Liga Italia selalu punya cerita tersendiri bagi para tifosi. Kompetisi yang mempertemukan antar klub-klub terbaik Negeri Pizza selalu punya celah bagi sebagian drama untuk masuk kedalam seluruh bait narasi yang tersusun rapih. Salah satu nama yang hingga kini patut dicinta adalah Inter Milan.
Inter Milan tak ubahnya menjadi salah satu pesaing kuat peraih gelar scudetto di tiap musimnya. Saudara sekota klub AC Milan ini punya sejarah panjang di persepak bolaan dunia. Nama Inter akan selalu melekat pada benak pecinta sepak bola, ketika gelaran kompetisi Italia dipilih sebagai topik utama.
Hingga saat ini, Inter masih terus tunjukkan taji di belantika sepak bola Italia. Jika bicara tentang klub yang berbasis di kota Milan, satu cerita yang akan selalu diingat adalah ketika mereka sukses menjadi tim Italia pertama yang meraih tiga gelar bergengsi dalam satu musim kompetisi.
Tidak bisa dinafikan jika Inter sangat layak menyandang gelar tersebut. Menjadi raksasa di Italia dalam beberapa tahun terakhir, pasca robohnya Juventus yang harus turun ke kasta kedua. Inter, yang memang punya kekuatan besar mampu mengambil alih titel raja di tanah Italia.
Tepat pada musim 2009/10, Inter masih tampil dengan armada yang tak bisa dipandang sebelah mata. Meski musim ajaib tersebut sudah berlangsung sangat lama, apa yang telah didapat akan selalu diingat oleh para pecintanya.
Inter, hingga sekarang masih menjadi satu-satunya tim asal Italia yang mampu meraih tiga gelar juara dalam satu kompetisi. Lebih spesialnya lagi, mereka memang layak disebut sebagai yang terhebat. Alasannya, hingga detik ini, skuat yang sekarang diasuh oleh Antonio Conte itu belum pernah merasakan degradasi.
Di kompetisi Liga Italia pada saat itu, Inter dilatih oleh juru taktik berjuluk The Special One. Jose Mourinho, yang duduk mengamati permainan dari pinggir lapangan layak disebut sebagai sosok sentral dalam keberhasilan Inter Milan saat itu. Meski banyak yang menganggap jika taktik Mourinho cukup membosankan dan terkesan main aman, nyatanya, pria Portugal tetap bisa membawa anak asuhnya nangkring di tangga juara.
Di musim tersebut, Inter benar-benar menguasai kompetisi Italia. Di pekan kelima Serie A, mereka langsung berhasil duduk di tangga pertama setelah bersaing ketat dengan Sampdoria. Sempat kembali turun tahta, Inter semakin menggila, mereka setidaknya mampu menduduki tangga pertama dalam waktu yang cukup lama. Sebanyak 26 giornata mereka habiskan dengan menikmati singgasana.
Namun begitu, kursi mereka juga sempat diambil alih oleh tim kuat ibukota, AS Roma. Roma yang memang punya permainan impresif kala itu sukses menjadi pesaing kuat Inter Milan. Pada pekan ke 33 dan 34, Roma sukses menduduki tangga pertama, dan membuat para skuat Inter Milan kalang kabut. Mereka tentu berhasrat menangkan gelar scudetto. Terlebih, dua kompetisi lainnya masih bisa mereka lewati dengan mulus.
Hingga pada akhirnya, Inter Milan berhasil memastikan scudetto ke-18, sekaligus yang kelima berturut-turut, berkat kemenangan tipis 1-0 atas Siena, pada 16 Mei 2010. Tak ada lagi yang harus dipertaruhkan Siena dalam pertandingan tersebut, karena mereka sudah dipastikan terdegradasi dari Serie A. Namun, Siena berupaya menghambat ambisi Inter untuk meraih scudetto.
Upaya tersebut menampakkan hasil karena sepanjang babak pertama Siena berhasil memaksakan kedudukan tanpa gol. Pada saat yang sama, AS Roma sudah unggul dua gol atas tuan rumah Chievo.
Inter sendiri sempat kalang kabut. Serentetan upaya Inter mencetak gol untuk mengamankan posisi tak jua terwujud. Sebelum turun minum, sepakan akrobatik Balotelli menghantam mistar gawang.
Sadar Roma sudah unggul atas Chievo, Inter menggiatkan tekanan pada babak kedua. Jose Mourinho memasukkan Goran Pandev untuk menggantikan Thiago Motta. Terbukti, tekanan yang dilancarkan berbuah manis. Pada menit ke-57, Milito memperoleh bola dari Javier Zanetti dan dengan tenang sang penyerang melesakkan golnya yang ke-22 musim tersebut.
Inter berhasil mengungguli Roma dengan selisih dua poin di puncak klasemen dan Mourinho sukses meraih gelar keduanya di Serie A secara beruntun. Inter unggul dengan raihan 82 poin, sementara Roma harus puas menduduki peringkat kedua dengan koleksi 80 poin.
Trofi ini menjadi yang selanjutnya bagi Inter setelah sebelumnya, atau pada tanggal 5 Mei 2010 mereka sukses memastikan gelar juara Coppa Italia. Uniknya, di partai puncak, mereka sukses mengandaskan pesaing terdekatnya, yaitu AS Roma. Saat itu, Inter Milan berhasil menggondol gelar Coppa Italia setelah membungkam AS Roma 1-0 di final yang digelar di Stadion Olimpico. Nerazzurri merebut gelar Coppa Italia yang ke-6 setelah striker Argentina Diego Milito mencetak gol semata wayang pada menit ke-40. Padahal Mourinho dipaksa melihat timnya bermain tanpa Wesley Sneijder dan Ivan Cordoba akibat cedera.
Momen tersebut terasa sangat membahagiakan karena Inter asuhan Jose Mourinho begitu berkesempatan untuk mencatatkan sejarah, dalam meraih tiga gelar dalam satu musim kompetisi.
Di kompetisi Liga Champions, sedikit yang memprediksi Inter bakal juara. Seperti diketahui, Inter mengawali pertarungan di babak penyisihan dengan hasil yang tak meyakinkan. Betapa tidak, pada tiga laga pertama di babak penyisihan, Inter hanya mampu bermain imbang. Belum apa-apa, La Beneamata sudah harus bertemu juara bertahan Barcelona. Hasil imbang 0-0 melawan Barca di kandang sendiri seolah memberi gambaran mereka masih belum memiliki mental tangguh di kompetisi Eropa. Selanjutnya, Inter ditahan klub non unggulan Rubin Kazan dan Dynamo Kiev.
Namun pada akhirnya, Inter sukses membalik prediksi. Laga keempat melawan Dynamo di Kiev menjadi titik balik bagi I Nerazzurri. Tertinggal lebih dulu melalui gol Andriy Shevchenko, Inter tampaknya menutup pertandingan dengan kekalahan. Namun perubahan terjadi saat pertandingan tersisa lima menit lagi. Diego Milito dan Wesley Sneijder mencetak gol yang mengantarkan Inter menang 2-1.
Meski kalah melawan Barcelona di laga berikutnya, pada pertandingan terakhir melawan Rubin Kazan berhasil mereka tuntaskan dengan baik.
Di babak 16 besar, Mourinho harus bertemu dengan mantan anak asuhnya, yaitu Chelsea. Namun hal tersebut tidak menjadi masalah baginya, karena mereka sukses tuntaskan perlawanan klub asal London dengan agregat 3-1.
Di perempat-final, mereka bertemu lawan tangguh CSKA Moscow yang menyingkirkan Sevilla. Di babak ini, Inter harus bekerja keras untuk bisa lolos. Namun dengan kegigihan yang ditunjukkan, Inter berhasil melewati rintangan dan lolos ke semifinal untuk menantang FC Barcelona.
Pertandingan melawan Barcelona terasa sangat berkesan karena Inter benar-benar tunjukkan jati diri. Meski cenderung menerapkan taktik yang begitu menjengkelkan, Mourinho mampu membungkam para mulut pembenci.
Unggul 3-1 di pertandingan pertama, Inter pastikan lolos ke final setelah hanya kalah dengan skor 1-0. Strategi parkir bus yang begitu melegenda saat itu sukses membuat Mourinho bahagia bukan kepalang. Di akhir pertandingan, ia sampai masuk kedalam lapangan dan merayakannya dengan sangat istimewa.
Puncaknya, di laga final Liga Champions Eropa, Inter berkesempatan melengkapi sukses musim mereka saat bersua Bayern Munchen asuhan Louis van Gaal. Menerapkan strategi pertahanan rapat dan serangan balik ala Mourinho, Inter sukses pecundangi Munchen 2-0. Kedua gol tersebut kembali diciptakan oleh Diego Milito.
Perpaduan sempurna seluruh skuat Inter Milan dan taktik yang diterapkan Mourinho menjadi kunci Inter Milan dalam meraih segala kesuksesan.
Tahun tersebut akan selalu diingat oleh para tifosi Inter Milan. Sebuah cerita yang akan selalu dibanggakan dan sebuah momen bersejarah yang akan selalu dikenang.
Julio Cesar, Lucio, Walter Samuel, Christian Chivu, Javier Zanetti, Marco Materazzi, Dejan Stankovic, Esteban Cambiasso, Goran Pandev, Wesley Sneijder, Samuel Eto’o, Ivan Cordoba, hingga Diego Milito, menjadi nama yang akan selalu menjadi kenangan. Mereka layak disebut sebagai pahlawan, dengan nama Jose Mourinho sebagai penyempurna segala keindahan.