B, Di Natale dianggap tak akan mampu bersaing di level tertinggi Serie A. Namun, semua omong kosong itu ditepis oleh sang pemain. Di musim pertamanya Di Natale membantu Le Zebrette finis di urutan keempat Serie A, sekaligus mengamankan satu tempat di ajang Liga Champions. 

Bersama Fabio Quagliarella dan Vincenzo Iaquinta, Di Natale memainkan peran penting di lini depan skuad asuhan Luciano Spalletti. Bermain bersama dua striker hebat, keterampilan dan kemampuannya dalam mencetak gol kian meningkat. Beberapa kali ia menjadi pencetak gol terbanyak klub di kompetisi kasta tertinggi Serie A.

Bahkan, Di Natale juga membangun reputasi sebagai pemain yang memiliki aura pemimpin. Tepatnya pada tahun 2007, ia ditunjuk sebagai kapten klub. Di Natale pun menjelma jadi pemain yang sangat dihormati bersama Udinese, setelah sempat mendapat anggapan miring oleh publik Udine.

Setelah menjadi kapten, performanya kian menanjak. Di Natale selalu mencetak dua digit gol setiap musimnya. Musim terbaiknya datang pada tahun 2010 dan 2011. Tua-tua keladi barangkali jadi istilah yang tepat untuk menggambarkan performa Di Natale ketika menyabet sepatu emas Serie A dengan torehan 29 dan 28 gol setelah berusia 30 tahun.

Di Natale: Udinese Sampai Kiamat!

Setelah performa yang luar biasa bersama Udinese, banyak klub yang datang termasuk raksasa Italia, Juventus untuk menebus Di Natale. Tapi ia tetap setia pada klub semenjana yang membesarkan namanya itu, meski Udinese tidak pernah memenangkan trofi utama dalam seratus tahun lebih klub itu didirikan.

Di Natale melewatkan kesempatan untuk pindah ke Juventus karena ia merasa kesuksesan bukan aspek utama dalam kebahagiaannya. Eks penyerang Timnas Italia itu tak mengindahkan tawaran berharga dari Juventus. Meski La Vecchia Signora menggaransi sebuah trofi, Di Natale hanya bergeming. Ia memilih bertahan, karena telah menemukan kebahagiaan bersama Le Zebrette.

Dikutip Goal, Di Natale paham betul ketika mengambil kesempatan untuk bermain di Juventus, kehidupannya pasti akan berubah. Tapi ia tak yakin itu akan berubah lebih baik atau justru lebih buruk. “Jika bermain dengan pemain-pemain bintang di Juve, mungkin saya bisa mencetak ratusan gol dan meraih beberapa trofi. Tapi apakah itu tolak ukur kebahagiaan?” Ucap Di Natale.

Kabarnya, selain Juventus, Guangzhou Evergrande yang kala itu dilatih Marcello Lippi , dan beberapa tim yang tengah membangun reputasi di Major League Soccer juga sempat menggoda kesetiaannya. Namun, demi kecintaan dan keluarga, Di Natale tak mengambil kesempatan itu.

Ia enggan menggadaikan kebahagiaan dan keluarganya di Udinese hanya untuk uang dan trofi. Udinese sudah dianggap sebagai istri kedua bagi Di Natale. Sikapnya ini terinspirasi dari idola sekaligus kompatriotnya di timnas, Francesco Totti dan Alessandro Del Piero. Mereka berdua mengajarkan kepada Di Natale arti sebuah kesetiaan.

Jadi Sosok Panutan di Udinese

Kesetiaan adalah sifat yang langka di sepakbola modern, jadi tak berlebihan apabila kita memuji kesetiaan dari Toto, sapaan akrab Antonio Di Natale. Di tengah godaan uang yang terus-menerus datang, hanya sedikit yang tetap setia di samping klub mereka dan membantu tim mencapai ambisi mereka. Dan Di Natale adalah salah satunya.

Toto tak setengah-setengah dalam menunjukan dedikasinya untuk merawat klub dan seluruh orang yang berperan dalam membesarkan namanya. Salah satu buktinya ketika rekan setimnya, Piermario Morosini meninggal karena serangan jantung, Di Natale mengambil tanggung jawab finansial untuk adik perempuannya yang cacat, karena adiknya tak memiliki siapa pun lagi selain Morosini.

Di Natale dikenal sebagai profesional dan olahragawan yang sempurna. Pemain asal Italia itu juga pernah menerima penghargaan Fair Play dari Serie A atas tindakan terpuji di lapangan. Bagi Di Natale, sportivitas lebih penting daripada kemenangan yang diraih dengan merendahkan lawan di lapangan.

Berhenti di Angka 445 

Antonio Di Natale mengakhiri kisah cinta 12 tahun bersama Udinese di tahun 2016 lalu. Bukan untuk pindah ke klub lain, Toto justru memutuskan gantung sepatu setelah mengumpulkan 445 penampilan dan 227 gol di semua ajang bersama klub yang identik dengan warna hitam dan putih itu.

Ketika sepakbola Italia akan dipenuhi oleh cerita dari para pemain-pemain muda di abad ke-21. Tak dipungkiri pasti akan selalu ada tempat di hati para penggemar Serie A untuk Toto. Pria pendiam yang tetap setia kepada prinsip kekeluargaan dan persaudaraan tim. Antonio Di Natale, Remember the name!

Sumber: Thesefootballtimes, Goal, BRfootball, Outsidetheboot

Gabung sekarang juga, Member Kami Batasi!

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ORIGINAL MERCHANDISE STARTING ELEVEN

Obral!
Obral!

Glory Glory Manchester United

Rp109,000Rp125,000
Obral!
Obral!

Cristiano Ronaldo Siuuuu...

Rp109,000Rp120,000

Artikel Terbaru